twenty three

1.4K 91 4
                                    

Pagi semua.. selamat membaca

Sudah satu Minggu biru dirawat dan satu Minggu juga Alma tidak mendapatkan telpon dari sang ayah. Bukan tak senang, tapi sebagai anak dia juga mengkhawatirkan ayahnya, Alma mencoba menghubungi sang ayah namun tak ada balasan.

Telpon ayahnya berdering tapi kenapa ayahnya tidak menjawab. Alma mencoba lagi dan lagi hingga yang ke lima kali telponnya baru tersambung.
Suara lelaki yang dia yakini bukan ayahnya membuat dahinya berkerut.

"Kamu siapa?"

"Tidak penting, pemilik ponsel ini sudah kami tangkap karena melakukan pembunuhan pada satu keluarga." Ucap orang di sebrang sana, Alma syok dia tak menyangka bahwa ayahnya adalah seorang penjahat.

Air mata Alma jatuh, orang terakhir yang Alma miliki kini, sungguh Alma tak dapat berkata apa-apa. Dunianya benar-benar hancur. Mana mungkin biru akan menerimanya kalau biru tau dia adalah anak dari seorang pembunuh.

"Boleh saya tau. Sekarang posisi ayah saya dimana?" Ucapnya bergetar. Lelaki di sebrang sana mengirim alamat kepada Alma via chat.

Setelah mendapat alamat itu Alma pun segera pergi. Dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia yakin ayahnya tidak akan melakukan perbuatan sekejam itu.

Alma pergi ke alamat yang diberikan kepadanya. Dengan perasaan cemas dan takut Alma memanjatkan doa agar tidak terjadi apa-apa pada sang ayah.

...

"Hen, gue mau ngabarin bahwa keluarga dari pelaku mau kesini." Ucap Banyu yang tengah menghampiri mahen yang duduk disana.

Mahen menoleh, detik berikutnya dia tidak peduli. Dan memilih untuk tidur. Pikiran nya masih kacau dengan hubungan Alma dan juga biru, dari dulu sampai sekarang dia selalu kalah dengan sang adik, dan mahen membencinya.

"Gue letakin di sini siapa tau tuh cewek beneran Dateng." Banyu meletakkan ponselnya di dekat mahen.

"Lo mau kemana?"

"Gue ke kamar mandi dulu." Pamitnya.

Sepeninggalan banyu mahen kembali memejamkan mata, Hingga ada anak buahnya yang memberi tahu ada seseorang di luar sana.

Mahen pun bangkit, dia berjalan dan melihat di sana ada seorang wanita dengan tubuh gendutnya duduk membelakangi dirinya.

Mahen perlahan mendekati nya, "permi... Alma?" Alma reflek menoleh saat namanya di panggil, mereka berdua terdiam. Sama sama terkejut.
"Ka mahen? Tunggu... Kakak ngapain di sini."

"Kakak ..em..kakak habis ketemu temen kakak." Jawab mahen asal.

"Kamu ngapain disini?"

"Ketemu ayah."

"Ayah? Ayah kamu kerja disini?" Alma terdiam dia tidak mungkin memberitahu kalau ayahnya adalah penjahat.

"Al.." panggil mahen.

Alma bingung, tangannya iya tautkan untuk menetralkan ke takutannya. Sedangkan mahen penasaran apa Alma anak dari salah satu pelaku? Kalau iya, kenapa.

Alma bangkit, "yaudah kak aku pamit, kayaknya ayah masih sibuk. Mungkin lain kali aku ke sini lagi."

Mahen tidak menghentikannya. Dia membiarkan Alma pergi, ponsel pelaku masih dia genggam. Mahen mencoba menghubungi nomor terakhir di ponsel itu, dengan tertuliskan 'anak sialan'
Menghubungi nomor itu dering pertama masih tidak menjawab, hingga di ujung sana ponsel Alma ikut berdering, Alma menautkan ponsel pada telinganya.

"Halo.." mahen mendengar dengan jelas suara ini, di sana wanita yang dia kenali pun sedang menelpon.

Jantung mahen berdegup, dia mencoba untuk membuang fikiran negatif tentang Alma.

"Halo.. saya mau ketemu ayah." Kalimat itu membuat dunia mahen runtuh. Alma adalah anak dari sang pelaku kejahatan. Sekarang dia bingung, dia Bingung harus berbuat apa. Mahen langsung mematikan ponsel tersebut dan masuk kembali ke dalam.

....

"Aneh?" Alma menatap ponselnya yang tiba-tiba mati, tadi nomor ayahnya menghubungi nya.

"Ko engga tenang gini." Alma mencoba mengirim pesan.

*Mungkin besok saya akan kesana lagi..hari ini saya ada urusan.* Pesannya.

Tidak ada balasan, Nunun pesannya sudah menandakan dibaca, Alma menghela nafas. "Apa lagi yang mau ayah hancurkan dariku?" Ujarnya entah pada siapa.

Alma berjalan menyusuri trotoar, memandang sekitar yang cukup ramai dengan pejalan kaki dan beberapa pasang kekasih yang sedang bersantai.

Alma duduk di bangku taman, dia memandang langit sore yang cukup cerah, "apa aku anak seorang pembunuh? Apa benar ayah bunuh orang? Kapan? Kenapa hidupnya tidak bisa sekali saja merasakan ketenangan?"

"Sebenarnya ayah dimana?"

...

"Nyu..Lo tau? Alma tadi kesini, gue takut kalau Alma itu anak dari salah satu pelaku."

Banyu yang lagi asik memakan pizza pun tersedak. "Uhuk..apa Lo bilang."

"Gue belum tau pasti, tadi ada yang ngasih tau kalo ada cewek yang Dateng ke sini. Pas gue samperin ternyata itu Alma, dan apa jangan-jangan Alma itu anak dari pak Bagas?"

"Mana mungkin?"

"Tadi pas gue telpon nomor terakhir di ponselnya pak Bagas, ponsel Alma juga bunyi, disitu Alma ngangkat dan gue denger suara Alma di ponsel pak Bagas." Jelasnya.

"Terus langkah Lo gimana?"

"Gue gak tau, keliatannya Alma sayang banget sama ayahnya.. tapi yang bikin bingung kenapa ayahnya kelihatan tidak peduli sama Alma."

"Semua masalah ini mending Lo pikirin mateng-mateng. Karena masih ada satu pelaku lagi yang harus kita tangkep."

"Gue percaya sama Lo." Tambah banyu.

....

Alma mengirim pesan pada biru, dia ingin memberi tahu bahwa dia tidak bisa ke rumah sakit.

*Bi... Aku hari ini gak bisa nemenin kamu, aku kurang enak badan. Jadi langsung pulang, engga papa kan?*

Setelah mengirim pesan, Alma memasukan ponselnya didalam tas. Dia tak benar-benar pulang, dia hanya terus berjalan dan berjalan.

Heheheh😁

The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang