thirty tree

1.3K 89 24
                                    

Malam semua.. selamat membaca

"pokoknya mamah gak mau tau..kamu harus nikah sama biru, karena dengan itu kita bisa nguasain harta mereka." Ucap wanita yang berumur sekitar empat puluh tahunan kepada wanita cantik yang tengah duduk manis sambil memainkan ponselnya. "iya mah.. ada lagi? Apalagi yang harus aku lakukan." Elisa sungguh sudah muak dengan sang ibu yang terus saja ingin menguasai harta keluarga biru.

Tak dapat di pungkiri tujuan Elisa kini sudah tak lagi pada harta keluarga itu, Elisa benar-benar sayang dan cinta sama biru. Walau dia tahu hati biru bukan lah untuknya, tapi dia akan berusaha untuk membuat biru menatapnya. Elisa bangkit meninggalkan sang ibu yang masih terduduk disana. "Kamu mau kemana?" Elisa menatap sang ibu malas. "Kemana saja asal aku tak melihat wajah mamah."

"Cih..dasar anak itu."

Elisa mencoba menghubungi biru namun ponsel biru tak dapat di hubungi. "Kemana dia?" Elisa menatap foto biru yang ia jadikan sebagai wallpaper ponselnya.
....

Dilain tempat biru kini sudah mulai bekerja, dia menatap meja kerja Alma yang kosong. Biru benar-benar merindukan Alma, dia menatap foto Alma yang dia ambil diam diam saat bekerja seulas senyum tercipta di wajah tampan biru. "bagaimana kabarmu?" Biru bangkit dari duduknya berjalan menuju meja alma, duduk disana merebahkan tubuhnya di kursi kerja Alma matanya terpejam.

Biru pulang matanya terbelalak saat melihat wanita yang amat dia rindukan kini sudah ada di sana bercengkrama bersama omahnya dan juga mahendra. Biru mengucek matanya dia bukan mimpi Alma benar-benar disana, Biru dengan cepat menghampiri mereka yang masih asik, "Al.. kamu balik." Alma mengangguk sambil tersenyum biru langsung memeluk Alma, "Miss u.. aku sungguh merindukanmu." Biru melepas pelukannya menangkup wajah Alma, air matanya terjatuh dia tak menyangka akan bertemu dengan Alma.

"Wah adik iparmu sungguh merindukan kakak iparnya. " Ucap omah Mona yang melihat tingkah biru yang seperti anak kecil. Biru yang mendengar itu menatap sang omah bingung. "Maksud omah? Kakak ipar?" Biru menatap omah meminta penjelasan. "Kamu lupa kalau kakak kamu dan Alma akan menikah dekat dekat ini?" Biru masih terdiam, dia menatap Alma dan mahen yang tersenyum kepadanya tanpa ada rasa bersalah. Biru mengambil tangan Alma, disana melingkar manis sebuah cincin. "Ini cincin apa?"

"Maaf bi.."

"Apa..kamu bilang apa? Kamu meng-khianatiku ? Kamu akan menikah dengan kak mahen?" Alma mengangguk. "Kenapa? Kenapa harus kak mahen? Kenapa bukan aku?" Alma hanya menggeleng kepalanya.

Alma mencoba memegang biru namun di tampik oleh biru. Namun sebuah tamparan mendarat tepat di wajah biru dan kini biru tersadar dari tidurnya.

Tubuhnya penuh dengan keringat. Dia memandang sekitar ini masih di kamarnya. Dia mimpi. Nafas biru tak karuan mimpinya sungguh mengerikan, hatinya sakit saat mengingat bagaimana senyum Alma dengan mahen disana.

"Aku harus ke Indonesia besok."

....

"Kak mahen?" Alma keluar dari dalam kost, dan mendapati kak mahen yang berdiri di ambang pintu. Kak mahen mengangkat sebuah bingkisan "aku boleh masuk?" Alma sedikit ragu namun dia mempersiapkan kak mahen untuk masuk.

"Aku bawakan martabak coklat keju." Mata Alma berbinar, "wah..ko kakak tau aku laper banget." Mahen salah tingkah, dia menggaruk kan kepalanya yang tak gatal. "Di coba."

"Gimana kerja kamu?" Alma hanya mengangguk, mulutnya penuh dengan martabak, "pelan-pelan Al." Kak mahen mengingatkan.

"Ya lancar." Mahen mengangguk.

"Kak..boleh tanya?" Mahen menatap alam mempersilahkan, "apa bener kalau kakak itu pemilik resto tempat aku kerja?" Mahen membulat kan matanya, bagaimana Alma bisa tau. Mahen masih terdiam, dia bingung apa yang harus dia bilang. "Em..iya kenapa emang?"

Alma mengangguk dengan mulut penuhnya dan membuat coklat nya kemana mana. Mahen menjulurkan tangannya membersihkan coklat yang ada di pinggir bibir Alma, kemudian menjilat coklat di jarinya. Alma terpaku saat melihat kak mahen melakukan itu. "Manis."

Alma tersadar, "maaf ka..aku makannya kayak anak kecil."

"Tak masalah. Semua punya caranya masing masing."

Keadaan sedikit canggung, Alma dan mahen terdiam mereka kehabisan bahan obrolan. Kak mahen melihat jam tangannya. "Emm.. aku pamit dulu." Kak mahen bangkit dari duduknya. Alma ikut bangkit dan mengantar Kaka mahen ke pintu.

"Makasih ka." Mahen tersenyum dan mengusap kepala Alma. "Iya, istirahat lah. Susah malam." Alma mengangguk.

"Aku pamit. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." 

Sepeninggalan kak mahen Alma langsung menutup pintunya, dia bersandar disana dengan jantungnya berdegup kencang. "Kenapa jantungnya berdegup kenceng banget. Gak mungkin." Alma mengintip keluar jendela. "Syukur lah kak mahen udah pergi." Alma kini bisa bernafas lega.

...

Biru menyiapkan barang-barang nya. Dia akan melakukan penerbangan pagi ini. "Tunggu aku Al." Senyumnya merekah di wajah tampan itu.

Semoga suka deh, aku bingung bgt ini. Susah bat mau masuk konflik

The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang