twenty four

1.4K 103 11
                                    

Siang semua... sebelumnya terimakasih buat kalian yang udah support cerita aku, dan terimakasih juga sama kalian yang udah vote dan komen cerita aku..

Dan buat yang baru gabung..have fun ya

Alma menghabiskan malam ini di tepi sungai Han. Dia ingin menenangkan pikiran dan hatinya yang kacau, hanya bisa pasrah dengan keadaan.

Di lain tempat biru yang mendapat pesan dari Alma sedikit cemas, apa Alma terlalu lelah menjaganya. Biru menelpon Alma, ingin tahu bagaimana keadaannya namun, Nomor Alma mendadak tidak aktif biru cemas. Biru berinisiatif untuk menelpon ke rumah.

"Halo bi.. Alma udah di rumah?" Tanya biru.

"Belum tuan.. dari tadi neng Alma belum pulang."

'Kemana Alma?' biru semakin dibuat cemas, kenapa Alma berbohong? Apa ada yang terjadi? Semua fikiran itu terus berputar di pikiran biru.

"Yasudah bi.."

"Iya tuan."

Sambungan terputus.

Biru melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun ponsel Alma masih tidak bisa dihubungi. Kemana alma? Apa terjadi sesuatu? Biru terus menelpon nomor Alma walau jawabannya tetap tidak bisa di hubungi, Biru frustasi.

Suara ketukan pintu membuatnya menoleh. "Al.." ucapnya, disana ada kakaknya berdiri dengan membawa puding kesukaan biru.

"Gue bawain puding coklat." Mahen meletakkan puding itu di atas nakas.

"Lo liat Alma?" Tanya biru dengan cemas.

"Tadi sih liat, kalo sekarang engga. Emang Alma kemana dia gak kesini?" Tanya mahen

"Tadi dia ngirim gue pesan kalau dia ga bisa Dateng ke sini.. katanya mau langsung pulang, waktu gue telpon nomor nya gak aktif terus waktu gue telpon rumah bi Imah bilang kalau Alma belum pulang dari sore. Gue khawatir."

Mahen terdiam dia ingin memberi tahu biru bahwa kemungkinan kalau Alma adalah anak dari salah satu pembunuh itu. Tapi sepertinya ini bukan waktunya, mungkin hanya kebetulan saja, pikir mahen dan mahen tak ingin Langsung menyimpulkan.

"Hmm..gue denger lu ngelamar Alma?" Mahen menguatkan hatinya untuk bertanya pada sang adik, walau terlihat biasa saja namun tak dapat di pungkiri kalau hatinya sakit saat ini, ada rasa tak rela dalam benaknya apalagi saat melihat senyum bahagia di wajah sang adik.

"Iya.."

"Selamat ya."

"Thanks bro."

Mahen mengambil puding di atas nakas, dia membukanya dan memberikannya pada biru. "Nih lu makan dulu." Biru menerima nya dengan senang hati.

"Gue boleh minta tolong."

Mahen menatap biru.

"Tolong cariin Alma, gue takut dia kenapa-kenapa."

"Ok. Ada lagi?"

"Untuk sekarang belom. Sekali lagi thanks."

Mahen mengangguk dan pamit pergi.

...

Mahen mengendarai mobil dengan pelan, barangkali dia akan melihat Alma di sepanjang jalan. Pandangannya tak lepas dari setiap sudut kota.

"Kemana dia?"

Mobil mahen terus melaju menyusuri kota yang amat ramai, sepertinya akan sulit menemukan Alma di keramaian seperti ini. Mahen mengambil ponselnya, mencoba menghubungi Alma. Tapi ponsel Alma masih tidak aktif.

Hingga mata mahen melihat sosok yang dia cari sedang duduk di kursi taman. Mahen langsung meminggirkan mobil tepat di hadapan gadis itu. Mahen belum keluar dia memperhatikan Alma yang menangis disana, hati mahen semakin sakit saat melihat Alma yang menangis, mahen langsung keluar dan membawa Alma dalam pelukannya.

"Shuttt... Tenang lah." Mahen mengusap kepala Alma penuh sayang, Alma ingin melepaskan diri namun mahen menahannya. "biarkan seperti ini.. menangis lah kalau itu membuatmu lebih baik." Alma menenggelamkan kepalanya pada dada bidang mahen, rasa nyaman dirasakan Alma, tangis Alma pun pecah dia menumpahkan semua disana.

Merasa cukup mahen melepaskan pelukannya, dia menangkup wajah Alma menghapus air mata yang membasahi pipi gembul itu. "Kenapa disini?"

Alma menggeleng dia masih belum bisa mengatakan apapun pada mahen saat ini. "Aku rindu ibu." Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Alma.

"Ingin pulang?" Mahen menatap mata Alma yang sendu, ada kesedihan di mata indah itu, Alma mengangguk.

"Apa bisa? Uangku sudah ku transfer semua ke rekening ayah dan aku sekarang belum gajian."

"Kenapa tidak minta calon suamimu?" Tanya kak mahen.

"Gak ka.. enggak mungkin, aku juga gak enak kalo harus minta biru.. kalian udah terlalu baik." Mahen mengusap tangan Alma yang sangat dingin, "besok kita pikirkan, sekarang kita pulang? Biru sudah mencarimu."

"Lihat tanganmu dingin banget Al.." mahen menggenggam tangan Alma dan memasukannya di dalam saku jaket, Alma yang di perlakukan seperti itu speecless ada perasaan aneh dalam dirinya setiap dekat dengan Mahendra, Alma hanya menatap tangannya yang dimasukan ke dalam saku.

"Ayok. Mau makan sesuatu? Kebetulan aku laper." Alma mengangguk, mahen mengajak Alma ke restoran di sebrang jalan, "mobil kakak?"

Mahen melihat, "tidak apa. yaudah ayo." Mereka berjalan menyebrangi jalan. "Kak..jangan ke restoran yang mahal ya." Ucap Alma.

"Kenapa? Kamu ga suka?"

"Bukan gitu, hanya kurang nyaman." Alma menoleh sekitar dia melihat di luar ada sebuah kedai yang menjualkan makanan tradisional khas Indonesia. "Kita coba ke kedai itu?"

"Aku kangen banget masakan Indonesia."

Mahen menurut, mereka pun makan disana. Saat masuk ke kedai nuansa Indonesia tercium, Alma memesan ayam bakar madu dan juga tumis kangkung. "Kakak gak pesen? Kakak harus coba ini... Ini..dan ini.. rasanya tuh enak banget." Alma menunujuk menu menu khas Indonesia.

Mahen lagi lagi hanya menurut. Setelah memesan mereka pun menunggu makanan siap.

Selagi menunggu mahen hanya menatap sekitar restoran, mengalihkan debaran di dalam dadanya. "maaf ya ka jadi ngerepotin kakak."

"Engga papa."

"Boleh tanya?" Dan diberi anggukan oleh mahendra.

"Orang tua kakak kemana?"

Mahen terdiam, haruskan dia memberitahu. Mahen belum menjawab, dia bingung harus memulai dari mana.

Sedangkan alma, dia merasa bersalah bertanya seperti itu, karena kak mahendra yang berubah sedih. "Kalau gak bisa cerita gak papa ka. Maaf ya aku gak bermaksud." Alma menggenggam tangan mahendra yang bertautan di atas meja.

"Tidak apa..beliau sudah meninggal."

Alma mengangguk, dia tak mau melanjutkan nya. Alma sebenarnya sudah tau semua, namun dia bingung harus bicara apa dengan kak mahen, terasa canggung jika hanya berdua.

"Maaf ya ka.."

"Santai."

Makanan pun tiba, dimeja sudah ada ayam bakar madu, cah kangkung, sop buntut, dan satai ayam. "Pokoknya kakak harus coba ini.. makanan ini tuh enak banget."

Mahen pun mencoba memakan satu tusuk sate. "Bukan gitu kak cara makannya."

Alma menuangkan saus kacang dengan satai yang di sajikan terpisah kemudian dia mencampurnya menjadi satu sehingga bumbu tercampur merata, "sekarang kakak cobain."

"Gimana?"

"Enak." Mahen yang belum pernah makan pun terkejut dengan rasa yang unik dari makanan ini. Mereka menikmati makanan dengan canda dan gurau. Setelah itu mahen dan Alma pun kembali pulang.

"Nanti mampir ke rumah sakit ka..aku mau ngasih ini dulu buat biru." Dan diberi anggukan oleh mahen.

Semoga suka

The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang