END

4.5K 114 22
                                    

Pagii....

Alma hanya diam, dia mengurung dirinya di kamar. Persis seperti mayat hidup. Tak melakukan apapun hanya menyalahkan dirinya atas kematian biru, dia merasa dunianya berakhir, kenapa biru menyelamatkan nya? Seharusnya dia yang mati. Atau bahkan emang seharusnya dia tak mengenal biru sehingga biru tidak akan mati.

Sekarang dia sama seperti ayahnya. Menjadi pembunuh, dia tak pantas bahagia. Semua mimpi itu membuatnya malah menjadi seorang pembunuh. Alma membenci dirinya, kalau saja dia, kalau saja dan banyak kalau saja yang Alma pikirkan.

Air matanya kini tak dapat keluar, entah mungkin sudah kering tak tersisa. Tapi itu tidak cukup, biru tidak akan kembali. Alma menatap hujan yang turun dengan derasnya di luar sana.

Kalau saja dia mampu membawa biru lebih cepat, mungkin semua tak akan terjadi. Biru tidak akan pergi. Alma menangis, dia menjatuhkan kepalanya pada kedua tangan menumpahkan semua kesesakan yang dia rasakan.

Sudah satu bulan, satu bulan semenjak kejadian itu. Alma tak mau bertemu siapapun, bahkan Alma meminta mahen untuk pergi dari hidunpnya, dia takut, dia takut kalau mahen juga akan bernasib sama seperti biru. Dia terlalu buruk hanya untuk sekedar tersenyum.

Dia akan pergi ke makam biru setiap sore hari, menatapnya bahkan menangis di pusaran makam biru, setelah itu Alma akan tertidur karena terlalu lelah menangis dan akan tersadar kembali di atas kasur.

Setiap kali melakukan sesuatu pikirannya selalu pada kebersamaan biru, dan itu membuatnya semakin sakit dan juga takut.

...

Mahen tak pergi, dia disana menatap Alma yang menangis terduduk pada malam sang adik. Memandang nya dari kejauhan lah yang mampu mahen lakukan sekarang, dia akan membawa Alma pulang ketika wanita itu tertidur, mahen sama terpuruknya dia juga merasakan kehilangan.

Dia merasa bersalah karena merebut Alma dari sang adik. Mahen berjalan mendekati Alma, hari sudah mulai gelap dan Alma masih disana.

"Sebaiknya kita pulang." Ucap mahen, Alma langsung menoleh ke mahen dengan tatapan sendu melihat itu hati mahen benar-benar sakit, seperti ada ribuan jarum yang menusuk jantungnya.

Kali ini Alma menurut dia bangkit dan pergi meninggalkan makam itu. Mahen menatap makam sang adik, air matanya menetes, saat mengangkat kepalanya dia melihat sosok biru berdiri tepat di hadapannya dengan mengenakan pakaian serba putih dan disana biru tampak sangat tampan dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Jaga Alma untuk ku, Lindungi dia, kakak orang yang tepat untuk nya. Dan aku percaya itu. Sampaikan salam ku pada Alma, kematiannya bukan karena dia..tapi memang sudah takdirku." Biru tersenyum tulus.

Perlahan bayangan biru menghilang, mahen masih terdiam dia tak bisa berkata apapun ha ya anggukan kepala yang dapat dia berikan.

"Aku pergi." Kini bayangan itu benar-benar menghilang.

"Bi.." mahen mencari kesana kemari. Dia harus mengikhlaskan sang adik.

....

Alma masuk ke dalam mobil dia duduk dalam diam. Mahen menyusul Alma masuk ke dalam, mobil itu pun melaju menuju kost Alma. "Besok jadwal eksekusi ayah kamu." Mahen menatap Alma di sampingnya, namun Alma sama sekali tak merespon. "Mau bertemu?"

Alma menoleh, menatap mata mahen, dia melihat sosok biru disana. "Biru?" Mata Alma berbinar, "ini beneran kamu." Alma menggenggam tangan mahen yang dia pikir adalah biru kemudian menangkup wajah mahen, dia terisak. Alma langsung memeluk mahen, "maafkan aku." Ucap Alma, dia benar-benar senang bisa melihat biru.

"Kamu kembali." Senyum Alma mengembang.

Mahen  menatap Alma pilu, dia mengusap kepala Alma. Alma menatap dirinya sebagai biru?.

Mahen tak mengatakan apapun, dia hanya mengelus kepala Alma sayang.

Alma terus saja menatap mahen, mahen melihat Alma yang syok lalu menggelengkan kepala. Dia juga menangis, seperti memang melihat sosok biru yang sedang menyampaikan pesan terakhir.

....

Alma menoleh, mendapati biru yang kini duduk di sampingnya. Lelaki itu tampak bahagia saat ini, wajah tampannya tak dapat di tandingi. "Al.."

"Biru?" Biru mengangguk.

"Ini beneran kamu?" Alma menggenggam tangan biru takut kalau biru akan meninggalkan nya. "Maafkan aku." Alma menunduk lesu, biru mengangkat wajah Alma agar dia dapat melihat wanita yang amat dia cintai.

Biru memberikan senyum yang tak akan di lupakan. "Al.." Alma diam dia hanya menatap biru.

"Kamu harus bahagia, bukan denganku.. ada kak mahen yang akan menjagamu. Aku yakin dia pasti bisa menjagamu." Alma syok mengapa biru menyuruhnya untuk bahagia.

"Aku tak pantas bahagia bi.."

"Sttthhhh.... Takdir ku sampai disini, dan kamu harus melanjutkan hidupmu.. berbahagia lah bersama orang yang tepat, kamu janji sama aku kan?" Alma tak menjawab.

"Al.." tegur biru.

Alma menyerah, dia menganggukan kepalanya. "Ya aku akan bahagia." Biru tersenyum senang, "sekarang aku bisa tenang ninggalin kamu. Ingat jangan sedih lagi. Sampai jumpa Al.." perlahan badan biru menghilang.

Alma yang melihat itu takut, dia mencoba menggapai tangan biru tapi tak dapat dia gapai hingga akhirnya biru benar-benar pergi dan kini dihadapannya adalah mahen.

Mahen langsung membawa Alma dalam dekapannya membiarkan wanita itu menangis menumpahkan semuanya.

"Menangis lah.. hanya untuk hari ini..ku mohon jangan ada lagi air mata." Mahen memejamkan matanya menghirup aroma permen karet pada rambut Alma, dia menenggelamkan kepalanya pada pundak Alma.

....

Disini lah Alma, dengan tubuh yang sudah mulai fresh dia datang pada eksekusi mati sang ayah. Disana Bagas berdiri dengan kepala yang ditutup kain hitam serta ke dua tangan yang di ikat. Dia akan di tembak mati oleh tiga petugas dalam satu kali tembakan.

Sebelumnya Alma menghampiri sang ayah, Bagas yang melihat sang anak pun menangis. "maafkan ayah..ayah memang  bukan ayah yang baik untuk mu." Bagas menatap mahen yang berdiri di samping Alma.

"Aku titip anak ku." Setelah mengucapkan itu seorang petugas membawa Bagas untuk masuk ke dalam ruangan eksekusi.

Suara tembakan terdengar membuat tubuh Alma getar takut, mahen membawa Alma dalam dekapannya.

.....

Tak lama, Elisa dan aji di kabarkan meninggal dunia akibat kecelakaan mobil, mobil uang dikendarai mereka tergelincir ke jurang saat perjalanan pulang, dengan kondisi mereka yang mabuk. Evakuasi di lakukan cukup sulit karena keadaan kurang yang cukup dalam.

....

"Kita mulai semua dari awal?" Mahen mengajak Alma duduk di sebuah taman dengan pepohonan yang amat rindang.

Alma menatap mahen yang berdiri di hadapannya, mahen mengeluarkan sebuah kotak dan membukanya. "Will u marry me?" Alma menatap cincin yang terpampang cantik dalam kotak kemudian beralih menatap mahen.

Alma mengangguk. " Yes, I Will."

Mahen memasangkan cincin itu dalam jari manis Alma, "pas sekali." Mahen membawa Alma dalam dekapannya, "terimakasih."




Tamat...

Alhamdulillah, selesai juga.

Terimakasih untuk semua yang udah support cerita ini, gak nyangka kalo kalian pada suka..dan akhirnya aku bisa namatin cerita ini..

Tunggu cerita selanjutnya ya..

The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang