Kiera dan Terrence ikut masuk ke dalam ambulance, menemani Bertha yang sekarang terbaring lemas.
"Please, Sir. Please, tolong nenekku." Kiera mengucapkan itu sambil terus memukul-mukul tangan Terrence yang menggenggam tangannya. Terrence berusaha menenangkan Kiera sebisa mungkin dengan mengatakan bahwa neneknya akan baik-baik saja.
Sesampainya di rumah sakit, neneknya langsung dibawa ke UGD dan yang bisa Kiera lakukan hanya duduk, menunggu kabar dari sang dokter.
Satu jam telah berlalu dan Kiera sudah tak menangis lagi, tetapi dia meratap. Kiera benar-benar merasa bersalah karena sudah mengajak neneknya itu. Seandainya saja dia tak memaksa neneknya untuk ikut menemaninya, sekarang neneknya pasti baik-baik saja.
"Seharusnya aku tak mengajak Grandma. I'm so stupid. Seharusnya aku yang ada di posisi Grandma." Kiera terus menerus menyalahkan dirinya. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada neneknya, maka dia tak akan sanggup mengampuni dirinya sendiri.
"Ki, semuanya akan baik-baik saja. Percayalah padaku."
"Dan jika tidak? Jika... Jika Grandma sampai... Kau siapa? Kau bukan Tuhan, bukan? Kau tidak tahu apa-apa!" Kiera yang saat ini benar-benar depresi dengan persoalan yang membuat dadanya tak tenang ini, membuat dia mengeluarkan semua emosinya pada Terrence.
"Ki, tenangkan dirimu, okay?" Kiera menghela napas, lalu kembali bersandar di kursinya.
Yeah. Semuanya akan baik-baik saja. Kiera harus yakin bahwa neneknya pasti akan baik-baik saja. Kiera tak tahu harus menjalani hidup seperti apa lagi jika neneknya memutuskan untuk meninggalkannya sekarang.
Jam demi jam berlalu, sampai Kiera tak sadarkan diri dan tertidur dengan bahu Terrence menopang kepalanya. Kiera terbangun saat mendengar pintu terbuka, tempat dimana dokter yang menangani neneknya keluar dari sana.
Kiera tahu dari wajah dokter tersebut bahwa bukan kabar baik yang akan dia dapat. Kiera bisa mengetahuinya.
Kiera berdiri dan kembali meneteskan air mata, berharap bahwa ada suatu keajaiban yang terjadi. Berharap bahwa dokter ini memang tidak terbiasa tersenyum walaupun ingin menyampaikan kabar baik. Kiera masih berharap bahwa neneknya akan tetap hidup dan menemaninya di dunia ini. Karena Kiera tak punya siapa-siapa lagi.
"Maaf yang sebesar-besarnya, Miss. Scott. Tapi saya selaku dokter pemimpin disini ingin menyampaikan bahwa Mrs. Scott telah tiada. Beliau..." Kata-kata yang keluar dari mulut dokter itu tak bisa didengar oleh Kiera lagi karena Kiera tak tahu lagi apa yang bisa menjadi alasannya untuk hidup sekarang ini.
Kiera benar-benar tak menyangka bahwa dia akan di posisi seperti ini. Dimana dua orang yang paling berharga di hidupnya pergi meninggalkannya dalam hari yang bersamaan.
Kiera tiba-tiba merasa kepalanya dihantam palu dan kesadarannya hilang begitu saja.
***
Beberapa jam kemudian, Kiera tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa saat. Kiera mencium aroma tidak menyenangkan itu, aroma rumah sakit, membuatnya ingin cepat pergi dari sini.
Kiera berusaha berpikir sebenarnya apa yang terjadi, lalu teringat kejadian neneknya yang tertabrak mobil.
Kiera langsung menegakkan tubuhnya dan tersadar bahwa Terrence tertidur di kursi samping tempat tidurnya, belum terbangun.
Saat Kiera bergerak dan membuat suara gesekan, barulah Terrence terbangun.
"Ki, kau sudah bangun?"
"Grandma?" Terrence menatap Kiera dengan tatapan kosong, tak tahu harus menjawab apa. Oh, Tuhan. Apakah kejadian dia menangis di depan dokter yang memberikan kabar bahwa neneknya meninggal itu memang nyata?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ex [CFS #2] (COMPLETED)
RomanceThe second book of Carsson Family Series [CFS #2] Tujuan hidup seorang Terrence Carsson? Tentu saja menikahi Kiera, kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya selama bertahun-tahun. Tujuan hidup itu tercapai, Terrence berhasil menikahi Kiera. Di...