"Oh, come on, Tim. Temani aku." Tiffany bermanja-manjaan pada kakaknya itu, berharap Timothy mau menemaninya untuk pergi ke New York.
"Ajaklah yang lain. Aku sedang sibuk, Tiff." Timothy bahkan tak menatap adiknya yang sekarang sedang berbaring di ranjangnya. Timothy masih saja fokus dengan pekerjaannya.
"Kau berharap aku mengajak siapa, Tim? Theo sudah tidak ada disini, Travis sedang ada konser di kota lain. Tinggal kau!" Tiba-tiba saja pintu dibuka dari luar, muncul-lah pria paling sialan di dunia ini menurut Tiffany.
Sebenarnya apa mau Troy? Sampai-sampai hampir tiap hari pria itu datang ke rumahnya. Berbagai macam alasan selalu saja keluar dari mulut pria itu.
Entah ingin bertemu dengan salah satu dari kakaknya, ada barangnya yang ketinggalan, dan entah apa lagi.
"Nah. Troy, bisakah kau temani Tiff ke New York besok lusa?"
"Tentu saja. Kenapa tidak?" Troy berjalan masuk ke kamar, duduk di pinggir ranjang.
"No, Tim! Aku ingin pergi denganmu." Tiffany memukul lengan kakaknya itu, tak terima dengan keputusan sepihak dari Timothy.
"I'm busy, Tiff. I'm sorry."
"Troy juga sibuk! Kau kakakku, seharusnya kau..."
"Aku tidak sibuk." Troy langsung menyela.
"Kau sibuk! Ayolah, Tim."
"Hey, aku mengaku aku tidak sibuk." Troy mengangkat tangannya, benar-benar antusias saat mengetahui bahwa dia bisa berduaan dengan Tiffany untuk beberapa saat.
Tiffany melempar bantal ke Troy, lalu Tiffany kembali menatap kakaknya.
"Nanti aku carikan wanita. Aku bisa mengenalkanmu dengan teman..."
"Apakah aku terlihat seperti ingin mencari wanita saat ini, Tiff?" Timothy menaikkan satu alisnya. Timothy sendiri adalah orang yang sebenarnya tak terlalu suka ikut campur urusan orang lain. Apa yang terjadi antara adiknya itu dengan Troy, tak seharusnya dia ikut campur. Jadi Timothy membiarkan adiknya itu mengambil keputusan sendiri. Lagipula, Tiffany sudah dewasa.
Jika memang ada masalah antara Tiffany dengan Troy, seharusnya mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri.
"Kenapa kau sensitif sekali jika berhubungan denganku, Tiff? Aku tak akan berbuat apa-apa padamu. Biarkan aku menemanimu." Tiffany menatap sinis ke arah Troy, sebelum akhirnya menuruti permintaan Troy.
Tiffany tidak punya pilihan lain. Menjadi anak perempuan satu-satunya dan yang paling muda membuat semua orang di rumah ini selalu protektif padanya. Jika Tiffany ingin pergi sendirian, maka secara otomatis akan dilarang. Oleh karena itu, Tiffany harus selalu ditemani. Entah itu oleh salah satu anggota keluarganya, temannya, atau seperti Troy.
***
Keesokan harinya...
"Ki..."
"Hmmm?" Kiera sedang sibuk memasak ketika tiba-tiba Terrence berdiri di belakangnya dan memeluknya erat. Terrence meletakkan kepalanya di bahu Kiera, lalu mencium pipi Kiera.
"Ada apa, Terrence?"
"Aku rasa keluargaku tahu."
"Tahu tentang?"
"Elvano." Jantung Kiera langsung berdebar kencang. Kiera dipenuhi rasa khawatir karena bagaimana jika keluarga Terrence membencinya karena Kiera sudah meninggalkan Terrence?
Tapi Kiera punya alasannya sendiri meninggalkan Terrence. Lagipula, ini bukan sepenuhnya salah Kiera, bukan?
"Mereka mencintaimu, Ki. Kau tak usah khawatir." Terrence yang seolah-olah memahami apa yang sedang ada di pikirannya, membuat hati Kiera sedikit lebih lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ex [CFS #2] (COMPLETED)
RomanceThe second book of Carsson Family Series [CFS #2] Tujuan hidup seorang Terrence Carsson? Tentu saja menikahi Kiera, kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya selama bertahun-tahun. Tujuan hidup itu tercapai, Terrence berhasil menikahi Kiera. Di...