34

3.6K 210 6
                                    

"Ka... Kau... Si... Siapa?" Jantung Kiera serasa mau lepas saat mendengar suara serak Terrence barusan. Apa dia baru saja salah dengar?

Kiera memegang telapak tangan Terrence, lalu menatap matanya dalam.

"Terrence, ini aku. Kiera. Istrimu."

"Aku punya istri?" Oh, tidak. Jangan bilang Terrence benar-benar amnesia. Apa dokter terlewat memeriksa beberapa hal dari Terrence?

"Terrence, please. Kau tidak mungkin lupa." Mata Kiera mulai berkaca-kaca. Jika Terrence sampai lupa bahwa dirinya adalah suami Kiera, bisa-bisa harapan mereka untuk memulai semuanya dari awal akan hancur.

Sekarang Kiera menyesali semuanya. Dari awal, semua ini salahnya. Kenapa waktu itu Kiera memutuskan untuk kembali ke New York dan meninggalkan Terrence? Seharusnya Kiera bisa lebih dewasa dan menyelesaikan semuanya baik-baik dengan Terrence. Seharusnya Kiera menahan Terrence untuk tidak kembali waktu itu, saat mereka sudah berbaikan. Kiera mengutuki dirinya sendiri, kenapa bisa semua ini menjadi rumit.

Seharusnya kisah cintanya berakhir bahagia, bukan seperti ini.

"Maafkan aku, Mam. Tapi aku tak paham maksud perkataanmu bahwa kau istriku." Kiera menangis, lalu melepas genggaman tangan Terrence.

"Tidak mungkin. Aku akan memanggil dokter untuk mengecekmu lagi. Tidak mungkin." Kiera membekap mulutnya, lalu berdiri dari kursi yang dia duduki dan siap beranjak keluar.

Sebelum Kiera sempat pergi, Terrence mencekal tangannya. Walaupun tidak sekuat biasanya, tetapi itu cukup menahan Kiera untuk tidak pergi dan tetap berdiri di sampingnya.

"Ki..."

"Kau? Kenapa kau ingat namaku? Kau barusan berkata bahwa kau tak ingat aku."

"Aku bercanda."

"Sialan kau, Terrence!" Kiera menghempas tangan Terrence, lalu memilih untuk duduk di sofa yang terletak agak jauh dari ranjang.

Berani-beraninya pria itu! Berani-beraninya dia membohonginya. Kiera sudah mau mati saja rasanya kalau sampai Terrence tak mengingatnya.

"Ki..." Terrence memanggil Kiera untuk datang padanya, tapi karena Kiera sedang kesal dengan pria itu, dia memutuskan untuk mengabaikannya.

"Ki... Aku minta maaf." Kiera melirik sekilas ke arah Terrence, lalu kembali fokus dengan novel yang dia bawa ke rumah sakit untuk menghilangkan rasa bosannya itu.

"Ki..." Kiera bisa mendengar ranjang berdecit, lalu Kiera menoleh dan sekarang dia melihat Terrence yang berusaha bangkit dari ranjang. Apa pria itu sudah gila?! Baru saja tadi dia terbangun dan sekarang dia ingin berbuat apa?!

Kiera meletakkan novelnya, lalu berjalan mendekati Terrence.

"Ki..." Terrence menggenggam tangan Kiera, menatapnya dengan intens, berharap wanita itu menatapnya balik. Oh, God. Terrence gemas dengan istrinya ini.

"Kenapa kau membohongiku? Sudah mau mati saja rasanya jika kau tidak mengingatku." Kiera memukul dada Terrence pelan, tapi pria itu merintih kesakitan.

Mata Kiera langsung menatap Terrence penuh rasa bersalah.

"Maafkan aku, Terrence. Aku tidak bermaksud..." Terrence menarik Kiera sehingga kini wanitanya itu berada dalam pelukannya. Hangat, sanggup menenangkan hati Terrence.

"Maafkan aku jika bercandaku terlalu berlebihan, babe. Tapi kau tahu bukan, bahwa aku tak akan meninggalkanmu sebegitu mudahnya. Tidak setelah aku hampir mendapatkanmu kembali." Terrence membisikkan kata-kata itu tepat di telinga Kiera, membuat jantung Kiera berdebar kencang.

"Kau! Ah, aku benar-benar kesal padamu." Kiera menarik dirinya dari pelukan Terrence, lalu kembali duduk di kursi di sebelah ranjang Terrence. Pria itu membiarkan Kiera melepas pelukannya, tetapi Terrence tetap menggenggam tangan Kiera, seakan-akan tak ingin sedetik pun tak menyentuh Kiera.

"Kenapa pesawatnya bisa kecelakaan?"

"Aku pun juga tidak tahu, babe. Bukan aku pilotnya." Terrence melepas genggaman tangan mereka, mengelus puncak kepala Kiera.

"Kau pasti tidak mengenakan sabuk pengaman, sampai-sampai kau terluka parah seperti ini!" Oh, Tuhan. Wanita ini benar-benar mengenalnya. Terrence memang tidak terlalu suka mengenakan sabuk pengaman saat berada di dalam pesawat karena dia merasa tidak nyaman saja. Terrence tak pernah kepikiran bahwa pesawat yang kemarin dia tumpangi akan ada kendala mesin sehingga terjadi pendaratan yang tidak sempurna.

Selama ini walaupun Terrence tak mengenakan sabuk pengaman, dia baik-baik saja. Di pikirannya pun juga sama saat kejadian itu.

"Tidak, babe. Aku mengenakannya." Kini tangan Terrence berpindah ke pipi Kiera, mengelusnya. Terrence membohongi Kiera, tak ingin wanita itu memarahinya dan mengungkit-ungkit hal ini terus. Apa yang perlu Terrence lakukan adalah untuk tidak melakukan apa yang dia lakukan lagi. Terrence hanya tak ingin Kiera khawatir.

"Lalu kenapa kau tidak berpegangan erat?"

"Karena tidak ada tanganmu yang bisa kupegang erat?"

"Terrence!" Tak terasa pipi Kiera mulai merona.

"Kau lucu sekali, Ki. Ingin aku menciummu."

"Kau baru saja sadar dan sekarang banyak-banyaklah istirahat. Ini bukan waktunya untuk bercanda, Terrence." Mulailah lagi Kiera dengan sifat sok tegasnya itu.

Saat itulah Terrence baru tersadar bahwa di gipsnya terdapat beberapa coretan kecil dengan warna yang berbeda-beda.

Terrence baru saja akan membacanya, tetapi tiba-tiba Kiera berdiri dan menghalangi pandangannya.

"Babe, ini apa? Aku ingin membacanya."

"Tidak. Kau tidak boleh."

"Ki..." Terrence menggunakan kesempatan ini untuk memeluk Kiera dan mendekatkan wajahnya ke wajah Kiera.

Mereka bertatapan beberapa saat sebelum akhirnya Kiera melihat ke arah lain. Kiera berdeham, lalu mulai berkata.

"Itu coret-coretan tidak penting. Abaikan saja." Terrence menggoda Kiera dengan mengintip ke arah gipsnya lagi, tetapi wanita itu langsung menatapnya dengan tatapan mengerikan. Terrence terkekeh sebelum menuruti keinginan Kiera saja kali ini. Lagipula Terrence pasti masih punya banyak waktu untuk bisa membaca tulisan apa yang ada di gipsnya itu. Terrence bisa membacanya saat Kiera tertidur, bukan?

"Ki, bagaimana kabar Elvano?" Kini Kiera bisa bernapas lega saat pria itu mengganti topik pembicaraan mereka.

Jujur saja Kiera malu dengan ulahnya yang mencoret-coret gips Terrence. Kiera benar-benar terlihat kekanak-kanakan. Apalagi yang ditulisnya disana terlihat seperti orang hopeless.

"El baik-baik saja, Terrence. Tapi terkadang dia merindukanmu dan menangis diam-diam di pelukanku. Kelihatannya dia tak mau melihatku ikut bersedih saat dia menangis. Jadi biasanya El hanya rewel dan akhirnya tertidur. Aku sendiri pun tak tega membawanya sering-sering kesini karena kau tak kunjung terbangun." Terrence mengangguk paham dan kini Kiera bisa melihat perubahan raut wajah Terrence.

Terrence merasa bersalah karena dia sudah meninggalkan Elvano dan Kiera terlalu lama, membuat dua orang yang sangat berarti baginya itu sangat cemas.

"Berapa lama aku tak sadarkan diri, Ki?"

"19 hari. Iya, kau meninggalkan kita semua selama itu."

"Maafkan aku."

"It's okay, Terrence. Yang penting sekarang kau sudah terbangun, dan kau harus berjanji kau akan cepat sembuh agar bisa cepat pulang."

"Iya, babe. Aku berjanji." Terrence menarik Kiera kembali ke dalam pelukannya, memberikan kecupan manis di puncak kepala Kiera. Kiera mendongakkan kepalanya, lalu mencium bibir suaminya itu.

Kiera benar-benar merindukan Terrence. Tapi baguslah. Sekarang semuanya sudah baik adanya.

Kiera benar-benar bersyukur dengan ini semua.

Selamat membaca semuanya. Btw novel ini kurang 2 chapter lgi ya. Semoga kalian semua senang saat membaca ini hehehe 💜 Jangan lupa vote + comment + follow ig'ku @ johannahelina_

Dear Ex [CFS #2] (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang