Zara Naulia
"Pagi, Zara! Selamat ya."
Aku hanya bisa tersenyum kaku untuk merespon sapaan salah satu rekan kerja yang baru saja berselisih denganku di lobi. Bukan hanya sekali aku mendapat ucapan selamat begitu. Ketika di dalam elevator pun orang-orang juga mengucapkan selamat padaku. Ketika kutanya selamat untuk apa, mereka hanya tersenyum aneh. Seperti menyembunyikan sesuatu yang aku sudah tahu itu apa.
Harusnya itu adahal hal yang baik, tapi aku merasa aneh, tidak biasa.
"Selamat ya!"
Aku berjengit saat seseorang berteriak dan memukul punggungku dengan keras. Setelahnya aku hanya melenguh, tanpa berbalik pun aku tahu siapa pelakunya. Tidak ada satu pun orang kantor yang akan memberikan efek berdenyut pada pukulannya jika bukan Abel.
Hanya pada Abel saja aku bisa menunjukkan keluh kesahku selama di kantor. "Kenapa semua orang bersikap ramah ke aku?" tanyaku sambil meletakkan tas ke atas meja kerjaku. Kemudian mengeluarkan beberapa barang dari sana sebelum menyimpannya ke dalam lemari.
"Loh? Kan bagus, Ra." Abel mengernyit kebingungan pada pertanyaanku. Aku tidak langsung merespon, tapi menjatuhkan badanku ke kursi bersamaan dengan Abel.
"Apanya yang bagus? Mereka sampai ngucapin selamat segala. Kamu juga, Bel."
Abel yang mulutnya sedang dipenuhi kacang itu menghentikan kunyahannya. "Kamu nggak amnesia mendadak kan?"
Aku merengut mendengar ucapannya. "Amnesia kenapa lagi?."
"Kamu nggak lupa sama calon suami sendiri, kan?" Abel menatapku sangsi. "Selamat ya, kutunggu undangannya." Lalu tersenyum lebar sekali sampai-sampai aku merinding melihatnya.
"Ha?" Aku terkaget-kaget. Namun tak lama, sampai kemudian menghela napas dan menggumamkan 'oh'. Aku teringat dengan pengakuan pura-pura El pada Dimas beberapa hari yang lalu. Sudah bisa dipastikan, Dimas pelaku di balik tersebarnya gosip bahwa aku sudah memiliki pasangan. Jika bukan, siapa lagi? Hanya ia satu-satunya orang kantor yang mendengar itu.
Abel tiba-tiba memukul lenganku dengan ekspresi gemasnya. "Ceritain dong, kok bisa cowok itu berhasil melelehkan kutub esnya seorang Zara Naulia," ujarnya dibuat-buat dramatis.
Daripada tersipu dengan ucapan Abel, aku justru tidak menduga bahwa kebohongan El kemarin memberi efek yang melebihi ekspektasiku. Terlebih tentang Dimas, tidak pernah terpikir olehku jika ia akan menceritakan itu pada rekan kerja yang lain. Namun, benarkah rumor itu tersebar karena Dimas?
"Ra! Ceritain dong!" pekik Abel saat aku terlalu lama terdiam.
"Dapat kabar dari mana kalau aku punya calon suami?"
Abel mengerutkan dahi sampai kedua alis tebalnya tertaut. Melihat reaksinya itu membuatku berpikir, apa aku salah bertanya?
"Katanya calon suami kamu yang ngomong langsung ke Dimas. Kasian tuh galau dia."
Aku menggaruk pelipisku yang tidak gatal. Benar rupanya Dimas adalah penyebab rumor itu tersebar. "Kamu percaya?"
"Itu ... iya?"
Aku menghela napas. Rumor ini tidak bagus meski sebenarnya agak menguntungkanku. Orang-orang jadi lebih ramah. Terlebih mereka yang segender denganku. Abel sudah menikah padahal usianya dua tahun lebih muda dariku. Bersama dengan wanita-wanita bersuami lainnya, ia tidak menganggapku saingan seperti yang lain. Sayangnya di kantor ini terlalu banyak karyawan dengan usia kisaran dua puluhan dan belum menikah.
Sepertinya insiden aku menolak Dimas terang-terangan waktu itu membuat mereka kesal padaku entah karena apa. Namun, meski situasi sekarang sudah berbalik, aku masih tidak bisa menerimanya. Terlebih penyebabnya adalah sebuah kebohongan. Meski secara teknis, kelak El akan jadi suamiku, tapi tetap saja caranya salah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwined [✔]
ChickLit[Completed][First Draft] Zara dan Rafael adalah dua orang yang bertemu kembali dengan sebuah kesepakatan untuk saling membersamai, hingga mencapai satu tujuan bersama, yaitu sebuah pernikahan. Namun, mereka berdua adalah dua orang yang tak sejalan d...