57 - The Tension

853 88 2
                                    

Zara Naulia

"Kami teman sekampus dulu. Tapi baru benar-benar dekat beberapa bulan yang lalu."

El baru saja memperkenalkan aku kepada keluarganya. Ada orangtuanya, dua kakak perempuan dan satu orang adik laki-laki. Sekarang aku tahu kalau El memiliki tiga saudara. Padahal awalnya kupikir ia hanya memiliki satu orang kakak atau satu orang adik.

"Kalian baru dekat beberapa bulan, tetapi udah yakin akan menikah?" Tante Rena bertanya, ibunya El.

Senyumku tidak luntur sejak tadi meski perasaanku sangat tidak nyaman. Semua orang menatapku ramah, tetapi Tante Rena memberiku tatapan menilai. Aku merasa beliau sudah memiliki standar, dan aku belum memenuhi standar tersebut. Di sebelahnya ada Daria yang berdiam sembari memainkan jarinya. Kami duduk berseberangan, dan aku beberapa kali menemukan dirinya berusaha menghindar bertatapan denganku.

"Rasa nyaman nggak datang setelah kita mengenal seseorang bertahun-tahun, Ma," balas El dengan tenang.

"Mama ini gimana? Anak kita udah serius kayak gitu harusnya didukung, dong. Kayak kita dulu, baru kenal tiga bulan, udah menikah. Dari tadi mama pertanyaannya selalu menyudutkan salah satu pihak. Itu nggak baik, Ma." Kali ini ayahnya El yang bicara.

"Tapi, Pa, kemarin dia juga bilang begitu waktu bawa Daria ke rumah. Sekarang coba lihat," ujar Tante Rena seraya merangkul Daria. Pemandangan itu membuatku sedikit iri. "El malah mengakhiri hubungannya dengan Daria. Mau berapa orang lagi yang dia sakiti?"

Aku langsung melirik El yang duduk di sebelahku. Ia tersenyum manis pada Tante Rena, tetapi matanya menunjukkan kekecewaan yang besar. Aku tahu, El bukan tersangka utama berakhirnya hubungan mereka berdua. Terlebih lagi Daria adalah cinta pertamanya–berapa kali pun aku mengingatnya, hatiku terus merasa tercubit.

Kemudian aku menatap Daria. Ia sama sekali tidak berniat untuk mengklarifikasi bagaimana hubungan mereka berakhir. Aku ingin sekali membantu El, tetapi aku sadar itu bukan masalahku untuk ikut campur.

"Ma, kenapa nggak minta dia cerita kenapa kami sampai berakhir?"

Atmosfer di ruangan ini sangat dingin. Maksudku, hubungan El dan Tante Rena bahkan tidak sebaik yang kupikirkan selama ini. Sejak tadi, beliau tampak tidak menyukai apa pun yang dikatakan El. Lalu bagaimana jika beliau tidak menerimaku?

Aku menunduk. Dari kemarin aku sudah tidak bisa tidur karena memikirkan tentang keberangkatan kami ke rumah El. Aku tidak lagi cemas akan acara di kantorku karena aku meminta tolong pada Pak Jared untuk mencarikan penggantiku. Sebab bertemu keluarga El saja sudah mengambil alih seluruh pikiranku. Sampai sempat terpikirkan untuk batal pergi.

Dan perasaan tidak enak itu terjawab sekarang. Aku dan keluarga El, sama-sama tidak siap dengan pertemuan ini. Aku menyebutnya begitu karena sudah pasti hal ini juga terlalu mendadak bagi mereka. Seandainya ada komunikasi antara El dan orangtuanya sebelum hari ini, mungkin topik seperti ini tidak akan dibicarakan.

"Daria, bisa jelaskan?"

Suasananya mendadak menegangkan bagiku. Terlebih ketika Daria tampak memucat setelah Tante Rena memintanya bicara. Bahkan, ia tampak kaget karena tidak tahu harus berkata apa. Semua mata tertuju padanya saat ini dan aku tiba-tiba merasa kasihan padanya.

"Mungkin momen ini terlalu mengejutkan bagi kita semua, Ma," ujar El sedikit mencairkan suasana. "Daria bisa menceritakan yang sebenarnya pada Mama nanti," sambungnya. Bolehkah aku menyebut kalau El sedang berusaha melindungi Daria saat ini?

"El benar. Ini terlalu mendadak untuk kita semua. Apa lagi ada Zara di sini, dia pasti lelah karena perjalanan jauh." Ayah El benar-benar pria yang baik. Beliau tampak ramah sampai aku berpikiran buruk tentang apa yang akan terjadi selanjutnya jika tidak ada beliau di sini. "Naya, sebaiknya kamu antarkan dulu Zara ke kamarnya."

Intertwined [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang