28 - Rasa yang Aneh

1K 97 1
                                    

Zara Naulia

Rafael L - Besok jam 8 berangkat. Mau dijemput?

ZaraNaul - Nggak perlu, El

Pesan terkirim. Aku meletakkan kembali ponselku di atas meja dengan posisi terbalik. Sengaja agar aku tidak melihat pemberitahuan apa pun yang masuk di ponselku. Aku kembali menikmati spaghetti yang tadi kumasak bersama Rosetta. Sementara Rosetta sendiri sudah menghabiskan miliknya dan sekarang ia menikmati keripik yang biasa kubeli.

"Siapa yang ngechat sampai mukamu kecut gitu?" tanyanya.

Aku merespons pertanyaan Rosetta dengan kerutan di dahi. Rosetta terkadang berlebihan sekali menanggapi apa-apa yang ia lihat. Padahal aku yakin tidak ada yang berubah dari air mukaku. "Biasa aja," sahutku kemudian.

Malam ini ia menginap di rumahku dengan alibi agar aku tidak bisa menolak untuk tidak pergi. Padahal, dari awal aku memang berniat untuk ikut. Lumayan refreshing. Sudah beberapa bulan aku tidak berpergian ke mana-mana. Sedangkan suaminya, Sam, menginap di rumah El bersama teman-teman kami yang lain. Keduanya sama-sama menumpang karena sejak menikah, mereka tinggal di luar kota.

Kami sudah selesai berkemas sejak dua jam yang lalu dan sekarang menonton TV di ruang tengah bersama. Lebih tepatnya, TV yang menonton kami mengobrol. Acara di TV kurang menarik sampai kami terlarut dalam cerita satu sama lain.

"Siapa, sih, yang nge-chat?" tanya Rosetta lagi sambil mengulurkan tangan ingin meraih ponselku. Namun, aku bergerak jauh lebih cepat. Begitulah Rosetta kalau sudah sangat penasaran.

Aku menyembunyikan ponselku di bawah bantal sofa yang sedang kupangku sekarang. Kemudian menguncinya dengan menumpukan siku di sana agar wanita yang baru menikah tiga bulan lalu itu tidak dapat mengambilnya.

Rosetta memutar kedua bola matanya malas. Aku tahu kalau itu artinya dia menyerah. Sebab, sekeras apa pun ia membujukku, jika aku sudah menolak, berarti tak akan berubah. Walau akhir-akhir ini keras kepalaku itu berhasil diruntuhkan oleh El.

Ini keterlaluan, harusnya aku menikmati momen kebersamaanku dengan Rosetta. Bukan malah kepikiran El.

"Ra, hubungan kalian gimana?" Rosetta menanyakan hal lainnya.

"Hubungan sama siapa?" Aku balas bertanya. Harusnya ia menanyakan sesutu yang lebih spesifik. Karena aku yakin tidak berhubungan dengan siapa pun akhir-akhir ini.

"Sama El, dong. Gimana, gimana?" Rosetta tampak sangat antusias untuk mendengarkan meski aku belum berniat untuk menceritakannya.

Rosetta orang yang pendiam dan pemikir. Meski tidak banyak bicara, sebenarnya ia sering kali memperhatikan kami diam-diam. Sifat ini sebenarnya cukup sama denganku. Bedanya, aku tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sepertinya.

"Oh." Aku merespons ogah-ogahan. "Biasa-biasa aja. Masih lanjut." Kendati tak ingin membahasnya, aku bisa merasakan wajahku memanas. Aku membuang muka, sebagai antisipasi agar Rosetta tidak mengejekku kalau memang wajahku memerah.

"Yakin biasa aja? El itu romantis lho, Ra. Masa kamu nggak ngerasain sensasi apa-apa gitu?"

Aku mengerutkan dahi walau ia tidak bisa melihatnya. Romantis apanya? Membayangkannya saja sudah membuatku geli sendiri. Meski begitu, aku tidak bisa menampik bahwa berada di pelukannya membuatku merasa nyaman.

"Nggak ada apa-apa. Biasa aja," sahutku seraya menjauhkan diri dari Rosetta yang mulai menempeliku. "Ros, sesak," protesku sambil mendorongnya menjauh. Aku bergerak hati-hati agar piring spaghetti di tanganku tidak terjatuh.

Intertwined [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang