3T ~ Pengakuan

1.5K 99 0
                                    

           "Ri, beli baju kembaran yuk." Teresa sumringah dengan cengirannya ketika melihat deretan baju dengan model yang sama.

"Lo aja yang beli." jawab Tari sibuk menggeser-geser layar ponselnya.

"Liat dulu dih, lo mah." Teresa menurunkan tangan Tari yang memegang ponsel.

"Yaudah iya." jawab Tarina segera mengangkat ponselnya kembali.

"Lo suka yang warna apa?" tanya Tere.

"Yang lo pilih aja." sahut Tarina memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.

"Gue item, gue item, item, gue yang item!!!"

Super heboh, Taraga datang dan langsung mengambil salah satu hanger bergelantung baju berwarna hitam di tangan Teresa.

"Untung sadar diri kalo lo item." sahut Tere memilih opsi warna lain untuk Tarina.

"Item pala lo peyang, kalian berduanya aja yang mandi skincare tiga kali sehari, udah kaya minum obat." omel Taraga.

"Sorry sorry, tadi dia lupa minum obat." Tarina tersenyum kikuk pada dua gadis yang juga memilih baju di dekat mereka.

"Fix, besok gue oplas." Teresa meringis kemudian ia memeluk lengan Tarina dan mengajaknya pergi untuk segera mencari belanjaan lainnya.

"Patil lele sialan lo, gue abang lo ya." ucap Taraga menyusul.

"OK, kalo gitu abang yang bayarin shopping kita Re, lo pilih deh yang mana aja." tutur Tarina membuat Taraga melotot.

"Apa?!! Lo kan abang?" ucap Tarina.

"Iya, iya, beli aja yang banyak, abang yang bayarin,"

"Untung gue bawa kartu kredit." bisik Taraga setelahnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


       "Kita belum pernah ngomong serius setelah kejadian mama-papa,"

Suasana di meja salah satu kafe, mendadak hening seusai Tarina membuka topik yang sangat sensitif.

"Gue minta maaf kalo selama ini ngeselin." ucap Tarina.

"Dan thank you karena udah hadir buat gue di saat gue bener-bener ada di titik terbawah." lanjut Tarina.

"Ciih, lo telat sad-"

Taraga mendadak bungkam ketika Teresa menatapnya dengan tajam.

"Harusnya gue yang minta maaf, gue yang paling manja di antara kalian, gue yang sering bikin kalian berantem," Teresa tersenyum ketir dengan pandangan tertunduk.

"Dan, makasih banget, buat perhatian kalian, gue sadar sepenuhnya kalo kalian perduli banget sama gue." ucap Teresa.

"Makasih karena kalian udah lahir sebagai kembaran gue." Tarina dan Teresa menoleh pada Taraga.

Yang ditatap hanya tersenyum simpul.

"Makasih karena kalian udah ngisi hidup gue belasan tahun terakhir." ucap Taraga.

"Lo banyak salah sama gue, sama Tarina apalagi." potong Teresa.

"Tapi gue gak mau minta maaf buat itu," cengir Taraga kemudian.

"Dosa lo, abang biadab." tukas Tere.

"I love you, ma twins." jawab Taraga terkekeh bersama Tarina.

***

         "Tar, nepi dulu!" ujar Teresa yang duduk di kursi penumpang sebelah Taraga yang tengah mengemudi.

"Kenapa??" tanya Taraga menepikan mobilnya dengan hati-hati.

"Mau kemana, Re?" tanya Tarina saat Teresa berlari keluar dari mobil.

"Tere, Teresa!" panggil Taraga juga melepas sabuk pengamannya, dan turut keluar.

"Toko bunga?" Tarina mengernyit ketika ia baru turun dari mobil.

Sedangkan Taraga sudah berlari mengejar Teresa.

"Lagi nge-gap-in Adevin berduaan sama cewek kali ya?" cicit Tarina dan mulai melangkahkan kakinya ke toko bunga itu.

Tidak ada kericuhan.

Tidak ada suara bertengkar.

Tidak ada suara tamparan.

Senyap, layaknya toko bunga biasa.

Hanya terdengar suara tawaran nama-nama bunga.

"Makasih ya, kak." ucap Teresa sekarang mendekap dua karangan bunga berwarna putih.

Kemudian Teresa berjalan bersama Taraga, "Lo mau gue beliin juga?" kekeh Taraga.

"Yang ini yah." tunjuk Tarina pada sebuah buket bunga seruni beragam warna.

"Yaudah, mana lagi?" Tanya Taraga.

"Lo serius?" Tarina memicingkan matanya.

"Ck, gak percayaan banget sih, buruan, biar lo gak nyesel nanti."

"Pilih yang paling lo suka, gue bayarin." ucap Taraga.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

         Taraga merangkul kedua kembarannya yang sama-sama memeluk buket bunga.

"Mau kem-"

Tarina terbungkam.

Dadanya tiba-tiba menjadi sesak.

Air matanya siap meluncur, ia menoleh memastikan sekitarnya.

Benar, itu lingkungan makam kedua orang tuanya.

Teresa memeluk lengan Tarina.

"Kita belum pernah ke sini bertiga." ucap Teresa menguatkan.

Tarina memeluk Teresa, tak kuasa menahan tangisnya.

Taraga mengambil alih buket-buket dari kedua kembarannya, kemudian ia memeluk kedua kembarannya yang menangis.

"Udah, jangan nangis di sini, gak mau bikin papa mama ikutan nangis kan?" ucap Taraga berniat menenangkan namun tangis kedua kembarannya malah makin menjadi-jadi.

"Sial, gue ikutan nangis kan kalo gini." bisik Taraga diam-diam mengusap air matanya.

"Nangis hikss ... nangis aja kali, hikss hiks." kata Teresa melepas pelukannya sambil sesenggukan.

***

Nangis berjamaah dulu🤟
Maapkeun agu baru up sekarang🤣🤣 soalnya minggu lalu aku bikin work baru yang lagi kebut update judulnya :

⭐'Selamat Siang dari Pluto'⭐

Kalo kalian tertarik, cek profile aku yak✌ sekalian promot🤭🤭
Meskipun belum dua minggu tapi udah banyak banget kok chapter🤣





Dengkiu~🤟

TRIPELTI : Welcome Home [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang