3T ~ Pengorbanan

993 61 2
                                    

        "Tante pengen tanya aja, Teresa masih sayang banget gak sama Adevin?" ulang Violin yang state ini telah meletakkan alat makannya di atas piring.

Melihat ketegangan ini Teresa pun turut meninggalkan garpu dan pisau yang di pegangnya, "Agak aneh sih tante kalo Tante Vio tanya hal yang gak sebenernya gak perlu Tere ungkapin, jelas Tere sayang banget lah tante sama Adevin." kekeh Teresa memaksakan senyumnya.

"Bener Tere sayang sama Adevin?"

Agak jengah bagi Teresa sebenarnya, namun ia kembali mengangguk semangat.

"Boleh tante minta tolong kamu jauhi Adevin?"

Ttttaaar!!

Gelombang panas seolah merayap dari pusat kepala Teresa hampir ke seluruh bagian tubuhnya. Wajahnya sudah tidak lagi terasa panasnya, ia seolah akan meledak mendengar pernyataan itu.

"Tante minta tolong sekali Tere, kalo memang kamu sayang dan cinta sekali sama anak tante, tolong jauhi Adevin."

Dalam sekali gerakan Teresa menunduk demi membiarkan air matanya menetes, ia tak ingin mengalirkan air bening itu di sepanjang pipinya. Ia hanya ingin tetesan itu langsung terjun tanpa mengenai kulit wajahnya.

"Huufh." usai menangkan hatinya sebentar, Teresa kembali mengangkat wajahnya. "Kalau Tere boleh tau, kenapa tante baru bilang ini setelah lebih setahun Tere pacaran sama Adevin?"

Teresa mengeraskan kelopak matanya demi tak terlihat menyedihkan karena menangis hanya dengan dua kalimat yang mama Adevin lontarkan.

***

Depin🖤

Adevin, sorry aku pulang
Selesai dinner sama Tante Vio tadi
Lupa kalo besok ada riset kelompok

Llah
Sekarang dimana?
Aku anterin ya
Kok gak nunggu aku sih babe?
Babe, read dong
Kamu dimana sekarang?
Aku susulin ya

Gausah, gapapa
Udah mau sampe
Sorry

Kok sorry sih
Kenapa gak bilang aku dulu?
Aku bisa balik cepet dari kampus buat anterin kamu pulang
Sekarang udah sampe mana?
Kalo udah di apartment kabari ya?
Sorry banget aku gak bisa anter


.
.
.
.
.


         Teresa hanya membaca pesan itu melalui notifikasi saja. Ia sudah tidak memiliki nyali lebih banyak untuk menjawab pesan Adevin.

Dunia mau coba buat bermain-main soal hati sama gue? dengan tatapan nanar Teresa menatap kilau keemasan lampu kota yang berjajar lewat jendela trem yang ia naiki.

"Belakangan ini banyak omongan gak bener soal keluarga saya, dengan hubungan kalian, dianggaplah keluarga saya parasit keluarga kamu,"

"Saya senang ada yang mencintai anak saya sepenuh hati, tapi sebagai keluarga, saya juga tidak ingin membenarkan soal rumor itu."

"Tolong, saya benar-benar minta tolong Teresa, jauhi Adevin, saya tidak ingin Adevin dan keluarga saya terlihat seolah tergantung dengan keluarga kamu."

Satu lagi denyutan nyeri yang terasa mencubit ulu hati Teresa. Ia memejamkan matanya kuat-kuat demi menahan air matanya yang meronta ingin keluar.

Tiingtiriiriiiring

Depin🖤 is calling...

Ingin rasanya Teresa membanting ponselnya sekarang juga agar tak melihat nama itu lagi di tampilan ponselnya.

Trem berhenti dan saatnya untuk Teresa turun, ia kemudian menghentikan sebuah taxi untuk melanjutkan perjalannya menuju apartment.

Sebelum ia mendarat duduk di kursi taxi, satu panggilan masuk kembali menampilkan nama Adevin di sana. Tere segera menonaktifkan ponselnya dan melemparnya ke tong sampah yang tak jauh di sampingnya.

Sorry Vin, kita sampe sini aja. Cuma ini yang bisa aku lakuin.

Seusai menyebutkan alamatnya pada sang pengemudi taxi, Teresa memilih untuk melihat setiap sudut kota di malam hari.

***

       'Bip'

"Siapa tuh?" bisik Tarina yang bergelung di balik selimutnya sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

Ia melirik jam yang berdiri di nakas sebelah, pukul 10:49 PM.

"Tari? Sayang, udah tidur belum?"

"Kenapa Ken?" sahut Tarina begitu mendengar suara Kenan yang sepertinya tepat di depan pintu kamarnya.

"Babe, aku boleh masuk gak?" tanya Kenan. Tak ada jawaban dari Tarina. Permission approved. Kenan memutar kenop pintu kamar Tarina.

"Masih nugas?" tanya Kenan kemudian duduk di bibir kasur Tarina. Gadis itu mengangguk singkat.

"Adevin nelfon aku, katanya Teresa balik sendirian, dia belum sampe? Katanya nelfon kamu tapi kamu gak aktif." ucap Kenan sambil menyalakan lampu kamar Tari yang tadinya hanya mendapat cahaya remang dari lampu tidur.

"Katanya mau di sana malem ini? Ada mama Adevin kan?" ujar Tarina mengulurkan tangannya untuk meraih ponselnya di meja sebelah. Kenan berinisiatif untuk memegang laptop Tarina saat sang empunya berusaha meraih ponselnya.

"Low battery." tunjukkannya pada Kenan.

"Charger nya di mana?" tanya Kenan setelah mengambil alih ponsel pink itu dari Tarina.

"Deket sofa, emangnya Adevin ke mana? Kenapa Teresa bisa balik sendiri?" tanya Tarina ikut turun dari kasurnya saat melihat Kenan yang kesulitan mencari charger nya.

"Tadi Adevin ke kampus bentar, Tere bilang besok ada riset gitu, jadi dia balik cepet." tutur Kenan yang menerima charger dari Tarina.

"Adevin bilang, HP Tere gak aktif setelah terakhir dia telfon beberapa menit lalu, Adevin niatnya udah mau nyusulin Tere, tapi vertigo Tante Vio lagi kambuh katanya." lanjut Kenan yang masih setia menunggu ponsel Tarina menyala.

"Taraga ke mana?" tanya Tarina.

"Ada, tidur. Udah biarin aja, kasian. Kayanya Tara kecapean." ucap Kenan memperhatikan Tarina yang ikut penasaran dengan pesan-pesan yang Adevin kirimkan.

"Coba telfonin Adevin lagi dong, Ken." pinta Tarina.

"Gak diangkat, lagi ngurusin mamanya kali, aku tau sendiri gimana Tante Vio kalo lagi kambuh vertigonya.

Mengetahui kenyataan itu kembali membuat Tarina menggigit bibirnya, khawatir.

***

I'm back🧡


3:35 PM
1

2/05/2020


TRIPELTI : Welcome Home [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang