Perempuan dengan baju pasein itu termenung menatap gumpalan awan di balkon rumah sakit. Wajahnya pucat, tanpa make up. Kepalanya tertutup oleh kupluk rajut yang sedikit kebesaran. Bibirnya tersenyum, kala melihat segerombolan burung walet melintas di depannya.
Tiba-tiba pandangannya jatuh ke bawah. Melihat banyak sekali orang-orang yang sebaya dengannya melintas. Mereka menggunakan baju seragam yang seharusnya sekarang di pakai olehnya.
"Luna, ayo masuk nak. Minum obat dulu yuk." ajak seorang suster kepada perempuan itu.
Perempuan itu tersenyum kecut. "Luna bosen minum obat."
Suster itu tersenyum maklum, ia juga mengusap perempuan bernama Luna itu. "Tidak boleh berbicara seperti itu, kamu mau sembuh, 'kan?"
"Luna mana bisa sembuh," ucap Luna dengan senyum yang menghiasi bibirnya.
"Luna pasti sembuh, Luna anak yang kuat. Luna pasti sembuh." ucap suster itu memberi semangat kepada Luna.
Luna terdiam, ia menurut saja. Ketika suster itu memapahnya untuk masuk kedalam ruangan. Luna duduk di tepi ranjang rumah sakit. Perempuan itu memperhatikan suster yang sedang menyiapkan segala macam obatnya.
"Mama, nggak kesini Sus?" tanya Luna menatap penuh harap kepada suster. Pergerakan suster terhenti, suster itu menatap Luna.
"Bukannya nggak kesini, tapi belum kesini." ucap suster mengoreksi perkataan Luna.
Luna menghembuskan nafasnya. "Tapi sama aja, Mama nggak akan kesini."
"Bahkan, Luna yang sebentar lagi mau mati aja. Mama nggak perduli," ucap Luna menatap lurus ke depan.
Suster hanya diam, ia tidak mampu berkata. Lalu pikiran sang suster teringat dengan kejadian beberapa menit lalu.
"Luna, ada sebuah bucet Bunga untuk kamu. Sebentar ya," ucap suster memberikan sebucet mawar merah kepada Luna.
"Dari siapa?"
"Seorang lelaki tampan," jawab suster tersenyum ceria.
Luna mengkerutkan keningnya. Perempuan itu mengambil bucet yang di berikan oleh suster. Dan melihat ada sebuah kartu ucapan. Sudut bibirnya tertarik. Bunga ini dari orang yang sangat ia cintai.
"Buang saja bucet ini, Sus." ucap Luna lalu memberikan bucet itu kepada suster.
"Kenapa di buang?" tanya suster. "Luna tidak suka?" tanya suster lagi.
"Luna suka mawar, tapi Luna nggak suka. Karna bunga itu dari Regan." jawab Luna.
Tidak. Luna tidak membenci Regan. Hanya saja Luna tidak mau, jika nanti Regan tau kalau Luna menerima bunga itu. Regan akan berharap lagi kepadanya. Ragan lelaki baik, tampan dan ia bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari Luna. Yah, perempuan baik yang tidak sakit-sakitan seperti dirinya.
****
"Njir, lo beneran di kasih coklat sama kak Regan?" tanya Lala menatap Pitaloka.
"Iya, tau tiba-tiba ngasih coklat gitu aja." jawab Pitaloka, seraya mengulir bukunya.
"Cie, seneng nih yee." ledek Lala, mencolek dagu Pitaloka.
"Apaan sih La, biasa aja kok." jawab Pitaloka tidak terima.
"Tapi aneh deh La, masa di balik bungkus coklatnya ada nama Laluna Ranisya." ucap Pitaloka menatap sahabatnya, Lala.
"Laluna Ranisya? Wah siapa tuh?"
"Gue juga nggak tau siapa." jawab Pitaloka. Lala menyenggol lengan Pitaloka, membuat perempuan itu menatap Pitaloka.
"Apaan sih, La?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jupi Story ✔
Teen FictionJupiter Auriga Semesta, sangat senang ketika ia kembali bertemu dengan Cinta pertamanya. ketua Osis SMA Galaksi itu tidak akan (lagi) melepas perempuan yang sama sekli tidak bisa di lupakan. "Pitaloka, selamanya lo akan tetap sama gue! selamanya!!"...