Pitaloka menatap bungkusan plastik di tangannya. Lalu menatap Lala ragu. Gadis itu melangkah, namun balik lagi membuat Lala gemas sendiri. "Buruan tunggu apa lagi," bisik Lala, membuat Pitaloka berdecak kesal.
"Pit, cepat!" desak Lala. Sekali lagi Pitaloka menarik nafasnya kasar, lalu berjalan melangkah kearah Piter yang sedang duduk bersama teman-temannya.
"Piter.... " lirih Pitaloka membuat lelaki yang sedang tertawa bersama teman-temannya itu menatap ke arah Pitaloka.
Piter mengkerut kan keningnya bingung. "Weh, yang di samperin pacarnya... " ejek salah satu teman Piter.
"Apaan sih kalian," ucap Piter sedikit sewot. Hal itu membuat Pitaloka menurunkan bahunya.
"Kenapa?" tanya Piter terkesan dingin.
"Eum, ini gue mau kasih makanan.... " lirih Pitaloka membuat Piter mengerutkan keningnya.
"Tumben," ucap Piter.
"Emang gak boleh ngasih ginian?" tanya Pitaloka hati-hati. Piter tidak menjawab, lalu mengambil makanan itu.
"Mau gue temenin makannya?" tanya Pitaloka, lagi Piter mengerutkan keningnya.
"Gak usah," ucap Piter, Pitaloka diam.
"Kalau gitu gue ke kelas dulu," ucap Pitaloka berbalik arah dan pergi meninggalkan Piter.
Pitaloka berjalan lalu ketika sudah di bersama Lala ia mengintip di balik tembok. Hatinya sakit begitu saja, ketika melihat Piter memberikan makanan tersebut kepada teman-temannya. Yah, makanan yang di berikan oleh Pitaloka di berikan begitu saja kepada temen-temen Piter.
"Pit... " ucap Lala menatap Pitaloka yang sedang memejamkan matanya.
"Arghhh, tau!" kesal Pitaloka lalu berlari tak tantu arah. Lala ingin berteriak memanggil nama Pitaloka. Namun, Pitaloka sudah terlanjur jauh.
****
Pitaloka duduk, menatap rumput hijau di depannya. Panasnya matahari tidak ia hiraukan. Di tambah dengan semilir angin yang mampu menyejukkannya. Pitaloka diam, menikmati rasa perih di dadanya. "Gue kenapa sih?" gumam Pitaloka mengusap air mata yang tiba-tiba meluncur begitu saja.
"Sialan!" umpatnya, masih menghapus air mata yang semakin deras mengalir. Beberapa memory tentang dirinya dulu, berputar jelas di pikirannya.
"Apa ini, yang dulu di rasakan oleh Piter? Apa gue salah?" gumamnya, menyandarkan kepala pada sandaran kursi.
Pitaloka pernah menyiram Piter dengan segelas jus miliknya. Itu dulu, sewaktu mereka masih SMP. Pitaloka ingat betul kejadian itu, di mana Piter mengajaknya untuk pulang bersama. Namun, karena Pitaloka yang benar-benar risih. Membuat gadis itu menyiramkan segelas jus yang baru saja ia pesan.
Entah kenapa, hari itu tak menggentarkan semangat Piter untuk terus mendekati Pitaloka. Meski sudah di siram oleh segelas jus, dan di caci maki di depan umum, masih saja Piter mendekati Pitaloka. Pitaloka terdiam, ketika mengingat semua kejadian itu. Apa ini karma? Karam untuk dirinya?
"Apa benar? Piter cuma main-main sama gue?" tanya Pitaloka pada dirinya sendiri.
"Apa dia mau balas dendam karena perlakuan gue dulu?" Pitaloka masih menerka-nerka apa yang di inginkan oleh Piter kepada dirinya.
"Apa pun itu, lo udah berhasil buat nyakitin gue Piter. Lo udah berhasil, matahin cinta yang baru tumbuh ini... " lirih Pitaloka menatap langit biru di depannya.
***
"Pit lo dari mana? Lo bolos pelajaran bu Sumi," ucap Lala, saat Pitaloka tiba di sekolah.
Pitaloka hanya melirik sekilas Lala. "Pit? Kenapa?" tanya Lala. Tanpa menjawab, Pitaloka mengambil tasnya, lalu berjalan meninggalkan Lala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jupi Story ✔
Teen FictionJupiter Auriga Semesta, sangat senang ketika ia kembali bertemu dengan Cinta pertamanya. ketua Osis SMA Galaksi itu tidak akan (lagi) melepas perempuan yang sama sekli tidak bisa di lupakan. "Pitaloka, selamanya lo akan tetap sama gue! selamanya!!"...