38|| Titik Terang

469 78 7
                                    

Kondisi Luna saat ini benar-benar kritis. Semua orang mengkhawatirkan kondisi Luna. Piter memeluk Pitaloka mencoba menenangkan gadis itu. "Pit, berdoa aja. Yakin, kalau Luna baik-baik aja," ucap Piter.

"Hiks... Kenapa di kondisi seperti ini gue baru tau kalau Luna Kakak gue. Kenapa gak dari dulu... Hiks... Hiks... " ucap Pitaloka di sela isak tangisnya.

"Udah takdir Tuhan seperti itu Pit," ucap Piter seraya mengusap bahu Pitaloka.

Sementara itu, terlihat Arga tengah sibuk mondar-mandir dengan ponsel di tangannya. Di sebelah Arga ada Agnes,  Mama Pitaloka yang juga menenangkan Arga.

Dan Regan, ia hanya duduk lesu. Dengan secercah harapan. Dia berharap ia di beri kesempatan untuk menjaga Luna sekali lagi.

Dari ujung koridor, terlihat seorang wanita menggunakan kursi roda berjalan kearah mereka. wanita itu bukan wanita muda lagi. Umurnya sepantaran dengan Agnes, Mamanya Pitaloka.

Arga terdiam begitu melihat wanita itu. Begitu juga dengan Agnes. "Winda... " ucap Arga berlutut di depan wanita tersebut.

"Apa kabar, Mas?" tanya wanita bernama Winda tersebut.

Arga tidak menjawab, kedua matanya mengamati wanita di depan matanya. Winda menggunakan baju pasien, dengan kepala yang di tutupi kupluk rajut.

"Kamu sakit?" tanya Arga. Winda tersenyum tipis.

Tangannya mengusap tangan mantan suaminya. "Aku sudah lama mengidap penyakit kanker payudara."

"Kamu gak pernah beri tau aku," ucap Arga.

"Sengaja. Setelah perceraian kita, aku fokus pada pengobatan aku. Aku gak pengen ngerepotin kamu, apalagi Luna, " ucap Winda jujur kepada Arga.

"Kenapa? Apa ini salah satu alasan kamu mau bercerai dengan aku?" ucap Arga.

Winda mengangguk. "Waktu itu aku ingin mempertahankan semuanya. Karena aku tidak mau Luna tersakiti. Tapi ketika aku di vonis kanker payudara. Aku berubah pikiran. Aku tidak mau membuat kamu dan Luna repot. Repot mengurusi wanita penyakitan seperti aku."

"Harusnya kamu tidak melakukan ini Winda. Kami berhak tau," ucap Arga memegang kedua bahu Winda. "Apa kamu tau? Kondisi Luna sekarang? Dia... "

"Aku tau, makanya aku ke sini. Aku ingin berbicara kepada Mas dan.... Agnes," ucap Winda seraya mengalihkan pandangannya menatap ke Agnes.

"Saya Mbak? Tapi saya... "

"Iya kamu, sebentar saja," ucap Winda memotong ucapan Agnes.

Agnes menatap Arga, Arga mengangguk. Arga pun mengambil alih untuk mendorong kursi roda Winda. Dan Agnes pun berjalan mengikuti mereka.

"Ternyata urusan orang dewasa lebih rumit ya," cetus Piter yang sedari tadi memperhatikan mereka.

Pitaloka diam, Piter yang merasa tidak mendapat jawaban dari Pitaloka pun, mendongak kearah gadis di sebelahnya itu. "Lah ngelamun," ucap Piter.

Pitaloka mendongak, ia menatap Piter. "Lepasin tangan lo! Enak aja main rangkul-rangkul," ucap Pitaloka mencoba melepaskan tangan Piter di bahunya.

"Eh ketauan," ucap Piter cengengesan.

Pitaloka hanya memberi tatapan tidak bersahabat kepada Piter.

****

Di taman rumah sakit, Agnes dan Arga duduk di kursi taman. Sementara Winda duduk di kursi rodanya dengan menatap mereka berdua.

"Ini semua salahku Winda. Bukan salah Agnes. Bahkan, Agnes tidak tau kalau aku sudah punya istri," ucap Arga memulai obrolan.

"Aku tau Mas, kamu dan Agnes dulu pernah berpacaran. Tapi gak pernah dapat restu dari Ibu. Makanya kalian putus, dan kamu di jodohkan dengan aku. Lalu, kalian bertemu dan kamu menikah dengan siri dengan Agnes."

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang