26 || Restu Orang Tua

534 82 2
                                    

Piter mematikan mesin mobilnya. Lelaki itu mendongak menatap Pitaloka yang berada di sebelahnya. "Istirahat, ya," ucap Piter mengusap kening Pitaloka.

Pitaloka tersenyum, lalu memegang tangan Piter yang yang berada di pipinya. "Lo juga. Jangan begadang, gak baik buat kesehatan," sahut Pitaloka.

Piter tersenyum, menarik kepala Pitaloka untuk mencium keningnya. "Iya, sayangku," balas Piter.

Pitaloka bersiap untuk turun dari mobilnya. Namun, Piter mencegah. "Maafkan sikap Mami, atau sikap Papi. Yang buat lo gak nyaman, ya," cetus Piter.

Pitaloka hanya mengangguk, lalu perempuan itu turun dari mobil Piter. Piter membuka kaca jendela mobil, lelaki itu melambaikan tangannya, setelah itu melajukan mobilnya.

Pitaloka tersenyum, menatap mobil Piter yang sudah jauh dari halaman rumahnya. Pitaloka berbalik arah, dan berjalan menuju pintu utama rumahnya. Di pintu utama rumahnya sudah ada Agnes Mama Pitaloka.

"Assalamualaikum, Ma. Baru aja Pita mau ketuk pintu," ucap Pitaloka. Agnes hanya diam, menatap putrinya.

Pitaloka mengerutkan kening.

"Mama kenapa?" tanya Pitaloka.

"Kamu jangan dekat-dekat lagi dengan Piter, ya," ucap Agnes menitikkan air matanya.

Pitaloka semakin mengerutkan keningnya bingung.

"Loh? Kenapa? Kemarin Mama baik-baik aja sama Piter," ucap Pitaloka.

"Masuk dulu, nanti Mama ceritakan," ucap Agnes mengiring anaknya masuk kedalam rumah.

Mereka duduk di sofa, ruang tamu. "Kenapa Mama larang aku buat berhubungan dengan Piter? Kenapa? Bukannya Piter anak Om Angkasa? Teman Mama, kan?"

Agnes diam, wanita itu masih menangis.

"Ma, jawab Pita. Pita butuh kejelasan," ucap Pitaloka menggoyangkan lengan Mamanya.

"Angkasa, Angkasa yang minta Mama buat ngelarang kamu berhubungan dengan anaknya," gumam Agnes. Pitaloka menatap Mamanya, ia menunggu Mamanya melanjutkan ceritanya.

"Mama pernah punya salah, dengan keluarga Angkasa. Mama hampir membunuh adik sekaligus istri Angkasa. Makanya Angkasa benci banget sama Mama."

Pitaloka menutup mulutnya. Tidak menyangka, jika Mama yang selama ini menjadi panutannya pernah berbuat seperti itu.

"Dulu, Angkasa adalah cinta pertama Mama. Mama sangat terobsesi dengan Angkasa. Sampai akhirnya Mama nekat melakukan semua itu. Agar, Mama mendapatkan apa yang Mama mau. Dan sekarang, Angkasa gak mau usik kita. Tapi dengan satu syarat. Kita jangan lagi berhubungan dengan keluarganya. Kerena Diva, sampai trauma dengan peristiwa itu." Agnes mengakhiri ceritanya dengan isak tangis.

"Maafkan Mama, karena Mama. Kamu kena karmanya. Maafkan Mama.... " Tangis Agnes tumpah. Bukan hanya Agnes sebenarnya. Karena Pitaloka juga begitu.

Pitaloka memeluk Mamanya. "Apa semuanya akan berakhir?" batin Pitaloka.

***

Mobil Piter sudah masuk kedalam halaman rumahnya. Lelaki itu mematikan mesin mobilnya, lalu termenung. Pikirannya melambung pada kejadian tadi. Dimana ketika ia berkunjung ke kamar orag tuanya.

Piter melangkah seraya bersiul . Lelaki itu berjalan menuju kamar kedua orang tuanya. Tepat di depan pintu kamar. Piter mengurungkan niatnya. Ketika mendengar isak tangis Diva, Maminya.

Lalu, ia mengintip pada celah pintu kamarnya. Karena pintu kamar tidak tertutup dengan sempurna. Ia melihat Diva yang tengah menangis. Dan Angkasa yang sedang mengomel di dalam telpon.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang