37|| Fakta Mengejutkan

486 86 9
                                    

Pitaloka membuka kedua matanya. Kepalanya terasa pusing. Lalu, ia melihat sekelilingnya. Ada di mana kah dirinya? Saat Pitaloka sedang menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya. Pintu ruangan terbuka. Menampilkan sosok Piter di ambang Pintu.

Pitaloka mengerutkan keningnya. Ketika melihat Piter membawa kantung plastik berwarna putih. Apalagi ketika ia melihat Piter yang tersenyum lebar kearahnya.

"Lo ngapain?" tanya Pitaloka.

Piter mengerutkan keningnya. Lalu berjalan mendekat kearah Pitaloka. "Ye, gue kan mau nganterin makanan buat lo," ucap Piter, lelaki itu membuka kantung plastik yang ia bawa.

Suasana hening, hanya terdengar suara kresek plastik di tangan Piter. Pitaloka hanya diam, seraya memperhatikan Piter.

"Lo makan deh, belum makan kan lo," ucap Piter membuka bungkusan nasi.

"Ter, kenapa gue ada di sini?" cetus Pitaloka menggaruk kepalanya.

"Lo gak amnesia kan? Perasaan tadi baik-baik aja," ucap Piter.

Pitaloka diam, lalu memikirkan kenapa ia ada di sini. Dan setelah beberapa saat ia baru ingat. "Ah! Gue inget," ucap Pitaloka akhirnya.

Pitaloka ingin beranjak dari ranjangnya. Namun, tidak di izinkan oleh Piter. "Wehh, mau kemana lo? Lo belum makan. Ayo makan."

"Pit, izinin gue buat ketemu sama Luna dong! Gue mau nanya ke dia. Kenapa dia nyebut-nyebutin soal Papa gue," rengek Pitaloka kepada Piter.

"Duh, Pita. Kondisi sedang tidak memungkinkan. Luna itu sekarang lagi kritis," ucap Piter. Pitaloka terdiam.

"Kritis?"

"Iya. Om Arga, Regan lagi sibuk cari pendonor buat ginjal Luna," jelas Piter.

"Om Arga?" tanya Pitaloka kaget.

"Iya Om Arga, Papinya Luna. Kenapa? Lo kenal?" tanya Piter menatap Pitaloka.

"Om Arga, Papa gue... " gumam Pitaloka.

"Apa?" Antara terkejut, dan tidak mendengarkan terlalu jelas.

"Eh, bukan. Gak mungkin juga Om Arga Papa gue yang lo maksud. Kan mungkin, namanya sama," ucap Pitaloka.

Piter mengangguk. "Sekarang, lo makan deh," ucap Piter.

Pitaloka mengambil makanan yang di sodorkan oleh Piter. Lalu memakannya. Dengan suasana hening.

"Apa benar? Papinya Luna adalah Papa gue?" batin Pitaloka.

****

Regan hanya mampu memegangi tangan Luna. Gadis berwajah pucat itu belum juga siuman. Tangan Regan terulur untuk mengusap wajah Luna.

"Kapan lo bangun? Gue kangen sama lo," ucap Regan.

Lelaki itu juga mencium kedua tangan Luna. Berharap Luna cepat bangun dari komanya. "Bangun ya Lun. Setelah ini, gue bakalan selalu ada buat lo. Gue akan selalu jagain lo. Tapi lo harus bangun, biar ada yang nyusahin gue."

Dengan mata yang berkaca-kaca Regan mengucapkan kalimat tersebut. Lelaki itu menyandarkan kepalanya pada kursi yang tengah ia duduki. Memori tentang dirinya dan Luna terputar jelas dalam ingatan.

Luna gadis manis  yang sejak kecil selalu menyusahkan dan selalu merepotkan Regan. Luna, Piter, dan Regan adalah sahabat sejak kecil. Regan dan Piter merupakan sepupu. Sementara Papi Piter, Angkasa adalah sahabat baik dari Papi Luna, Arga.

Mereka bertiga tumbuh besar bersama. Namun, ketika SMP Luna pindah ke luar negri. Dan baru kembali ketika SMA. Waktu kelas 1 SMA Luna menyukai Piter. Namun, Piter malah berpacaran dengan Vini. Tidak mau berlarut dalam kesedihan. Luna memutuskan untuk move on dari Piter.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang