39|| Tak Mungkin Bersama(2)

509 83 8
                                    

Semua orang menunggu kabar baik dari Dokter. Pitaloka dan Piter duduk berdampingan. Begitu juga dengan Agnes dan Arga. Lain lagi dengan Regan. Pemuda itu hanya mondar-mandir di depan pintu operasi.

"Re, lo gak bisa duduk apa?" ucap Piter yang kesal melihat Regan seperti itu.

Akhirnya Regan duduk di sebelah Piter. "Gue khawatir sama Luna," ucapnya.

"Kalau masalah khawatir, gue juga kali Kak," sahut Pitaloka. Piter menatap Pitaloka di sampingnya.

Piter mengambil kepala Pitaloka untuk di sandarkan pada bahunya. "Tenang Pit, semua baik-baik aja," ucap Piter menenangkan.

Tidak berapa lama setelah itu. Dokter keluar dari ruangan. Ia membuka masker yang ia kenakan. Lalu berkata," Alhamdulilah operasinya berjalan dengan lancar."

"Alhamdulillah... " ucap mereka semua.

"Namun, kami tidak bisa menyelamatkan Bu Winda," sambung Dokter.

"Apa? Jadi Winda... " ucap Arga tertahan.

"Iya, Ibu Winda tidak bisa di selamatkan," ucap Dokter memperjelas ucapannya tadi.

Arga terdiam, bahunya jatuh begitu saja. Agnes mengusap bahu Arga. Mencoba untuk menenangkan lelaki itu. Dari belakang, Suster mendorong brankar Winda lalu brankar Luna.

Luna di pindahkan di ruangan rawat inap. Sementara Winda akan di persiapkan untuk pemakamannya.


****

Beberapa jam kemudian. Pemakaman Winda sudah di lakukan. Sementara Luna belun sadarkan diri. Pitaloka menyadarkan kepalanya di bahu Piter. Seraya menatap gundukan tanah di depannya.

"Mama Winda orang yang baik," cetus Pitaloka menaburkan bunga di atas makam Winda.

"Gue tau, beliau memang orang yang baik," balas Piter.

"Gue gak bisa bayangin gimana perasaan Luna nantinya," ucap Pitaloka.

"Luna perempuan yang kuat Pit. Lo gak perlu khawatir," ucap Piter.

"Gue gak sekuat Luna," sahut Pitaloka.

"Bagi gue, lo perempuan terkuat setelah Mami gue," ucap Piter begitu tulus.

Cup

Piter mengecup kening Pitaloka. "Lo harus belajar jadi perempuan yang lebih kuat. Dan tentunya mandiri," ucap Piter seraya tersenyum.

"Menurut lo? Gue bisa gak?" tanya Pitaloka menatap Piter.

Piter terlihat seperti sedang berpikir. "Eum, bisa gak ya... Lo kan cengeng banget."

Kedua mata Pitaloka melebar. "Enak aja cengeng!" seru Pitaloka tidak terima.

Piter berlari menjauh dari makam Winda. Lalu, Pitaloka mengejar Piter. Mereka kejar-kejaran seperti anak kecil. Hingga langkah Piter terhenti, ketika melihat sang Papi di parkiran.

Angkasa, Papi Piter tidak sendiri. Ia bersama dua bodyguard. "Papi," ucap Piter kaget.

Sementara itu, Pitaloka sudah berdiri di belakang Piter. "Masuk mobil!" ucap Papinya dengan gertakan.

"Gak! Piter gak mau masuk," ucap Piter malah menjadikan tubuhnya benteng Pitaloka.

"Piter... Papi bilang masuk ya masuk!" bentak Angkasa.

"Enggak Pi! Piter mau pulang sama Pita," ucap Piter kekeh.

Angkasa menggode bodyguardnya untuk menyeret Piter. Dan benar saja, Piter di seret oleh dua bodyguard Papinya.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang