33|| Mengikhlaskan.

491 84 15
                                    

Seminggu sudah berlalu, Pitaloka sudah mampu mengikhlaskan semuanya. Sekarang yang terpenting bagi Pitaloka adalah, bagaimana ia belajar, mendapatkan nilai bagus, agar bisa membanggakan Mamanya.

Pitaloka melebarkan senyumnya. Ia sudah siap menjalani hari-hari di sekolah seperti biasanya. Di koridor, ia melihat Lala yang sedang mengobrol dengan siswi lain. Hal itu, membuat Pitaloka menghampiri Lala.

"Woy!" seru Pitaloka mengagetkan Lala dari belakang.

"Si setan! Lo ngagetin gue njir!" seru Lala kesal dengan Pitaloka.

"Hahahaha... Ya maap, La. Tadi gue cuma pengen iseng sama lo aja," ucap Pitaloka.

"Dih, jahil lo gak ilang ya!" ucap Lala, Pitaloka hanya menyengir.

"Eh, La, gue ke kelas dulu ya. Nanti temuin gue ke ruang osis," ucap siswi itu kepada Lala.

"Iya, Nad, makasih lo ya!" teriak Lala karena siswi bernama Nadia itu sudah pergi lebih dulu.

"Osis? Lo mau daftar osis?" tanya Pitaloka seraya berjalan melangkah menuju kelasnya.

"Iya. Kak Dany sih yang minta, katanya biar gue gak kuper banget," ucap Lala. Sementara Pitaloka hanya mengerutkan keningnya. "Eh, tenang aja. Nanti kalau gue udah ada teman baru, lo gak akan terganti beby," sambung Lala seraya memeluk Pitaloka dengan gemasnya.

"Sialan lo, Pit! Gue gak mau di kira lesbian sama lo, njir!" seru Pitaloka sebisa mungkin untuk melepaskan pelukan Lala dari tubuhnya.

"Uhh, beby... Jangan tinggalkan aku.. " ucap Lala semakin menjadi-jadi.

Pitaloka terlihat sangat geli dengan tingkah sahabatnya itu. Membuat ia terjatuh, namun di tangkap oleh seseorang. Pitaloka menatap seseorang itu. Seseorang yang sangat ia cintai, dan seseorang yang telah melukai hatinya.

"Ehem.... "

Suara itu membuat Pitaloka melepaskan dirinya dari pelukan Piter. "Selamat Pagi, Pitaloka... " ucap Luna dengan tangan yang mengandeng lengan Piter.

"Selamat pagi, Luna... " sahut Pitaloka seraya tersenyum.

"Hehe, sayang ke kelas yuk," ajak Luna lalu Luna dan Piter meninggalkan Pitaloka. Piter sempat menatap Pitaloka. Namun, Pitaloka membuang pandangannya begitu saja.

'Huft' Pitaloka menghembus nafas beratnya. Seraya mengusap dadanya.

"Emang ya! Luna itu parasnya kek bidadari. Tapi kelakuannya kek setan. Liat deh, gue tau dia itu manas-manasin lo," ucap Lala menatap sebal kearah Luna dan Piter.

"Udahlah, La. Gue juga udah ikhlasin Piter kok." Pitaloka berjalan lebih dulu. Lalu di susul oleh Lala.

"Ikhlas sih ikhlas Pit. Tapi coba lo liat! Dia itu songong banget! Beh, heran gue kenapa di sekolah kita ini banyak mengidolakan Luna sih?"

"Luna cantik, pinter nyanyi, pinter dalam segi bidang pelajaran. Jadi ya wajar aja kalau dia di gandrungi banyak orang. Iya, kan?"

"Iya. Tapi gue benci deh liat dia. Pengen gitu gue bilang ke dia, kalau yang cantik di sini bukan hanya dia!" Lama-lama Lala tersulut emosinya.

"Udah La. Kenapa jadi lo yang emosi? Calm down sayang... " ucap Pitaloka mengusap bahu Lala.

"Untung lo nenangin gue sekarang. Kalau gue, udah gue samperin tuh anak gue jambak rambutnya!" ucap Lala masih emosi.

Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Lala.

"Tapi, katanya dia itu punya penyakit, ya Pit?" ucap Lala. Pitaloka mengangkat bahunya. Pertanda ia tidak tau.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang