13||Piter Marah?

1.6K 165 13
                                    

"Huaaaa, gila. Piter, jangan ngebut!" seru Pitaloka berteriak. Piter tidak menyahut, lelaki itu hanya tertawa dan terus mengayuh sepedanya.

"Huaaa, pantat gue!" teriak Pitaloka, lagi. Masih sama, Piter tidak menghiraukan perkataan Pitaloka.

Dan dengan tiba-tiba, Piter menghentikan sepedanya membuat kening Pitaloka terhantam setir sepeda.

"Njir, lo jahat banget Piter!" seru Pitaloka seraya turun dari sepeda Piter.

"Aduh, pantat gue linu," gumam Pitaloka masih bisa di dengar oleh Piter. Piter yang mendengar gumaman Pitaloka pun tertawa.

"Pantat lo linu? Sini mau gue pijitin?" sahut Piter menaik turunkan alisnya.

Pitaloka melebarkan matanya. "Mesum!" gertak Pitaloka, dengan wajah yang merah padam.

"Ah, sialan emang lo!" omel Pitaloka lagi. Kali ini perempuan itu mengerakkan sedikit tubuhnya.

"Lo tuh mikir. Kita ini naik sepeda. Dan gue duduk di depan. Mana lo gayuh sepedanya kayak orang kesurupan lagi. Kening gue biru, pantat gue linu. Ini tuh ya namanya, kekerasan dalam---" omelan Pitaloka berhenti, ketika Piter mengusap lembut keningnya.

"Lo itu bawel banget, sebelas dua belas kayak Mami gue. Tapi entah kenapa, gue suka. Suka liat ekspresi wajah lo yang lagi ngomel tanpa jeda. Kenapa, ya?" ujar Piter panjang lebar.

Pitaloka bersungut sebal. Perempuan itu membuang wajahnya. "Tau, emang lo kan suka ganggu hidup gue!" ketus Pitaloka. Perempuan itu berkata tanpa melihat Piter.

"Oh, gue pengganggu, ya?" ucap Piter dengan nada rendahnya. Pitaloka diam, perempuan itu menatap Piter.

"Ya emang lo itu pengganggu! Baru sadar!" balas Pitaloka meluapkan emosinya.

"Oke, gue pengganggu... " ucap Piter. Tanpa banyak kata lagi, Piter memutar sepedanya lalu pergi. Membuat Pitaloka terdiam.

"Lah? Dia marah?" gumam Pitaloka, menatap kepergian Piter yang baru berjarak beberapa meter.

"Gue salah ngomong?"

****

Seorang perawat masuk kedalam ruangan membawa nampan berisi makanan. Dengan senyum manis, perempuan berwajah pucat itu menyambutnya. "Selamat malam Luna, waktunya makan, ya... " ucap suster itu ramah.

"Selamat malam sus," balas Luna. Suster itu meletakkan makanan di atas ranjang.

"Sus, apa suster tidak mendapat telfon dari Mama?" Tanya Luna kepada suster tersebut. Suster itu tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Semua udah terlihat. Mama gak sayang sama Luna," lirih Luna menunduk. Untuk mencairkan suasana, suster menyalakan televisi.

Luna menatap layar tabung tersebut. Begitu melihat ada sebuah FTV yang tengah tayang. "Pengen sekolah lagi deh... " lirih Luna dapat di dengar oleh suster.

"Luna pengen sekolah?" tanya suster itu memegang tangan Luna.

"Iya sus, Luna pengen sekolah. Luna capek sendirian. Gak ada kawan, dan....."

Luna menghela nafasnya. "Gak ada yang perduli," sambung Luna dengan tangan yang meremas bantal.

Suster mengusap rambut Luna lembut. "Kalau Luna mau sekolah, nanti coba suster tanyakan pada dokter. Kalau dokter mengizinkan, besok Luna bisa sekolah.... " ucap suster itu seraya tersenyum.

"Serius sus?" tanya Luna dengan mata yang berbinar.

"Iya. Tapi tetap, biar dokter yang memutuskan. Sekarang Luna makan dulu, ya... " balas suster itu seraya menyuapi makanan kedalam mulut Luna.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang