"Lo belum jawab pertanyaan gue Ter. Siapa Vini?" ucap Pitaloka membalikkan tubuhnya menatap Piter yang tengah menyetir mobil.
"Bukan siapa-siapa Pit. Asli dia bukan siapa-siapa. Cuma temen sekelas doang," jawab Piter tanpa menatap Pitaloka.
Bahu Pitaloka merosot. Karena ia tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari kekasihnya. "Oke. Kalau gak mau jujur."
Pitaloka mengalihkan pandangannya. Ia malas menatap Piter. Sementara Piter yang tengah menyetir melirik Pitaloka. Tangan kirinya mengambil tangan Piter yang ada di pangkuan Pitaloka.
"Sayang, kita baru baikan loh. Masa mau bertengkar lagi," ucap Piter dengan suara yang begitu lembut.
"Itukan mau lo," balas Pitaloka dengan nada yang kurang enak di dengar.
Piter terdiam. Membuat suasana dalam mobil ini hening seketika. "Bukan gitu Pit. Gimana ya jelasinnya," ucap Piter terbata.
"Intinya gak mau jelasin siapa dia 'kan?" Pitaloka menatap kedua mata Piter.
"Oke. Vini adalah teman sekolah gue. Dan dia mantan pertama gue." Belum selsai mengucapkan kalimatnya. Pitaloka sudah mencubit pinggang Piter.
"Arghhhh, sakit sayang." Piter mengusap pinggangnya yang di cubit oleh Pitaloka.
"Tadi katanya bukan siapa-siapa!" seru Pitaloka menatap Piter sebal.
"Kan gue udah jujur. Jangan ngambek lah," ucap Piter menepikan mobilnya.
"Ngapain berhenti?" tanya Pitaloka sengit.
"Mau---"
"Jalan!" seru Pitaloka.
"I.... Iya deh jalan lagi nih," jawab Piter lalu menjalan kan kembali mobilnya kembali.
10 menit kemudian. Mereka sampai di depan rumah Pitaloka. Tanpa kata, Pitaloka membuka mobilnya dan pergi meninggalkan Piter sendiri di dalam mobil.
"Pit, loh..." ucap Piter tidak mampu berkata-kata.
Sementara Pitaloka kesal dengan sikap Piter. Gadis itu memandang mobil Piter dari belakang gerbang rumahnya. Lihatlah, bahkan ketika Pitaloka kesal kepadanya. Dia sama sekali tidak mengejar Pitaloka. Malah mengacuhkan, dengan berdiam diri di dalam mobil.
'Pokoknya, gue tunggu sampe 10 detik. Kalau dia belum juga nyamperin gue. Fiks gue bakalan ngambek sama dia," ucap Pitaloka dalam hati.
"10, 9, 8, 7, 6, 5......." Tepat dalam hitungan ke lima. Piter keluar dari mobilnya. Pitaloka tersenyum tipis. Ternyata Piter begitu peduli dengan dirinya.
"Ponsel lo ketinggalan." Senyum Pitaloka memudar. Apa-apaan ini, Pitaloka mengambil paksa ponselnya. Dengan wajah yang di tekuk kesal.
"Dasar cowok gak peka!" seru Pitaloka lalu masuk kedalam rumahnya. Gadis itu tidak lagi mengharukan teriakan dari Piter.
****
"Nanti kalau Mami aku kasih makanan apa pun itu. Kamu makan, ya. Walaupun rasanya kurang enak," bisik Danny kepada Lala yang sedang mengamati Sintia memasak.
"Iya dong. Pasti aku makan. Tenang aja kak," jawab Lala seraya tersenyum. Danny menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus berkata apa kepada Lala.
Sementara itu, Lala tersenyum sembari mengamati Sintia, Mami Danny. Yang sedang memasak. Lala bangkit, ketika Sintia berjalan menghampiri mereka. "Hay, pacarnya Danny 'ya?" tanya Sintia.
Lala tersenyum canggung. "Eh bukan tante. Aku Lala. Adik kelas kak Danny."
"hehe..... Tante kira pacarnya Danny. Soalnya Danny suka cerita cewek yang namanya Lala," ucap Sintia menggoda Danny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jupi Story ✔
Teen FictionJupiter Auriga Semesta, sangat senang ketika ia kembali bertemu dengan Cinta pertamanya. ketua Osis SMA Galaksi itu tidak akan (lagi) melepas perempuan yang sama sekli tidak bisa di lupakan. "Pitaloka, selamanya lo akan tetap sama gue! selamanya!!"...