31|| Menerima Takdir

477 81 9
                                    

Pitaloka sudah pulang dari rumah sakit. Namun, Ia masih harus menggunakan kursi roda. Dengan di bantu oleh Agnes, Mamanya Pitaloka masuk kedalam kamarnya.

"Ma, Pita kapan boleh sekolah?" tanya Pitaloka menatap Agnes.

"Sayang, kamu belum sembuh banget. Jadi jangan sekolah dulu, ya... " ucap Agnes. Pitaloka mengerucut bibirnya.

"Papa gak kesini lagi?" tanya Pitaloka. Agnes menghela nafasnya.

"Papa, kan punya kehidupan juga. Jadi jangan terlalu berharap sama Papa," ucap Agnes lagi.

"Mama, Pita minta nomor Papa," ucap Pitaloka.

"Gak ada sayang. Mama belum... "

"Mama niat banget ya? Buat pisahin Pitaloka sama Papa?" Agnes terdiam. "Ma? Kenapa sih?" ucap Pitaloka.

Agnes menundukkan wajahnya. "Eum, sepertinya kamu harus istirahat, ya," ucap Agnes lalu pergi meninggalkan Pitaloka.

Pitaloka hanya sendiri. Di dalam kamarnya. Lalu menangis. Ia tidak mau berpisah lagi dengan Papanya. Tiba-tiba pintu jendela kamar Pitaloka terketuk. Membuat gadis itu mendongak kearah jendela.

Pitaloka mencoba untuk memutarkan kursi rodanya. Dan berjalan dengan perlahan. Sebenarnya ia bisa berjalan. Namun, Mamanya meminta Pitaloka untuk menggunakan kursi roda.

Gadis itu membuka tirai gordennya. Dan melihat ada Piter di luar jendela. "Piter?" ucapnya.

Pitaloka segera membuka pintu jendelanya. "Lo ngapain?" tanyaku.

"Kangen sama lo. Makanya gue ke sini, gue masuk ya," ucap Piter lalu meloncat masuk kedalam kamar Pitaloka.

"Lo cari mati ya? Gimana kalau Mama gue tau?" omel Pitaloka. Piter terdiam, tanpa banyak bicara. Lelaki itu memeluk tubuh Pitaloka.

"Gue tuh kangen banget sama, lo," bisik Piter. Pitaloka menyembunyikan senyumnya di bahu Piter. Lalu tangannya membalas pelukan Piter.

"Gue juga kangen sama lo," ucap Pitaloka dengan manja.

Keduanya masih saja berpelukan. Saling membalas pelukan menyalurkan rasa mereka masing-masing.

Hingga beberapa menit kemudian. Pitaloka melepaskan pelukan Piter. "Kepala gue pusing," ucap Pitaloka memegangi kepalanya yang Pusing.

"Haduh, maaf. Sampe lupa," ucap Piter lalu menuntun Pitaloka ke ranjangnya.

Pitaloka merebahkan tubuhnya. Lalu Piter duduk di sebelahnya. Pitaloka menatap Piter. Lalu menggeser tubuhnya.

"Sini," ucap Pitaloka memberi tempat untuk Piter.

"Gak pa-pa?" tanya Piter. Pitaloka tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Aku pengen di peluk sama kamu, tapi karena kepala aku pusing. Gak kuat berdiri lama-lama jadi sambil rebahan aja," jelas Pitaloka. Lalu memeluk Piter dengan manja.

Piter tersenyum lalu mengecup pipi Pitaloka.

"Manja banget," bisik Piter. Namun, tidak di hiraukan oleh Pitaloka. Gadis itu terus memeluk tubuh Piter.

Beberapa menit kemudian. Pitaloka mendongak menatap Piter.

"Kalau kita gak bisa bersama gimana?" Pertanyaan Pitaloka membuat Piter melongo.

"Gue juga gak tau gimana. Tapi, gue janji bakalan pejuangin lo," ucap Piter.

Keduanya saling menatap. Masih dengan tangan yang saling melingkar di tubuh masing-masing.

Jupi Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang