PART 35- Brengsek

2K 134 15
                                    

Ashila terduduk diam di bangkunya sendirian. Ya, ia benar-benar sendirian dikelasnya yang sunyi sepi. Ini baru pukul setengah enam pagi. Bahkan ia adalah satu-satunya murid yang sudah datang pagi ini, selain penjaga sekolah tentunya.

Tiba-tiba Ashila tertegun, suara pintu yang tertutup pelan membuat jantungnya sedikit berdegup lebih kencang. Ia baru ingat, bahwa Ibu kantin pernah bercerita tentang arwah penjaga sekolah yang sering menjahili murid-murid yang sedang sendiri disekolah ini.

Ashila menggelengkan kepalanya dengan cepat. Mengusir pikiran-pikiran anehnya yang menyerobot masuk. Segera Ashila menelungkup kan kepalanya di atas meja.

Tiba-tiba pintu terbuka lebar di iringi gebrakan yang seketika membuat Ashila berteriak histeris.

•°•

Ashila tidak berhenti mengumpat kepada Dira yang lima menit lalu membuatnya histeris.

"Udah napa Shil! Maafin gue, jangan ngehujat mulu!" rayu Dira dengan ekspresi memohon.

"Lagian lo dateng-dateng bukannya ngucapin salam, eh malah nge-dobrak pintu! Untung aja gue gak punya riwayat penyakit jantung. Kalau iya, udah mampus gue!"

"Gue aja yang ada dibelakangnya kaget." sahut Kila. Kila dan Dira memang berangkat ke sekolah bersama.

"Hehe, sorry yaaa~" ucap Dira.

"Eh BTW Shil, kenapa lo udah dateng jam segini? Biasanya lo dateng lima menit sebelum kelas dimulai." tanya Kila penasaran.

"Hah? Gak apa-apa, pengen aja!"

"Kasih tau kita yang sebenernya! Kalo enggak, kita buang lo ke sumur belakang sekolah!" kesal Dira.

"Gue gak yakin kalo kalian bener-bener sahabat gue."

"Jadi gini,"

Flashback on

"Shil, udahan yuk."

Ashila terdiam sebentar, tak mengerti apa yang sebenarnya ingin di katakan oleh Raka.

"Maksud lo Kak?" tanyanya heran.

Ucapan Raka barusan benar-benar ambigu.

"Kita putus yuk!"

Sontak, tanpa sadar Ashila memundurkan tubuhnya beberapa langkah. Mencoba meresapi kata-kata kakak kelasnya barusan.

"Lo gak apa-apa kan Shil?" tanya Raka.

"Hah? Gak apa-apa. Kalo lo mau putus? Oke, ayo kita putus, ha ha."

Ashila benar-benar terkejut, semuanya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba seakan ada yang menancap di hatinya. Begitu sakit.

"Makasih Shil," ujar Raka dengan tatapan sendu. Ia langsung menaiki motornya dan melaju kencang meninggalkan Ashila.

"Dan maaf." lanjut Raka dalam hati.

Flashback end

•°•

Ashila duduk sendiri di halaman rumput yang ada di belakang sekolahnya. Mumpung jamkos, jadi ia bisa keluar kelas di jam segini. Halamannya cukup luas, di tambah dengan bunga-bunga cantik milik para siswa, membuat suasana halaman belakang sekolah ini menjadi lebih hidup dan teduh.

"Dare selesai." gumamnya. Ia menatap kosong bunga mawar yang berada persis di depannya.

"Kenapa dia nembak gue, kalau sekarang dia mutusin gue? Seharusnya kan gue yang mutusin dia?" tanyanya pada diri sendiri.

"Kalau dia nembak gue, berarti dia suka kan sama gue? Tapi kenapa dia mutusin gue?"

"Apa bagi dia gue cuma mainannya doang? Jadi selama ini dia cuma mainin gue?"

"Brengsek."

"Kenapa dia jahat?" Tiba-tiba matanya berair, mengapa semua ini terasa sakit? Kemudian jarinya meraih bunga mawar yang ada di hadapannya.

"Aw!" Sebuah duri mawar tertancap dijari telunjuknya, ia tertegun sebentar, kemudian Ashila pun tertawa cukup keras.

"Hahaha! Kenapa gue harus sedih? Kan gue juga mainin dia? Kok gue lucu banget sih? Hahaha!"

"Harusnya gue seneng dong putus sama dia? Dare gue selesai dong hahaha!"

"Ha ha ha." ucapnya datar sambil memukul-mukul dadanya yang terasa nyeri.

Mengapa pura-pura sesakit ini?

•°•

Raka dan teman-temannya sedang berada di kantin. Membolos lagi setelah sekian lama menjadi murid teladan. Entah mengapa Raka tidak ingin berada didalam kelas. Tenaganya tidak cukup untuk meresapi setiap pelajaran yang disuguhkan oleh gurunya. Ia merasa lelah hari ini. Tubuhnya, dan juga hatinya.

Ia merasa sedih sekaligus senang dalam satu waktu. Ia sedih dengan apa yang terjadi tadi malam. Ia khawatir dengan gadis itu. Ashila.

Namun, dilain sisi, ia juga merasa senang. Ia tak akan menjadi bumerang lagi bagi Ashila. Ashila tidak akan merasa terbebani lagi olehnya.

Tak terasa, sudah jam istirahat. Murid-murid lain mulai memasuki kantin. Begitu juga dengan Ashila dan teman-temannya.

Saat Ashila melewati meja yang diduduki oleh Raka dan keempat temannya, tatapan mereka bertemu. Namun, Raka langsung memalingkan wajahnya dari Ashila. Ashila terkejut dengan sikap Raka. Mengapa pula Raka harus memalingkan wajahnya? Bukankah seharusnya Ashila yang marah? Atau mungkin kecewa?

Ashila benar-benar tak habis pikir dengan sikap Raka. Mengapa Raka seperti marah padanya? Mengapa Raka terlihat benci padanya? Entahlah. Yang pasti, Ashila benar-benar kecewa. Ia benar-benar dipermainkan oleh lelaki itu.

•°•

"Lo liat gimana tadi sikap kak Raka? Kok gue kesel ya?" ucap Kila sambil melirik sinis kearah meja Raka.

"Iya! Seharusnya kan lo yang marah Shil. Seenggaknya lo bete kek sama dia. Tapi malah kebalik." timpal Dira dengan kedua tangan mengepal akibat kesal.

Sedangkan Ashila hanya diam sembari mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Hatinya begitu perih.

"Ya kan Shil?" tanya Dira. Namun Ashila tak mengindahkannya dan tetap diam.

"Shil, lo ngelamun?" sahut Kila sambil melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Ashila.

"Eh, kenapa?" tanya Ashila bingung.

"Tuh kan lo ngelamun lagi!" ucap Kila. Memang, sejak pagi Ashila sering melamun. Tidak seperti biasanya.

"Jujur aja Shil," Dira menggantung ucapannya.

"Kenapa?" tanya Ashila.

"Lo ada rasa sama kak Raka?"

•°•

Sorry telat update T~T

Because Of Truth Or Dare [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang