"Athanasia."
Gadis si pemilik nama menoleh ke sumber suara. Ia tersentak, lalu spontan tersenyum kikuk.
Di hadapannya merupakan Raja Obelia, Claude de Alger Obelia, sedang duduk bersamanya di tengah-tengah taman, tempat yang sering mereka kunjungi dari Athanasia kecil, sejak umur 5 tahun.
Tak terasa sudah hampir 12 tahun sejak pertemuan pertamanya bersama sang Ayah, Claude yang dikenal dengan tatapan tajam setajam pedang.
Namun sekarang, Claude terang-terangan memandang putrinya itu dengan tatapan yang tak biasa; tatapan merasa bersalah.
Athanasia bertaruh, bahkan anak kecil berusia 5 tahun saja tentu akan mengerti kalau Claude sedang merasa bersalah saat ini.
Angin sepoi-sepoi mengibas-ngibaskan rambut pirang milik Claude, termasuk poninya. Namun sang Ayah tidak merasa terganggu.
"Kau... Apa yang sedang kau pikirkan?"
Athanasia termenung. Apa yang dia pikirkan? Tidak, tidak ada yang ia pikirkan. Ia hanya sedang merasa canggung, kecewa dan... takut.
Canggung; sudah sekian lama sejak Claude hilang ingatan, mereka tidak minum teh bersama seperti dahulu. Setelah dua tahun tidak menjalani rutinitas itu, tentu ada perasaan canggung yang mengusik hati Athanasia ketika minum teh lagi bersama sang Ayah.
Kecewa; masih saja ada perasaan kecewa yang tersisa di hati Athanasia saat melihat wajah Claude. Bagaimana tidak? Masih terekam jelas dalam benaknya, bagaimana Claude menatapnya dengan tatapan yang amat dingin. Bahkan ia masih ingat dengan jelas, ekspresi dan semua perkataan Claude ketika hampir membunuhnya di taman ini juga.
Selain itu, ia juga kecewa karena mengingat Claude dan Zenith yang pernah duduk saling berhadapan sembari minum teh di tempat yang sama sekarang ini. Dan itu semua terjadi tepat di hadapannya.
Takut; tentu saja ia masih menyimpan rasa takut ketika melihat wajah Ayahnya. Ia takut kalau Claude akan kembali melupakannya dan ingin membunuhnya seperti tempo lalu. Ia takut karena ia teringat akan novel romantis berjudul <Lovely Princess> di mana "Athanasia" akan dibunuh oleh Claude pada usia 18 tahun.
Ya, satu tahun mulai dari sekarang.
"Ti-tidak, Papa..." Athanasia berusaha tersenyum lebar yang cenderung senyum paksa. "Athi... Athi hanya terlalu senang karena Papa sudah kembali pulih!"
Claude menatapnya sendu. Ia tahu kalau Athanasia berbohong padanya. Sementara gadis yang sebentar lagi berusia 17 tahun itu menghela napas berat. Ia lelah.
"Papa... Athi ngantuk. Athi kembali ke istana, ya?"
Claude sedikit terkejut, ini pertama kalinya Athanasia terang-terangan ingin kembali ke istana dan beristirahat. Yang dengan kata lain, putrinya muak bersamanya. Ingin rasanya untuk menolak, namun mulutnya terasa kelu saat hendak mengatakan 'tidak'.
"B-baiklah. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya."
Hebatnya, tanpa ragu, Athanasia beranjak dari kursinya, pergi meninggalkan Claude yang memendam rasa sesak sendirian.
♪ ♪ ♪
Malam harinya . . .
Athanasia sedang menangkup dagunya pada pembatas balkon. Ia termenung, pikirannya melayang kemana-mana. Hanya ditemani oleh bulan purnama yang sejajar dengan posisinya saat ini, namun ia tidak merasa kesepian sama sekali.
Kesepian?
Dia tertawa hambar.
Kesepian sudah menjadi teman baiknya semenjak Claude kehilangan memori dan melupakannya. Bohong namanya jika ia tidak merindukan sikap sang Ayah yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [Terbit] ✔
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN. FANFICTION of Suddenly, I Became A Princess] Highest ranks: #1 claude [23 Mei 2020] #1 lucasxathy [29 Mei 2020] #1 athyxlucas [29 Mei 2020] #1 athanasia [29 Mei 2020] #1 athy [29 Mei 2020] #1 suddenlyibecameaprincess [29 Mei 2020...