Distra bersandar di bahu Ara, cowok itu kelelahan sehabis main basket. Cuman informasi, Distra si anak komunitas vespa butut adalah anggota tim basket di sekolahnya, cuman anggota bukan ketua karena Distra tidak sehebat teman-temannya. Distra juga sebenarnya tidak di perbolehkan oleh kedua orang tuanya untuk masuk di tim basket sekolah apalagi kalau cuman menjadi anggota.Si gadis rapuh tapi berusaha kuat yang bernama Ara itu tidak pernah ketinggalan untuk menemani Distra latihan sampai lomba sekalipun. Distra selalu butuh Ara, karena cuman gadis itu datang di lapangan menontonnya Distra pasti bersemangat walau sebanyak apapun gadis-gadis cantik yang turut menyemangatinya.
Distra memang terkenal, tapi tidak seterkenal itu, Distra bukan Fakboy, bukan Badboy, tapi Distra adalah jiwa Ara. Mereka berdua sudah bertukar jiwa sekaligus di awal pertemanan Distra sudah membuat sebuah komitmen tentang persahabatan mereka. Salah satu komitmen yang paling Ara ingat adalah 'saling bertukar jiwa' agar mereka saling merasakan antara satu sama lain walau Ara masih bingung dengan komitmen tersebut tapi ia setujui saja.
Mereka berteman sudah hampir tiga tahun, pertemuan mereka saat masa orientasi sekolah kemudian satu kelas dan satu minggu kemudian ada sebuah komitmen yang di buat Distra untuk menjalin persahabatan, Ara senang bisa kenal Distra saat itu karena cowok itu terlihat baik, nggak nyebelin, tapi saat sudah kenal lebih dalam Distra lebih humoris dan sedikit menyebalkan.
Tapi Distra selalu ada di bandingkan teman-temanku yang dulu.
"Jam tiga kita pulang." Tutur Ara setelah Distra tidak bersandar di bahunya.
Distra cuman mengangguk kemudian berjalan ke ruang ganti baju, mungkin sudah ingin beberes padahal belum sampai jam 3.
Setelah menunggu kurang lebih sepuluh menit Distra datang dengan pakaian kaos hitam serta celana SMA abu-abu. Ara yang melihat itu langsung berdiri, "Kok udah ganti baju sih? Kan belum jam tiga?" Tanya Ara sembari menggendong tas ranselnya yang lumayan berat karena ada laptop, kebetulan hari ini ada pelajaran TIK ( Teknologi Informasi dan Komunikasi)
"Pengen mampir ke gramedia dulu, aku pengen beli buku gitu, tapi masih bingung mau beli buku apa."
"Emang maunya kayak buku apa?" Tanya Ara samberi menggenggam erat tangan Distra seolah takut kehilangan.
"Bukan buku sih, tapi komik." Jawab Distra sambil nyengir tidak jelas.
"Sejak kapan kamu suka baca komik?"
"Sejak pinjam komik Keluarga Super Irit punyanya Bobon. Lucu aja komiknya jadi pengen beli juga."
Ara cuman mengangguk paham, memang sih tadi Ara melihat Distra sibuk membaca komik pada jam istirahat padahal kalau jam Istirahat dia hobinya MABAR (main bareng) sama Bobon, atau sama Ara juga, tapi bagus lah, komik kan lebih berfaedah dari pada game.
Dengan vespa butut kesayangan Distra, mereka pergi berdua ke mall yang tidak jauh dari sekolah, setelah itu menelusuri lorong-lorong gramedia yang penuh dengan buku-buku unik.
Yang Ara suka dari toko buku adalah ia senang mencium aroma buku, ia senang melihat orang-orang sedang memandang buku yang mana ingin di beli, dan Ara juga senang kalau berlama-lama di toko buku. Dan kesenangan berikutnya adalah Ara sangat senang melihat Distra memilih komik.
"Ara bayarin dong." Kata Distra sambil memberikan dombetnya ke Ara.
Ara tidak langsung menerima dombet dan komik-komik tersebut. "Kenapa nggak kamu aja sih?" Tanya Ara setelah merasa ada yang aneh dengan Distra.
"Aku malu tau baca komik-komik anak kecil gini. Nanti apa kata mbak-mbak kasir yang cantik itu? Bisa rusak image-ku Raaa."
"Hufftt. Sini!" Rampas Ara karena nggak ingin lama-lama berdebat dengan Distra di tengah-tengah keramaian.

KAMU SEDANG MEMBACA
DISARA [COMPLETED]
Teen FictionYANG NGGAK SUKA KEBUCINAN HARAP UNTUK TIDAK BACA! Distra menjadikan Ara pusat dunianya, dan Ara menjadikan Distra belahan jiwanya. Distra yang tak ingin melepaskan Ara, dan Ara yang tak ingin bergantung pada Distra. ini tentang Asmara Distra. -//- ...