10

813 83 1
                                    


"Saya permisi dulu bu." Pamit Ara kepada paruh baya yang menempati rumahnya bersama dua orang anaknya dan tak lupa Ara berterima kasih karena sebelumnya Ara di berikan secangkir teh dan kue bolu pandan. Kesukaannya.

Tak jauh dari pagar rumah, Ara melihat sosok yang sudah hampir 2 tahun lebih ia tak jumpai batang hidungnya. Ara syok saat melihat paruh baya dengan setelan jas lengkap dengan dasi yang sangat rapi. Ayahnya terlihat sangat sukses setelah meninggalkan Ara dan Bunda Ara, lalu, membiarkan Ara mengurus Bundanya seorang diri. Nampak Ara bahagia karena akhirnya ia melihat sosok yang di rindukannya, tapi, bahagianya malah tidak menampilkan ekspresi apa-apa.

Ayahnya semakin mendekat dan Ara hanya berdiam di tempat, kakinya terasa tertanam oleh tanah, Ia tidak bergerak bahkan tidak berkedip saking tidak sadarnya melihat sosok Ayah yang di panggilnya dengan sebutan yayah. Sadar apa yang telah di lakukan ayahnya, bahagianya langsung memudar ketika Mengingat keadaan sang ibunda yang baru 1 bulan meninggalkan dirinya dan meninggalkan kenangan manis, Dan Ara mengingat saat di kuburnya sang ibunda yayah-nya bahkan tidak ada di sisinya.

Yayah-nya tersenyum kepada Ara, senyum merasa bersalah telah meninggalkan Ara dan membiarkan Ara sendiri di kota besar ini. Dia jahat, dia bukan Yayah ku lagi! Bukan! Batinnya berseru, ia mulai di sadarkan dengan perubahan mimik sang ayah yang membuatnya muak melihatnya, perlahan ia mundur dan menjatuhkan air matanya. Ia tidak siap melihat orang tua yang tidak tahu diri.

Seharusnya Ara memeluk paruh baya yang terlihat sangat sukses itu tapi pikiran dan hatinya menyuruh ia untuk pergi saja dari hadapan lelaki tua yang di panggilnya yayah.

Kalau saja Yayah-nya ada pada saat bundanya meninggal dunia, Ara tidak mungkin seperti sekarang, Ara tidak mungkin seperti anak yatim piatu padahal masih punya ayah, Ara tidak mungkin nginap dirumah Distra seperti sekarang, Ara tidak mungkin menjadikan rumahnya sebagai kontrakan, rumah itu berkesan, rumah itu memiliki banyak kenangan.

"Yayah bisa jelaskan Ra, Yayah mohon dengarin Yayah dulu sebelum kamu marah."

Ara memaksa air matanya tidak menetes tapi tetap saja, sebenarnya ia sudah lelah untuk menangis di sepanjang malam. "Nggak ada yang perlu di jelaskan, Bunda udah tenang di alam sana, aku juga nggak butuh penjelasan dari Yayah." Dada Ara sesak, ia tidak tega menjadi Ara yang jahat seperti ini, namun, ini semua karena Yayah-nya.

Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin Ara lontarkan dari mulutnya selama Lelaki tua itu menghilang bak di telan bumi tapi sepertinya itu tidak berguna lagi, semuanya sudah terlanjur kecuali sang ayah bisa mengulang waktu seperti semula.

"Ara, Yayah mohon kamu dengar dulu penjelasan Yayah sedikit saja."

Ara mendengus lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak usah Yah, semuanya sudah terlanjur, semuanya sudah kejadian, jadi buat apa di jelaskan?"

"Kalau kamu nggak dengar penjelasan Yayah, kamu pasti bakal berburuk sanga terus."

Ara menghapus air matanya sendiri, ia tahu jika mendengarkan penjelasan Yayah-nya, ia akan menangis dan terus menangis, sampai tenaganya bisa terkuras sendiri. "Baik lah. akan aku dengarkan penjelasan Yayah dengan senang hati." Ia tersenyum masam, mendengar penjelasan sang Ayah pasti tambah membuat dadanya sesak sejadi-jadinya.

"Kamu mau dimana?"

"Di cafe secangkir saja, kebetulan sangat dekat dari sini." Jawab Ara berusaha tetap baik-baik saja.

DISARA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang