YANG NGGAK SUKA KEBUCINAN HARAP UNTUK TIDAK BACA!
Distra menjadikan Ara pusat dunianya,
dan Ara menjadikan Distra belahan jiwanya.
Distra yang tak ingin melepaskan Ara,
dan Ara yang tak ingin bergantung pada Distra.
ini tentang Asmara Distra.
-//-
...
Sepulang dari tahun Syira, Distra bahkan tidak mengajak Ara untuk mengobrol bahkan Ara semakin heran ketika Distra tidak bertanya kenapa dirinya pulang lebih dulu dan tidak minta izin kepadanya.
Sebenarnya Ara tidak ingin ke-GR-an soal itu tetapi Distra tipe cowok yang sangat meperdulikan Ara walaupun hanya teman, tidak lebih. Dan anehnya lagi saat berangkat sekolah Distra tidak mengajar Ara mengobrol, bercanda, atau bahkan memastikan Ara untuk selalu tersenyum di pagi hari.
Ara memberanikan dirinya mengajak Distra untuk mengobrol. "Kamu nggak lagi sakit kan?" Tanya Ara khawatir.
Khawatir karena hari ini Distra jarang berbicara, seperti ada yang sedang di sembunyikan darinya atau memang Distra sedang sakit tapi di sembunyikan agak tak ada yang khawatir soal dirinya.
"Nggak kok." Balasnya sembari tersenyum.
Senyumnya kok maksa banget...
"Aku ke kelas Baskara dulu ya." Pamit Ara.
"Ngapain?" Tanya Distra dengan menahan tangan Ara.
Ara melirik tangannya lalu perlahan melepaskannya. "Ada yang inginku obrolin sama dia. Aku pergi dulu." Setelah itu Ara buru-buru ke kelas Baskara.
Karena seminggu lagi Pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi). tidak ada lagi pelajaran yang masuk di kelas, guru-guru sudah tidak aktif seperti biasa namun pihak sekolah tetap menganjurkan siswa-siswanya datang ke sekolah untuk menuntaskan nilai-nilai yang masih kosong atau meminta saran kepada guru-guru persoalan dunia perkuliahan.
Untuk soal SNMPTN, 15 orang setiap kelasnya mendapatkan kuota tersebut, Distra dan Ara adalah salah satu dari kuota SNMPTN. Ara juga sudah memilih jurusan perkuliahan serta tempat kuliahnya namun Ara masih menyembunyikan dari Distra karena belum siap memberitahukan hal ini.
Back to topic.
Ara berhenti di depan kelas Baskara lalu memanggil sosok yang sedang bermain video game bersama kawan-kawannya.
"Kenapa manggil Gue? Kangen Lo?" Tanya Baskara masih dalam posisi bermain video game.
"Aku mau ngobrol soal Distra tapi di luar aja, nggak enak sama teman kelasmu kalau aku masuk di dalam."
Baskara mengangguk pasrah lalu memberikan ponselnya kepada teman sekelasnya. "Bantuin ya, sebentar Gue balik lagi."
Ara berhenti di dekat tangga, begitu juga dengan Baskara.
"Langsung aja ya, aku nggak tahu kenapa Distra dari tadi pagi aneh banget, bahkan dia nggak ajak aku ngobrol sama sekali dan mukanya gelisah kayak lagi tertekan."
Baskara membulatkan matanya. "Serius?? Distra sakit kali makanya kayak gitu." Kata Baskara.
"Tadi aku udah nanya ke dia tapi dia bilang baik-baik aja. Aneh kan?"
Cowok di hadapan Ara teringat hal yang terjadi semalam. "Berarti dia beneran nurutin perkataan Syira dong." Ucap Baskara yang tidak dimengerti oleh Ara.
"Maksudnya?"
"Beneran nih mau tau?"
Ara mengangguk.
"Tapi jangan nyesel ya!" Seru Baskara.
Ara kembali mengangguk antusias sekaligus dibuat penasaran.
"Semalam setelah Lo pulang, Gue pengen samperin Distra buat ngasih tahu Lo udah pulang sendiri tadi malam tapi nggak jadi karena Distra sama Syira lagi berduaan di dekat kolam terus," Jeda. "Terus si Syira itu nyuruh Distra buat ngejauhin Lo sebagai kadonya ke enam belas tahun." Jelas Baskara.
Ara mematung, gadis itu tidak menyangka kalau Distra akan melakukan itu hal itu.
"Awalnya Gu kira dia nggak bakal nurutin karena tahu sendiri kan Distra gimana orangnya? Dia nggak pernah lepas sama Lo, kayak suami istri tapi ternyata dia beneran nurutin apa kata Syira."
Perlahan air mata gadis itu keluar, kemudian ia menghapusnya. "Kamu nggak bohongkan?" Tanya Ara kembali memastikan.
"Ngapain Gue bohong soal beginian."
Ara kembali menghapus air matanya, Ara tak tahu harus berbuat apa.
"Sakit ya Ra?" Tanya Baskara.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, tapi syok aja dengernya." Katanya lalu tersenyum.
"Tahu nggak Ra, ini pertama kali kita cerita panjang setelah lima tahun sekelas lho. Bangga juga Gue ngegibah bareng Lo."
Ara mendengus. "Makasih udah tanya yang sebenarnya, Aku balik dulu ke kelas nggak enak kalau ninggalin Distra sendirian."
"Padahal Lo yang di tinggal sama dia, kok bisa lo yang nggak enak?"
Ara menghardikkan bahunya lalu melambaikan tangan ke Baskara sembari tersenyum masam.
Setelah Ara pikir-pikir kembali sepertinya ini jalan terbaik yang akan Ara lewati sebelum kelulusan di SMA, toh nanti Ara bakalan pergi juga meninggalkan Distra dan seharusnya saat hari kepergiannya Distra tidak akan bersedih seperti yang Ara bayangkan karena Distra sudah duluan melakukannya dari Ara.
Gadis itu akan beraktivitas seperti biasanya, ia tidak akan melakukan hal yang mencurigakan kalau sebenarnya dia sudah tahu maksud dari Distra yang sejak tadi berdiam diri tidak mengajak Ara mengobrol seperti biasa.
Ara sampai di kelas kemudian duduk di samping Distra sembari mendengarkan lagu menggunakan AirPods seperti biasa, lalu ia tengkurap membelakangi Distra.
"Sakit ya Ra?"
Pertanyaan Baskara berulang kali terlintas di pikirannya.
Sakit Bas.
Matanya mulai memanas dan kemudian butiran demi butiran tergelinang di pipinya sehingga membasahi area sekitar wajahnya.
Ara itu gadis yang cengeng makanya Distra selalu menghibur Ara dengan lelucon konyolnya. Tapi sekarang? Ara tidak tahu harus bagaimana, ia seperti ingin menghilang dari bumi saja.
Jika aku lulus dalam seleksi SNMPTN, pasti kepergianku akan lebih cepat dari yang kubayangkan tetapi jika tidak lulus maka butuh waktu satu bulan untuk pendaftaran SNMPTN dan kembali menunggu beberapa hari untuk pengumumannya.
Semoga saja.
Si pecicilan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.