PR harusnya di kerja di rumah, tapi Asmara Resta lebih senang mengerjakannya di sekolah. Caranya yaitu Ara harus cepat datang ke sekolah di bandingkan hari-hari biasanya. Padahal Ara bisa mengerjakannya bersama Distra, apalagi mereka cuman satu rumah tapi Ara selalu menolak, katanya ketika ia mengerjakan PR di Sekolah ia akan lebih konsentrasi tapi tetap saja walaupun mengerjakannya di Sekolah ia akan nyontek pada buku Distra.Ketika Ara sibuk dengan PR, Distra sibuk membaca komik yang belum selesai satu buku. Sebenarnya semalam ia ingin sekali menyelesaikannya tapi mengerjakan PR lebih penting.
Setelah Asmara Resta menyelesaikan PR, ia lalu menidurkan kepalanya di atas meja bertumpukan lengan. Semalam, tidurnya terganggu karena memikirkan sang ibunda. Tidak, Ara tidak menangis, ia cuman memutar balik ingatan kebersamaannya dengan sang ibunda yang sangat bahagia namun saat kehilangan bunda tersayang Ara seperti tidak memiliki tujuan hidup lagi, untung saja ada Distra yang mampu mengembalikan Ara seperti semula.
Semua siswa dan siswi sudah datang, guru yang mengajar juga sudah duduk di depan sembari mengabsen anak muridnya satu persatu, Ara belum juga bangun karena cowok di sebelahnya merasa kasihan dengan Ara yang terlelap.
"Distra Anjana." Suara Bu Mona menggelegar satu ruangan kelas.
Dengan sigap Distra mengangkat tangan sebelah kanan dengan semangat seperti biasanya "Hadir bu!" Serunya.
Bu Mona yang terkenal kalem itu, fokusnya bukan ke cowok pecinta motor vespa melainkan ke Ara yang terlelap di atas meja. "Dis, tolong bangunkan Ara." Pinta Bu Mona dengan lembut.
Distra cuman mengangguk kemudian menoleh ke Ara yang sepertinya ia sangat tidak tega untuk membangunkan gadis judes tersebut, tapi apalah daya, ia harus menuruti permintaan guru kesayangannya. Bu Mona. "Ara, bangun Ra." Panggil Distra setengah berbisik sekaligus sedikit mengguncang tubuh sang sahabat.
Ara menepis guncangan Distra dengan tangannya. "Aku ngantuk Dis," bisik Ara dengan suara yang parau namun wajahnya masih tertutup helai-helai rambutnya.
"Di suruh sama Bu Mona, Ra." Tanpa aba-aba Ara langsung bangun dengan mata memerah. Sedang mengumpulkan nyawanya yang sempat di renggut oleh mimpi singkat.
Sesayang-sayangnya Distra dengan Bu Mona, Ara lebih-lebih sayang. Bu Mona baik, mampu memahami karakter para murid-murid SMA Gemilang, dan Bu Mona juga sudah Ara anggap sebagai orang tua sendiri. Bu Mona selalu ada apalagi saat Ara berduka, Bu Mona datang dan memberi Ara motivasi sedikit untuk membangkitkan Ara dari kegelapan.
"Asmara, kamu cuci muka dulu." Pinta sekali lagi Bu Mona dan hanya di balas anggukan.
"Bu, saya temanin Ara cuci muka, ya," kata Distra sambil menunjukkan senyum khasnya.
"Distra, Asmara nggak akan hilang kok kalau cuci muka doang. Yakin sama ibu,"
"Hehe, bukan gitu maksud Distra Bu Mona cantik. Maksud Distra adalah Distra pengen nemenin Ara, takutnya, nih cewek judes bukannya pergi cuci muka malah singgah ke UKS." Paling bisa Distra membuat alasan konyol tapi masuk akal.
Ara memang suka ke UKS diam-diam hanya untuk tidur, kebetulan kelasnya dan UKS tidak jauh jarak dari kelas mereka.
Ara yang mendengar ucapan Distra yang konyol itu cuman menggelengkan kepalanya, tidak ingin banyak ngomong karena nyawanya bahkan tidak sepenuhnya sekarang. "Ya sudah, lima menit." Kata Bu Mona mengizinkan dua murid kesayangannya.
Distra dan Ara mulai berjalan keluar. Ara yang di dorong Distra agar cewek itu jalan secepatnya. Sekarang, kondisi gadis itu seperti mayat hidup. Matanya bahkan cuman setengah terbuka.
Setelah sampai di westafel umum, Ara membilas mukanya dengan kedua telapak tangan dengan lesuh. Karena Distra sebal melihat tingkah Ara yang sangat lambat Distra kemudian membantu membilaskan wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DISARA [COMPLETED]
Novela JuvenilYANG NGGAK SUKA KEBUCINAN HARAP UNTUK TIDAK BACA! Distra menjadikan Ara pusat dunianya, dan Ara menjadikan Distra belahan jiwanya. Distra yang tak ingin melepaskan Ara, dan Ara yang tak ingin bergantung pada Distra. ini tentang Asmara Distra. -//- ...