26

578 61 6
                                    


Setelah kejadian tadi siang, Ara sebenarnya malu sekali ingin berjumpa dengan Baskara tetapi sudah lah, Baskara sudah tahu yang sebenarnya karena Syira. Karena gadis itu semua perasaan yang Ara rahasiakan terbongkar padahal tidak ada niat sedikitpun Ara membokar isi hatinya dulu.

Ara tidak marah dengan Syira tetapi gadis itu malah marah dengan Distra. Ara yakin Distra pasti memberitahukan kepada gebetannya itu.

Distra yang cenayang itu selalu mengerti dengan segala sikap Ara, "Jangan bilang kamu marah sama aku?" Tanya Distra dengan kemeja kotak-kotak tanpa di kancing, kaos hitam dan celana jeans. Sepertinya Distra berniat untuk pergi.

"Kenapa sih mulut kamu itu ember banget? Kenapa Syira tahu kalau aku pernah suka sama Baskara?" Serunya dengan pertanyaan menggebu-gebu sampai membuat Distra bingung sendiri kenapa dia membocorkan rahasia ini. Rahasia yang harusnya cuman mereka berdua yang tahu.

Distra menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Dia bingung sendiri ingin menjawab apa, mulutnya ini perlu di bilas pakai pencuci piring biar tidak senonoh. "Maaf Ra, aku juga bingung kenapa aku bisa bilang di Syira kalau kamu suka sama Baskara. Mungkin saat aku ngomong gitu ke dia aku nggak sadar deh Ra." Bukan, Ara tidak membutuhkan jawaban seperti ini dari Distra, tetapi ia membutuhkan penjelasan dari cowok di hadapannya.

Kamu kayak berubah Dis.

"Lupain."

Saat Ara ingin masuk ke kamar, Distra malah menariknya sampai gadis itu berada di pelukannya. Distra tau Ara sedang marah saat ini tapi Distra bingung ingin meminta maaf seperti bagaimana lagi dan satu-satunya cara Distra di maafkan adalah seperti ini.

"Maaf kalau aku berubah, Ra. Aku bukan Distra yang dulu lagi, aku juga nggak tau kenapa aku berubah jadi begini, aku nggak tau gimana cara menjadi Distra yang dulu lagi, yang selalu ada buat kamu saja." Seperti mendengar isi hati Ara, Distra terus meminta maaf atas sikapnya yang berubah tanpa alasan.

Ara terharu, akhirnya Distra sadar kalau saja sahabatnya itu sudah berubah entah karena siapa.

Mengangkat wajahnya sehingga ia bisa bertatapan langsung dengan Distra. "Kalau semisalkan kamu udah jadian sama Ira jangan lupain aku, ya?" Ara mengangkat jari kelingkingnya lalu menautkan pada jari Distra.

"Janji."

Aku tahu, janji ini cuman bikin aku tenang kan Dis? Tanya Ara dalam hati, ia tidak berani mengungkapkannya langsung, takut cowok itu salah paham dan memikir yang tidak-tidak.

"Oh iya, sampai lupa alasan aku panggil kamu kesini."

"Ada apa?" Tanya Ara.

Distra seketika tersenyum. "Aku bakalan kencan bareng Syira malam ini. Kencan pertama lho, Ra ... jadi aku harus bikin kencan pertama ini harus keren, dan satu hal lagi, aku juga udah reservasi tempat makan yang privat. Menurut kamu, aku keren kan?" Dengan ke-PD-an setinggi monas, Ara cuman menanggapinya dengan anggukan ringan.

"Yaudah kamu pergi sekarang." Kata Ara lalu mendorong Distra untuk segera pergi.

"Seharusnya sahabat yang baik itu mendoakan biar kencannya berjalan lancar, ini malah ngusir paksa lagi."

"Semoga harimu menyenangkan." Balas Ara sambil menunjukan senyumnya.

"Bukan gitu Raaa." Saat itu juga Ara langsung berlari menuju kamar sebelum Distra menggantungnya hidup-hidup saking emosinya dengan kelakuan Ara yang sangat menyebalkan hari ini.

Dengan motor vespa ungunya, ia berangkat ke restoran jepang seorang diri, disana pasti sudah ada Syira yang menunggu sendiri juga. Sebenarnya, Distra ingin menjemput Syira tapi gadis itu menolak, katanya "Kita pergi masing-masing saja biar nggak buang-buang waktu." Jawaban masuk akal itu langsung Distra angguki tanpa penolakan.

DISARA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang