32

794 69 1
                                    


Setelah Ara menghubungi Kahi untuk mengabarkan kalau hari ini gadis itu sudah siap untuk pindah ke Yogyakarta, Kahi langsung membelikan tiket pesawat keberangkatan gadis tersebut. Kahi menjemput Ara di Jakarta, kemudian bersama-sama ke Yogyakarta.

Awalnya Ara sudah menolak karena Kahi akan kelelahan jika harus pulang balik naik pesawat dalam sehari tetapi Kahi tidak menerima penolakan dari Ara, gadis yang berusia 19 tahun itu kekeuh ingin mengantar dan menjemput Ara.

Pesawat keberangkatan Ara pukul 9 malam, sekarang masih pukul 4 sore, Kahi juga sudah berada di Jakarta tetapi ia sedang istirahat di hotel dan akan menjemput Ara pukul 8 malam seusai shalat Isya.

Gadis itu membereskan segala perlengkapan mulai dari pakaian, buku-buku, surat-surat penting, dan beberapa action figur yang di berikan oleh Distra akan ia bawa sebagai kenang-kenangan. 1 koper berukuran sedang dan 1 lagi tas ransel sekolah yang isinya hanya dompet, AirPods, power bank, charger, dan beberapa barang yang tak perlu di masukan kedalam koper.

Tadi pagi, setelah Distra pergi nongkrong bersama teman-teman Vespanya Ara langsung memberitahukan berita mendadak ini ke Mamam dan Papap-nya Distra. Mereka semua syok seperti dugaan Ara bahkan Mamam-nya Distra sempat menangis dan memeluk Ara sehingga gadis itu juga ikutan larut dalam tangisan.

Berulang kali Ara meminta maaf ke Mamam, Papap, dan Mbak Disya karena sudah merepotkan Ara selama hampir 6 bulan ini dan mereka semua tidak merasa di repotkan sekali bahkan semuanya tidak ada yang ingin Ara pergi.

"Tinggal berpamitan dengan Distra. Aku harap dia udah dirumah setelah shalat maghrib." Gumam Ara masih dalam posisi merapikan kamarnya.

"Kalau saja aku tanya ke dia sejak kemarin, aku pasti bakal menangis dan malah aku yang nggak mau tinggalin dia. Ini sudah jalan yang terbaik, kami sama-sama ingin pergi dan melepaskan ikatan ini walaupun aku, aku tidak ingin pergi darinya." Air matanya kembali berulah ingin membasahi sekitar area wajahnya. "Aku egois ya? Iyakan? Makanya cewek kayak aku nggak berhak ada di dekat Distra."

Ara memasukan buku tahunannya kedalam koper kemudian foto-foto Ara dan Distra ketika sedang bermain di dufan ia masukan kedalam tas ransel, ia menyelipkan foto tersebut di dalam buku agar tidak lecek walaupun terombang-ambing.

Saat sibuk beberes, bunyi telfon Ara berdering nyaring.

Mbak Kahi?

"Assalamualaikum, ada apa Mbak?"

"Waalaikumsalam, kamu udah beresin semuanya?" Tanyanya dengan suara yang masih parau seperti orang yang baru bangun tidur.

"Ini lagi beresin sebagian, bentar lagi udah kelar kok."

"Baguslah,"

"Ada apa emangnya mbak?"

Terdengar suara dengusan. "Pesawatnya di majuin jam tujuh, jadi mbak jemput kamu sebelum shalat maghrib. Bisa kan?"

Ara melirik jam tangannya, sisa satu setengah jam kemudian dia berangkat dari rumah ini.

"Bisa kok Mbak."

"Ya sudah, sebentar aku jemput kamu sekitar... satu setengah jam lagi."

"Siap! yasudah aku matiin dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ara mempercepat untuk membereskan segalanya lalu membawa kopernya keluar dari kamar dan mengunci kamar dengan rapat-rapat.

DISARA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang