Tidak ada bukan berarti hilang
Pergi bukan untuk kembali
Tapi, benar-benar sudah pulang.Hari ini, Ara kehilangan sosok berarti dalam hidupnya. Beliau adalah orang yang berjasa dalam hidup Ara tapi apalah daya, tuhan sudah memanggil sang ibunda begitu cepat bahkan Ara masih sangat tidak siap dengan kehilangannya beliau.
Sekarang Asmara yang sering kali di panggil Ara cuman diam, sembari memandang kosong ke arah batu nisan yang sudah tercetak nama sang ibunda serta tanggal lahir hingga tanggal wafatnya.
Tubuh berlutut mengarah pusara,
Celana jeans sudah kotor dengan tanah merah,
Meletakkan berbagai macam bunga yang tak ada artinya,
Memeluk nisan, seakan tak ikhlas akan kehendak tuhan.Sekarang ia cuman berlutut sembari di temani Distra di sebelahnya yang tak bisa berbuat apa-apa. Distra, si cowok yang selalu ada menemani Ara, boleh di katakan ia adalah sahabat Ara, Distra ada jika Ara membutuhkan, Distra selalu bisa menjadi manusia yang Ara sayangi setelah sang ibunda.
Distra adalah orang satu-satunya yang bisa Ara percayai di dunia ini, dan Distra akan selalu di samping Ara karena si gadis rapuh sendiri di kota besar ini. Ayahnya? Entahlah, pria itu menghilang selama hampir satu tahun lamanya, bahkan sang Ayah tidak datang ke pemakaman istrinya sendiri dan mirisnya lagi Ara cuman anak satu-satunya.
"Ra kita pulang yuk. Kamu nginap dirumahku aja, aku nggak bisa ninggalin kamu sendiri dengan keadaan seperti ini."
Nggak sekali Ara nginap di rumah Distra, bahkan pernah sudah berbulan-bulan ia nginap dirumah Distra karena sang ibunda saat itu di rawat di rumah sakit dan setelah itu pergi selama-lamanya, begitu juga dengan Ayahnya yang hilang kontak seperti pergi selama-lamanya dari Ara. Semuanya pergi meninggalkan Ara, cuman rumah sederhana yang di titipkan untuk Ara, tapi gadis rapuh itu tidak menginginkan benda mahal, ia cuman menginginkan Bundanya kembali dan Ayahnya ada sekarang di sampingnya. Dan berharap seseorang mengatakan ini cuman mimpi buruk.
"Bunda, Ara pulang ya, Ara bakal jaga diri baik-baik." Berusaha Ara tersenyum namun sulit, di paksa senyum itu tapi nggak bisa-bisa juga. Mungkin bukan saatnya tersenyum, lain kali senyum itu akan terbit kembali, dan Distra pasti orang pertama yang bisa menerbitkan senyuman itu.
"Bun, Aku janji bakal jagain Ara, aku janji nggak bakal buat dia sedih, ini kesedihan Ara yang terakhir. Kami pulang dulu, kapan-kapan kalau ada waktu kami kesini buat nengok bunda. Iya, kan, Ra?" Ara sempat melirik ke arah Distra, begitu tulus ucapan Distra sampai-sampai membuat Ara ingin kembali menangis, namun ia tunda dulu, Ara tidak ingin membuat Distra ikutan sedih lagi. Cukup dirinya yang sedih akan kepergian Bundanya.
Ara mengangguk sembari menunjukan senyumnya walau sulit sekali. "Makasih Distra. Kamu adalah manusia paling baik setelah bunda."
8 april 2020
#dirumahaja
KAMU SEDANG MEMBACA
DISARA [COMPLETED]
Teen FictionYANG NGGAK SUKA KEBUCINAN HARAP UNTUK TIDAK BACA! Distra menjadikan Ara pusat dunianya, dan Ara menjadikan Distra belahan jiwanya. Distra yang tak ingin melepaskan Ara, dan Ara yang tak ingin bergantung pada Distra. ini tentang Asmara Distra. -//- ...