5 || Mempertahankan Ego

6.2K 350 2
                                    

Cinta itu buta, ga pandang wajah ataupun tempat. Ngalir aja gitu kaya air

***

Gadis itu masuk ke dalam rumahnya dengan wajah beloon. Bibirnya terus saja menggerutu tidak jelas lantaran hal bodoh yang baru saja ia lakukan. Seharusnya dirinya tadi minta diturunkan di depan komplek saja agar tidak di curigai oleh Arka.

"Lita bego, Lita bego!"

Kakinya berjalan memasuki pekarangan rumah mewah milik kedua orang tuanya dengan tidak bersemangat  pasalnya hari ini ia banyak sekali melakukan kegiatan di luar ekspetasinya, contohnya mengerjakan soal kimia sebanyak lima puluh soal dan itu harus selesai dalam waktu dua jam. Bisa di bayangkan?

Ingin rasanya Lita menghujat Bu Dinda selaku guru dalam bidang ini karena telah seenak jidat memberikannya soal sebanyak itu, tapi jangan deh dosa. Kimia memang  pelajaran yang mendominan di kelasnya dan Lita pun mengakui jika ia menyukai pelajaran itu, tapi tidak dengan mengerjakan soal sebanyak itu.

Dan oleh sebab itu lah ia masuk jurusan IPA dengan bidang kimia. Berbeda dengan kedua temannya. Sherly dan Ara adalah salah satu contoh dari beberapa teman-teman di kelasnya yang masuk Jurusan IPA karena paksaan orang tua mereka.

Tangan kanannya menyapu keringat yang mengalir di pelipis dengan tissu yang selalu ia bawa kemana pun. Kepalanya mulai pusing akibat sinar matahari yang masih sangat menyengat padahal jam sudah menunjukan pukul tiga lewat empat puluh lima menit. Mataharinya nakal, ga mau masuk rumah tepat waktu.

"Pulang sama siapa kamu?!"

Alita terlonjak kaget saat mendengar seruan yang berasal dari balik pintu. Ia menatap malas orang yang ada di hadapannya. Berbeda dengan orang itu yang malah menatap Alita dengan sorot kebencian mendalam. Kedua tangannya di letakan di depan dada dengan posisi menyilang.

"Pulang sama siapa kamu?!" ulangnya masih dengan nada yang sama.

Alita mendengus pelan, menatap lawan bicaranya sebentar lalu kembali melangkahkan kakinya, telinganya di tulikan seolah ia tidak mendengar suara apapun selain suara hati dan langkah kaki.

"Hai! Saya sedang bicara dengan kamu!" wanita itu kembali bersuara membuat Alita jenggah.

Lita berhentih dan memutar tubuhnya menghadap penuh kearah wanita dengan baju rumahan yang masih berdiri di posisi awalnya. Sorot matanya menampilkan sorot malas. Malas lah, bagaimana tidak kalas, selalu drama yang di keluarkan oleh wanita itu dan membuat dirinya benar-benar malas.

"Apa perduli anda?"

Wanita itu berdecih, "Dasar tidak tau sopan santun!"

Lita tidak perduli, ia kembali melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga yang akan menghantarkannya ke lantai atas di mana kamarnya berada.

"Heh! Jawab pertanyaan saya!"

Hembusan nafas kasar terdengar. Alita memberhentikan langkahnya di tengah anak tangga dan berbalik badan menatap lawan bicaranya yang masih setia di tempat.

"Dengan siapa saya pulang, itu bukan urusan anda." Lita tau ini tidak sopan, tapi mau selembut apapun dirinya menjawab pertanyaan wanita itu,  tetap saja ucapan kasar yang akan di lontarkan.

"Anak tidak tau diri, engga tau sopan santun dasar anak-

Tanpa kata dan ucapan barang sehuruf, Lita melanjutkan jalannya yang sempat tertunda dan mengabaikan teriakan Miranda yang terus memaki dirinya dengan kata-kata kasar yang dapat membuatnya sakit hati.

ARLITA [Selesai] (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang