Mau sebanyak apa kebaikan yang kamu lakukan. Kalo tanpa sengaja kamu buat satu kesalahan, itu bisa fatal akibatnya
***
Kelas ini sedikit sepi lantaran sebagian dari penghuninya memilih mengasingkan diri di kantin untuk sarapan atau hanya membeli jajaran ringan. Tapi berbeda dengan dua lelaki dengan seragam tidak rapih itu. Keduanya kini sedang duduk di kursi berposisi saling berdampingan. Di depan mereka ada kotak bekal warna merah muda dengan nasi goreng sebagai isi.
Rio dan Helmi menyantapnya bersama. Mereka akui nasi goreng dengan telur dadar yang di lipat menjadi satu lalu di potong-potong serta ada udang sebagai campuran nasi di tambah dengan adanya daun selada sebagai pelengkap ini memang enak. Sederhana namun rasanya tidak jauh beda dengan nasi goreng seafood yang sering mereka makan di cafe-cafe atau restoran langganan mereka.
Porsinya cukup banyak hingga membuat perut mereka kenyang dan tidak perlu lagi kekantin untuk sarapan.
"Udah tiga hari ini gue perhatiin lo bawa bekel terus Yo. Kesambet atau memang di paksa ibu lo?" Rio menoleh pada Helmi dengan keadaan mulut yang penuh dengan nasi.
Lelaki itu menggeleng, "Engguak. Ghue kan nguanteng juadi ada ajaua yuang nguasih." Helmi tidak menjawab, ia hanya bisa menggeleng melihat tinggah absurd temannya yang satu ini. mulut penuh berbicara, coba jika itu dirinya dan di depannya ada daddynya, auto di coret dari kartu keluarga.
"Sumpah sih ini enak banget. Gue ga bohong." Helmi bersuara dan Rio hanya mengangguk menyetujui. Benar, nasi goreng ini memang enak sepertinya yang membuat adalah seorang koki atau mahasiswa tataboga(?)
Helmi melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah pukul delapan tapi Arka belum juga dateng. Mentang-mentang sekolah free dan dia dateng semaunya sendiri? oh tidak bisa seperti itu paijo, karena absen kelas terus berjalan selama rapot belum di bagikan.
Helmi menoleh memperhatikan Rio yang sedang menutup bekalnya lalu ia memasukannya pada paper bag lalu di taruh di kolong meja. Rio menenguk air yang ada di atas meja dan menoleh kepada Helmi yang juga sedang menatapnya.
"Apa sih lo?!"
"Temen lo kemana, kok ga masuk?" Helmi tidak menjawab pertanyaannya dan malah bertanya tentang Arka.
Rio hanya mengangkat bahu pertanda ia tidak mengetahui di mana keberadaan Arka. Jika tau pun Rio tidak perduli.
"Bocah kampret!"
🥀
Lita duduk termemung di bangkunya. Seperti biasa ia duduk seorang diri di pojok kelas. Tapi kali ini ada yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini sama sekali tidak berwarna. Rasanya saat ini ia seperti sedang di ambang kekecewaan yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLITA [Selesai] (Terbit)
Fiksi RemajaSeries # 1 MauNinda Series #1 *** Keasingan dan ketertekanan menjadi awal dari kisah ini. Cerita ini di buat untuk mengigatkan jika sesuatu di dunia ini tidak selalu manis dan berjalan dengan lurus. Ada hal yang harus di korbankan. Ada rasa yang ha...