19 || Pergi?

5.7K 316 7
                                    

Ada rasa yang tidak sempat terucap dan ada hati yang tidak bisa bersatu

***

Tiga orang dewasa dengan satu gadis biasa tengah saling diam. Ketiga orang dewasa itu sedang berada di satu ruangan yang berdominasi berwarna putih. Bau obat-obatan yang menyeruak masuk kedalam rongga hidung masing-masing tidak menghambat pembicaraan mereka.

Ketiganya masih diam dengan raut wajah tidak terbaca. Cemas, takut, pedih dan khawatir bergabung menjadi satu.

Kirana mencengkrang lengan suaminya cukup kencang, menyalurkan rasa takut yang ada di dalam dirinya yang tidak bisa di hilangkan dengan cepat. Sementara Jonathan hanya bisa mengusap punggung tangan istrinya berusaha memberikan ketenangan.

Namun sepertinya itu sia-sia.

Kirana masih mencengkram lengannya.

Pria dengan jas putih serta tetoskop yang menggantung di lehernya itu menatap cemas kearah gadis berseragam yang masih terkapar di atas branka dengan keadaan mata terpejam.

Sudah hampir dua pukuh menit lamanya ia tertidur dan tidak kunjung membuka matanya.

Dokter bernametag David itu mulai menarik nafasnya, ia menatap sepasang suami istri di hadapannya ini dengan sorot tidak terbaca. Sejujurnya ia merasa tidak tega membicarakan hal ini, tapi ini memang keharusan yang harus segera di bicarakan.

Jonathan berdehem membuyarkan suasana yang hening. Ia menatap dokter di depannya dengan khawatir, "Jadi gimana keadaan putri saya dok?"

Putri? Biarkan lah untuk saat ini ia mengaku jika Alita adalah putrinya. Terlalu bertele jika ia bilang Alita adalah anak dari kakaknya, bisa panjang urusannya.

Sebelum menjawab pertanyaan Jonathan dokter David menghembuskan nafasnya berat, "Sebelumnya saya mau bertanya kepada kalian selaku orang tua, apa nona Alita pernah mengalami kecelakaan?"

Jonathan dan Kirana kompak saling tatap, keduanya bertindak seolah-olah sedang berbicara melalui batin.

"Iya dok, Lita pernah kecelakaan mobil dua tahun yang lalu." Jelas Jonathan.

Dokter itu memasukan tangan kirinya kedalam saku jas putih miliknya, "Apa nona selama ini pernah mengeluh dengan keadaan kepalanya? Contohnya sakit kepala yang mendadak atau pandangan kabur?"

Kirana menggeleng. Alita memang tidak pernah mengadu ataupun melaporkan tentang keadaan fisiknya, ia hanya mengeluh jika maminya berulah selebihnya anak itu tertutup.

"Memangnya ada apa dok?"

Dokter David menatap cemas Kirana yang ada di hadapannya, "Maaf bu, menurut pemeriksaan saya nona Alita sepertinya mengalami kerusakan otak, bukan, lebih tepatnya tumor otak. Tapi ini masih dugaan saya, kita bisa memastikannya saat hasil rongsen keluar."

🥀

Alita turun dari mobil berwarna putih yang di kendarai oleh Jonathan. Sebelum turun ia sempat berpamitan dahulu kepada Kirana dan Jonathan.

Lita berjalan memasuki rumahnya dengan santai tanpa rasa takut karena pulang kerumah di waktu yang tidak tepat. Ia yakin jika keluarganya belum pada tidur ini terbukti dari lampu-lampu yang  masih menyala.

Alita terus melangkah berjalan tanpa beban. Hingga saat melewati ruang keluarga langkahnya tertahan karena mendengar seseorang memanggil namanya.

"Lita, dari mana aja kamu jam segini baru pulang?"

Lita menoleh ke arah papinya yang sedang berjalan kearahnya berdiri.

ARLITA [Selesai] (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang