26 || Hasil Rontgen

5.1K 295 2
                                    

Ikan tau tempatnya bukan di darat melaikan di air. Jika ia memaksakan untuk menetap di darat percayalah, sedikit demi sedikit ia akan kehilangan nafas dan berakhir meninggalkan dunia

***

Saat ini Alita serta om dan tantenya sudah sampai di rumah sakit dimana mereka membuat janji dengan salah satu dokter yang bekerja di sini. Dokter yang menangani Alita saat ia pingsan beberapa hari lalu.

Jonathan yang memang tidak tau letak ruangan dokter David memilih untuk bertanya pada suster yang menjaga meja repsesionis. Dari pada tersesat di antara banyaknya ruangan lebih baik bertanya kan.

Jonathan kembali menghampiri istri serta keponakannya yang menunggu tidak jauh meja repsesionis.

"Lantai berapa Mas?" Kirana bertanya saat melihat suaminya sudah berdiri di hadapannya.

"Lantai empat, ayo."

Kirana mengangguk. Mereka bertiga berjalan memasuki lift, memencet tombol 4. Kirana menoleh kesamping saat tidak mendengar suara Alita. Kirana memejamkan matanya ketika memergoki Alita sedang melamun, hatinya terasa teriris ketika melihat wajah yang biasanya selalu menampilkan senyum itu burubah. Kirana tau bagaimana rasanya menjadi Alita.

Alita menghela nafasnya ketika melihat wajahnya dari pantulan lift. Dirinya nampak kacau dengan wajah datar tidak bersemangat yang ia tampilkan sejak tadi. Lita sadar jika dirinya banyak diam dan melamun di sepanjang perjalanan bukan tanpa sebab dirinya begini. Jujur saja Lita sangat takut akan hasil yang ia terima nanti, dirinya takut jika hasilnya akan membuat dirinya hancur.

Kirana menyentuh pundak ponakannya dan tersenyum saat mata itu bertemu dengan matanya. Mereka keluar lift di ikuti oleh beberapa orang di belakang. Jonathan memimpin jalan semantara Kirana dan Alita mengekori.

Mereka sampai di depan pintu yang terdapat papan kecil bertuliskan dr.David Saputro. Jonathan mengetuk pintu terlebih dahulu dan membukanya saat mendengar ada sautan dari dalam.

Ketiganya masuk kedalam ruangan dengan ukuran yang tidak terlalu kecil tidak juga tidak terlalu besar. Sedang.

"Selamat siang dok." sapa Jonathan memulai.

David mengangguk dan tersenyum, "Siang pak. Silahkan duduk."

Jonathan mengangguk. Ia menarik bangku yang langsung berhadapan dengan David di susul dengan Kirana yang mengikuti gerakan sang suami.

Sedangkan Alita hanya berdiri di belakang Kirana karena bangku di depannya hanya ada dua.

David yang melihat pasiennya belum duduk pun berinisiatif mengambil bangku cadangan yang ada di dekatnya dan menyerahkan bangku itu pada Alita.

Alita mengucapkan terima kasih dan ia memposisikan duduknya di dekat Kirana.

David berdehem sebentar untuk memecahkan keheningan yang ada. Tangan David mengambil salah satu map yang ada di atas meja dan mengeluarkan isi dari map tersebut.

Ia menatap ketiga orang di hadapannya dengan tidak enak. Sebagai seorang dokter hal seperti ini adalah hal yang lumprah dan sudah menjadi santapan sehari-hari. Tapi entah mengapa kali ini rasanya sedikit berat, "Baik lah. Sebelumnya saya minta maaf kalau hasil yang akan saya jelaskan tidak sesuai dengan apa yang kalian inginkan. Setelah hasil ini keluar saya sudah mengeceknya terlebih dahulu dan setelah saya cocokan memang benar - sedikit jeda. "Alita positif terkena tumor otak stadium awal."

Dunianya detik ini juga hancur. Hatinya sakit terasa ada batu besar yang menghampitnya. Kekuatan yang sudah ia bangun runtuh dalam sekejab. Apa ini yang di namakan hancur yang sebenarnya? Kenyataan yang tidak pernah ia bayangkan sekarang menjadi kenyataan. Dirinya benar-benar sudah hancur.

ARLITA [Selesai] (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang