Keluarga itu saling dukung, bukan saling menjatuhkan
***
Suasana yang bising akibat kegaduhan siswa siswi yang berebut meminta di layani dahulu saja sudah membuat telinga terganggu dan sekarang malah di tambah dengan suara gitar yang mendominasi.
Pelakunya tiada lain dan bukan adalah preman sekolah yang baru saja masuk akibat di skorsing selama dua minggu oleh pihak sekolah. Lelaki brandal tapi memiliki otak encer itu tidak lain adalah Helmi.
Lelaki itu kini sedang duduk di temani dengan kedua temannya dan jangan lupakan gitar coklat yang ada di pangguannya. Gitar colongan dari ruang musik maksudnya.
Kedua temannya yang sedari tadi bersamanya hanya bisa diam dan mengikuti alur main Helmi. Mereka tau Helmi memang suka gitar dan kemampuannya pun tidak usah di ragukan lagi, di tambah suaranya pun dapat di golongkan bagus.
Jreng jreng...
"Cinta...mengapa singgah di hatiku"
"Kau salah memilih tempat dan waktu, tak-
"Tak terhingga sepanjang masa han- aduh!" Rio menatap Helmi dengan tidak terima, apa-apaan sih Helmi ini kepala anak orang maen di pukul-pukul seenak jidatnya.
"Apaan sih lo!"
"Goblok koe!" Seru Helmi kesal. Bagaimana tidak kesal, lagi asik-asik bernyanyi sambil menghayati setiap liriknya, ehh malah di ganggu. Ini tuh ibarat lagi berak di ketok pintunya.
"Bodo amat Mi!"
Rio acuh, ia malah membuang wajahnya dari pandangan Helmi.
Rio menyikut Helmi saat mendapati Arka sedang senyum-senyum tidak jelas.
"Apaan sih!"
"Noh liat," Rio menunjuk Arka dengan dagunya.
"Hallah paling lagi jatuh cinta. Awas nanti kay-
Helmi langsung menghentikan ucapannya saat merasakan kakinya di injek oleh Rio.
"Bego." Ucap Rio pelan.
Helmi hanya menyengir, seakan-akan ia memang tidak berdosa.
Keduanya berpura-pura sibuk kembali dengan kegiatan mereka. Bersyukur Arka tidak mendengar kalimat Helmi tadi. Coba jika mendengar auto tamat hidup Helmi.
Helmi kembali memetik senar gitarnya kembali, menyanyikan lagu yang menurutnya bagus untuk menjadi teman makan para teman-temannya.
Arka dan Rio mengakui jika suara Helmi memang bagus, jadi mau seberisik apapun suara Helmi tidak akan pernah menganggu. Malah kadang-kadang Rio dan Arka ikut bernyanyi.
Sebandel-bandelnya Helmi, Helmi adalah anak yang pintar. Ia satu kelas dengan Arka dan juga Rio. Tapi ya namanya umat ada aja kekurangannya. Helmi suka tawuran dan Helmi juga balapan liar.
"Nanti lo pada balik duluan aja."
Keduanya menoleh kesumber suara di mana ada Arka yang baru saja meletakan ponselnya di atas meja. Kini pandangan mata lelaki itu terarah pada mereka.
"Kemana lo?" Tanya Rio penasaran.
"Cafe 96."
"Gitu, ngopi ga ngajak!" Ucap Helmi. Lelaki itu meletakan gitar colongannya di samping bangku yang ia duduki.
"Tau ya lo, ngopi sendirian aja ga inget temen." Rio ikut bersuara setelah tadi sempat asik dengan kacang kulit di depannya.
Arka memutar bola matanya malas. Kedua temannya memang tidak tau malu memang mereka pikir dirinya ingin bersantai di cafe itu, "Pala lo ngopi, gue mau bahas materi buat olim sama tim gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLITA [Selesai] (Terbit)
Teen FictionSeries # 1 MauNinda Series #1 *** Keasingan dan ketertekanan menjadi awal dari kisah ini. Cerita ini di buat untuk mengigatkan jika sesuatu di dunia ini tidak selalu manis dan berjalan dengan lurus. Ada hal yang harus di korbankan. Ada rasa yang ha...