DELAPAN

1.1K 144 63
                                        

Feyzia mengeratkan pelukannya di pinggang Brandon. Dia tidak pernah merasakan naik motor, apalagi dengan kecepatan tinggi. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakannya dan itu karena ... Brandon.

"Bran, aku takut ...," ucap Feyzia lirih.

Brandon menyentuh punggung tangan Feyzia dengan sebelah tangannya. "Jangan takut! Aku ada di sini bersamamu," balas Brandon dengan meyakinkan Feyzia.

Tak jauh dari posisi mereka, nampak ada pertigaan jalan. Keadaan jalanan yang lengang memudahkan Brandon untuk menyalip di antara kendaraan yang ada di depannya, lalu berbelok kiri menuju rumah Feyzia.

Somad yang sedang menyetir nampak kebingungan mencari motor yang dikendarai Brandon telah menghilang dari pandangannya. "Ke mana mereka, Bos?"

Davin ikut mencari motor Brandon. Dia merasa tatapannya sejak tadi sudah fokus ke depan, tetapi masih saja bisa lengah. Geraman kesal keluar dari mulutnya. "Sial! Kita sudah kehilangan jejaknya."

"Bos, di depan ada pertigaan jalan. Kita harus pergi ke arah mana, Bos?" tanya Somad.

"Lurus saja," jawab Davin dengan nada datar. Wajahnya sudah berubah tidak berekspresi lagi membuat Somad menjadi gugup dan tidak berkutik.

"O-oke, Bos," balas Somad cepat seraya menganggukkan kepalanya.

✈✈✈

Mata Feyzia masih terpejam rapat. Kedua tangannya semakin memeluk erat pinggang Brandon membuat pria itu mengulum senyum. Gadis itu tidak sadar jika Brandon sudah menghentikan motornya dua menit yang lalu.

Brandon sedikit menoleh ke belakang. "Apa kita akan seperti ini terus sampai besok pagi?"

"Ya."

Jawaban singkat yang keluar dari mulut Feyzia membuat Brandon sedikit terkejut. "Kau yakin?"

Feyzia membuka matanya. "Apa?" tanyanya dengan nada polos.

Brandon terkekeh. "Kita sudah sampai, Fey."

Kedua alis Feyzia terangkat. "Sudah sampai?" ulangnya.

Brandon mengangguk. Feyzia menatap ke sekelilingnya. Ternyata, aku sudah berada di lingkungan rumahku, batinnya.

Helaan napas yang panjang keluar dari mulut Feyzia. Gadis itu memejamkan matanya sesaat seraya menormalkan degup jantungnya.

"Fey," panggil Brandon karena Feyzia hanya diam. Tidak ada respon apa pun dari gadis itu membuat Brandon setengah membalikkan tubuhnya ke belakang.

Ekspresi di wajah Brandon berubah menjadi cemas ketika melihat wajah Feyzia sangat pucat. "Fey, kau baik-baik saja?"

Feyzia membuka matanya perlahan. "Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu cemas," jawabnya pelan.

"Ada apa denganmu? Wajahmu sangat pucat, Fey. Apa kau sakit?"

Feyzia menggeleng pelan. "Tidak. A-aku hanya takut. Aku tidak pernah naik motor sebelumnya, apalagi dengan kecepatan tinggi seperti tadi. Kupikir, aku tidak akan selamat."

"Aku sudah menanyakan padamu sebelumnya, apa kau yakin ingin naik motor? Kau jawab yakin. Aku juga menawarkan untuk memesan taksi, tetapi kau menolak. Jika aku tahu kau tidak pernah naik motor, lebih baik tadi aku pesan taksi saja untukmu."

Feyzia meneteskan air mata. "Sejak kecil, aku sangat ingin naik motor. Namun, orangtuaku selalu melarangku. Kupikir, inilah kesempatanku untuk bisa merasakan seperti apa rasanya naik motor," jelasnya. "Maaf ... aku tidak memberitahumu tadi."

Brandon menghela napas pelan seraya mengusap punggung tangan Feyzia. "Sudahlah, jangan menangis, Fey! Aku tidak bermaksud memarahimu. Aku hanya tidak ingin terjadi apa-apa padamu. Yang terpenting sekarang kau sudah sampai di rumah dengan selamat."

I'm Yours, Captain!✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang