Feyzia Dirahanto-seorang gadis yang sangat ingin menikmati masa mudanya seperti gadis lainnya. Bebas pergi ke mana pun, dengan siapa saja, dan bahkan naik motor. Namun, dia tidak pernah merasakan semua itu. Dia merasa terkekang oleh larangan-laranga...
Dimas bergegas membuka pintu gerbang ketika ada sebuah mobil berhenti. Setelah pintu terbuka, mobil itu melaju masuk dan Dimas menutup pintu gerbang itu.
Brandon memarkirkan mobilnya di samping rumah Feyzia. "Semoga orangtua Fey suka dengan kue yang kubuat ini," gumamnya sambil menatap dua kotak kue di kursi sampingnya.
Dimas bergegas menghampiri mobil Brandon dan membuka pintunya. Brandon keluar dari mobil dengan menenteng satu kantong plastik yang berisikan dua kotak kue dan memegang satu buket bunga mawar merah muda yang dikemas dengan sangat indah.
Dimas menautkan alisnya. Merasa tidak asing dengan wajah Brandon, dia bertanya, "Apakah Tuan yang mengantar Non Fey pulang malam itu?"
Brandon mengangguk. "Ya. Memangnya kenapa?"
"Ah ... tidak apa-apa, Tuan." Melihat kedua tangan Brandon penuh dengan barang, Dimas berinisiatif untuk membawa salah satu barang yang dibawa Brandon. "Mari saya bantu bawa plastiknya, Tuan!"
"Terima kasih, Pak." Brandon menyerahkan plastik itu kepada Dimas, lalu berjalan menuju pintu utama.
Ketika Brandon menjauh dari mobilnya, Dimas mengusap-usap badan mobil sembari memperhatikan sisi luar dan dalam mobil. "Mobil ini benar-benar bagus dan harganya pasti sangat mahal. Dia pasti orang yang kaya raya. Tidak seperti yang dikatakan nyonya Farah. Namun ..., penampilan luar 'kan bisa ditipu. Buktinya, dia memakai motor saat mengantar Non Fey pulang. Apalagi, zaman sekarang banyak sekali tempat sewa mobil. Bisa jadi, dia menyewa mobil mewah ini agar terlihat kaya di depan tuan dan nyonya," simpulnya seorang diri.
Brandon menekan bel di dekat pintu utama. Sesaat kemudian, pintu itu terbuka. Nampaknya, Erza dan Farah sudah menunggu kedatangannya. Mereka berdiri di tengah pintu tanpa langsung mempersilakan Brandon untuk masuk.
"Selamat malam, Om, Tante," sapa Brandon dengan tersenyum ramah.
"Malam juga, Bran," jawab Erza.
Farah tidak membalas sapaan Brandon. Dia menatap lekat-lekat penampilan Brandon dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mulai dari jam tangan, jas hingga sepatu coklat gelap yang dipakai Brandon tidak terlewatkan dari tatapan Farah. Karena sering membaca majalah fashion favoritnya, dia sangat paham dengan kisaran harga barang mewah dan pakaian yang mahal.
Merasa aneh dengan tingkah Farah, Erza bertanya dengan berbisik di telinga Farah. "Apa yang kau lakukan, Far? Kenapa kau begitu memperhatikan penampilan Brandon?"
"Semua yang dipakai Brandon ini asli dan harganya cukup fantastis, Za."
"Berarti dia orang yang sangat kaya."
"Entahlah, aku masih ragu," sahut Farah dengan pelan.
"Mami, Papi." Feyzia berjalan menghampiri kedua orangtuanya yang berdiri di tengah pintu. "Kenapa tidak mempersilakan Brandon untuk masuk ke dalam?"
"Tidak apa-apa, Fey," sahut Farah.
"Mari, silakan masuk, Bran!" ajak Erza.
"Ya, Om."
Erza dan Farah berbalik masuk ke dalam. Meninggalkan Feyzia dan Brandon berduaan di sana.
Brandon menyerahkan buket bunga yang dibawanya kepada Feyzia dengan tersenyum manis. "Bunga yang cantik untuk gadis yang kucintai."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.