Supaya penampilannya terlihat sempurna di depan Arnold dan Greta, Farah rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menyewa penata rias dan rambut. Bahkan, dia juga sengaja membeli dress dan high heels terbaru.
Sebelum keluar dari kamarnya, Farah mematut penampilannya lagi di depan cermin. "Sempurna. Penampilanku sudah setara dengan Greta."
Erza yang sejak tadi menunggu Farah di ruang tamu, menyusul istrinya ke kamarnya. "Far, kau sudah selesai belum? Lama sekali."
"Sudah." Farah menghampiri suaminya yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Ayo, kita pergi sekarang!"
Erza memandangi penampilan Farah dari atas hingga bawah. "Farah, apa penampilanmu ini tidak terlalu berlebihan? Kenapa tidak memakai gaun yang biasa saja?"
Farah menatap sekilas penampilannya. "Apa ada yang salah dengan penampilanku?" Dia balik bertanya.
Erza menghela napas pelan. "Kita hanya pergi makan siang saja, Farah. Bukan pergi ke pesta."
Farah merengut. Tidak suka dengan komentar suaminya. "Aku ingin penampilanku terlihat sempurna di depan mereka, Za."
"Ya ..., tetapi tidak harus memakai yang serba mahal, 'kan?"
"Kau ini tidak mengerti soal fashion, Za. Jika penampilan kita biasa-biasa saja, orang-orang akan mengira kita ini tidak setara dengan mereka."
Setiap berdebat dengan Farah, Erza pasti tidak akan bisa menang. Akhirnya, dia pun memilih mengalah. Jika tidak, perdebatan itu tidak akan selesai tujuh hari tujuh malam. "Terserah kau saja, Far." Berjalan lebih dulu menuju pintu utama.
Farah melanjutkan kata-katanya sambil berjalan di belakang suaminya. "Asal kau tahu ya, Za. Tidak semua orang bisa dekat dengan keluarga terpandang seperti Arnold Herwingson. Kita ini termasuk orang yang sangat beruntung. Selain bisa berkenalan, kita juga akan makan siang dengan mereka. Hari ini adalah kesempatan emas yang tidak akan datang dua kali, Za. Kita harus memanfaatkannya dengan baik."
Feyzia baru saja tiba di rumahnya. Hari ini, Brandon tidak bisa menjemputnya karena kekasihnya itu ada sedikit urusan. Feyzia pun memakluminya dan meminta sopir pribadinya untuk menjemputnya pulang kuliah. Dia keluar dari mobil setelah Dimas membuka pintu mobil. "Terima kasih, Pak," ucapnya.
"Sama-sama, Non," balas Dimas, menutup kembali pintu mobil.
"Eh, papi dan mami tidak pergi ke kantor ya, Pak?" tanya Feyzia ketika melihat mobil orangtuanya terparkir di dekat garasi.
"Tidak, Non. Tuan bilang ada janji makan siang dengan temannya."
Feyzia mengangguk kecil, lalu melempar senyum kepada Dimas. Dia melangkah masuk ke rumahnya. "Papi, Mami, mau pergi ke mana?" Heran melihat penampilan orangtuanya yang sudah rapi.
"Mau pergi makan siang dengan teman Papi," jawab Erza. "Kau mau ikut, Fey?"
Feyzia berpikir sejenak. "Mau, tetapi aku baru saja pulang kuliah, Pi."
"Mami dan Papi harus segera pergi. Kalau kau mau ikut, menyusul saja. Nanti Mami minta Dimas yang mengantarmu," balas Farah.
"Oke, Mi."
Erza dan Farah berjalan menuju mobil, sedangkan Feyzia masuk ke rumahnya untuk bersiap-siap.
✈✈✈
Sembari menunggu Greta yang sedang mandi di kamarnya, Arnold menelepon Brandon yang sedang berada di bandara.
"Bran, apa kau mau ikut makan siang bersama kami di restoran pamanmu?"
"Setelah urusanku selesai di sini, aku akan menyusul Dad ke sana."
"Oke, Dad tunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours, Captain!✔ (END)
RomanceFeyzia Dirahanto-seorang gadis yang sangat ingin menikmati masa mudanya seperti gadis lainnya. Bebas pergi ke mana pun, dengan siapa saja, dan bahkan naik motor. Namun, dia tidak pernah merasakan semua itu. Dia merasa terkekang oleh larangan-laranga...