27.

557 15 0
                                    

>>>>Happy Reading<<<<

"Ren, lo gapapakan?!"

"Lo gila apa?"

"Kenapa galiat ada truk sih?!"

"Bahaya tadi tuh Ren!"

Reina terkejut setengah mati, pasalnya dia sedang berjalan dan tiba-tiba seseorang mendorong tubuhnya hingga jatuh kejalanan, ditambah ia baru menyadari bahwa ternyata tadi ia hampir tertabrak sebuah truk.

Reina nyaris mati.

Tadi itu benar-benar tak bisa Reina sangka, karena dari tadi ia tak mendengar suara apapun termasuk suara truk itu. Apa karena dirinya sedang melamun?

Tubuhnya bergetar hebat, pandangan matanya kosong, Reina benar-benar ketakutan, ternyata rasa kaget hampir mati itu seperti ini. Rasa yang menakutkan sekali.

"Ren!" panggil lelaki itu.

Reina langsung tersadar kembali mendengar suara itu, ia juga merintih kesakitan, ah jika dipikir-pikir banyak sekali musibah yang datang kepadanya.

"Rey, kamu gapapa? Maaf, aku galiat"

Ya, dia Reyhan. Entah bagaimana bisa anak itu ada disini, namun Reina bersyukur atas itu. Jika tidak ada dia, mungkin...

Ah, sudah lupakan.

"Gue gapapa, lo gaada yang sakit kan? Gue bawa kerumah sakit ya"

"Aku baik-baik aja" ucap Reina lesu.

"Tapi..."

"Aku serius"

Reyhan mendengus berat lalu berdiri, membenarkan posisinya dan menatap Reina dengan intens. Terlihat jelas diwajahnya bahwa Reyhan sedang kesal.

"Coba berdiri"

Reinapun berdiri, merintih didalam hati karena lukanya ini, namun Reyhan bisa melihat jelas wajah Reina yang sedang menahan kesakitan. Dia payah dalam berbohong tetapi sering berbohong. Bodoh bukan?

"Lihatkan, aku bisa ber..."

Reyhan langsung memeluk tubuh kecil itu tanpa menunggu ucapannya selesai. Padahal tadi di UKS, Reyhan telah bilang kepadanya untuk tidak sakit lagi. Sungguh, melihat Reina sakit itu seperti ia merasakannya juga.

"Kenapa lo ngeyel banget sih kalau dibilangin? Gue gamau lo kenapa-napa Ren" ujarnya menasihati.

"Lo gila ya bisa hampir ketabrak gitu? Terus kenapa ngelamun? Mikirin apa sih lo?" lanjutnya.

Pelukan Reyhan semakin erat, namun Reina masih belum membalas pelukan itu. Ia masih ragu dan entah karena apa dirinya ragu. Pikiran itu benar-benar merumitkan.

"Maaf"

Jujur saja, Reyhan sangat tidak menyukai kata 'Maaf ' dari Reina. Karena menurutnya itu terlalu berlebihan dan tidak menyelesaikan masalah, ia selalu bilang seperti itu tanpa bosan. Reyhan tak butuh kata maafnya, benar-benar tak butuh.

Akhirnya, Reyhan melepaskan pelukannya. Menaruh kedua tangannya dipundak Reina dan menatap matanya dalam-dalam, Reina sempat terkejut lalu refleks menundukkan kepalanya, melihat kebawah. Ia tak mampu menatap wajah Reyhan.

REINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang