40. End Of Everything (1)

612 15 4
                                    

"Satu hal yang paling aku benci dialam semesta ini. Yaitu, kehilangan. Terutama, kehilangan kamu Reyhan" -Reina.

Happy Reading♡♡♡



"Maaf lama, gue harus ngomong sama anak-anak anonymous dulu" ujar Azka sambil menyiapkan motornya.

Reina mengangguk tanda mengerti.

Ya, sejak istirahat tadi Azka meminta Reina untuk menunggu dirinya. Mereka sudah berjanji akan kerumah sakit bersama.

"Emm, Dion sama Zidan mana?" tanya Reina sambil mengambil helm dari tangan Azka.

"Udah duluan, mereka juga bareng temen-temen lo" jawab Azka.

"Ayo" lanjut Azka.

Akhirnya Reina naik ke motor Azka lalu perlahan mereka mulai keluar dari gerbang sekolah, tetapi sesaat sebelum mereka keluar Reina bisa mendengarkan sebuah kata-kata yang menyindirnya.

"Oh jadi ini orang yang hampir membunuh?"

"Cowonya sakit tapi masih caper sama cowo lain"

"Gue sih malu kalau jadi dia dan pasti hari ini gue gabisa sekolah"

"Urat malunya putus kali, lagian pembunuh mana ada rasa malu?"

"Ups, sorry maksud gue orang yang nyebabin koma"

Reina merasa begitu sakit kala mendengarnya, serasa semua orang membenci dirinya. Ucapan itu benar-benar sangat keji, ucapan yang bahkan penuh dengan kebohongan dan rasa dendam.

Jadi, apakah sebegitu rendahnya ia dimata orang-orang?

Inilah yang membuat mental Reina turun, kata-kata menusuk dari orang-orang disekitarnya. Inilah yang membuat Reina tak kuasa menahan tangisannya.

Dan pada akhirnya ia mengeluarkan air matanya lagi, menunduk dan menahan rasa marahnya kepada mereka yang membicarakan sembarangan tentangnya.

Lama kelamaan, Reina tak sadar bahwa motor Azka berhenti dipinggir jalan lantas Reina mendongak menatap Azka yang membuka helmnya lalu menatap dirinya. Ah, air matanya masih mengalir.

Sesaat Reina ingin menghapus air matanya, Azka lebih dulu mengusap air mata itu dan membuat Reina terkejut.

"Jangan nangis, yang tadi gausah didengerin. Lo sama sekali ga rendah, malah mereka yang rendah. Jadi, simpen aja air mata lo buat hal lain yang lebih penting dari ucapan mereka"

Kali ini, ia benar-benar terkejut. Bagaimana Azka bisa mengetahui pikirannya tadi?

"Eh kenapa? Ucapan gue tadi salah? Jangan nangis lagi dong" ucap Azka khawatir.

Reina tertawa kecil melihat tingkah Azka yang begitu menggemaskan dimatanya. Entah bagaimana kisah ia bisa mendapatkan sahabat lelaki yang sebaik ini lantas Reina refleks memeluk Azka.

"Makasih, Makasih Azka hiks..."

Azka diam beberapa saat sampai akhirnya dia mulai berbicara sesuatu.

REINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang