35.

482 17 1
                                    

Happy Reading♡
°
°
°

Reina duduk sendirian sambil melihat lurus sungai, entah mengapa ia tiba-tiba berada disini. Awalnya Reina ingin pulang tetapi hatinya malah enggan, akhirnya dia kesini. Ketempat yang seharusnya tidak ia datangi.

Reina tersenyum miris memikirkan nasibnya, ternyata kisahnya benar-benar seperti novel, sungguh klasik dan dapat ditebak. Reina mengambil batu didekatnya lalu ia lemparkan kesungai tersebut sambil berteriak sepuasnya.

Setetes air mata keluar dari matanya, tiba-tiba dadanya sesak, kepalanya pening entah karena apa. Patah hati ternyata sesakit ini.

Reina berpikir sejenak. Mengapa ia selalu jadi korban bully? Banyak sekali yang tak menyukainya, banyak masalah yang selalu menimpanya. Seandainya kedua orangtuanya masih hidup, mungkin Reina tak akan seperti.

"Ayah, Mama, Reina kangen" ucap Reina pelan.

"Maafin Reina udah ganurut sama Ayah, seharusnya Reina dengerin kata Ayah untuk ga deket-deket Reyhan. Maafin Reina Yah" lanjutnya.

Reina menunduk, menyembunyikan kesedihannya dari langit, ia menangis dalam kegelapan.

"Reina"

Reina terkejut mendengar suara itu. Suara Reyhan!

Ah, mana mungkin dia ada disini? Mungkin ini hanya halusinasi.

Reina menggelengkan kepalanya terus-menerus sampai akhirnya ia terhenti saat tangan seseorang menyentuh pundaknya dan itu membuat Reina langsung berbalik.

"Anginnya kenceng, lo bisa sakit" ujar Reyhan disebelahnya.

Reina sungguh tak habis pikir, mengapa halusinasinya begitu nyata? Seperti yang didepannya adalah Reyhan asli, ia langsung memukul kepalanya beberapa kali.

"Udah cukup, jangan inget dia lagi, jangann" gumam Reina.

Reyhan yang mendengarnya langsung menangkup wajah Reina, ia melihat gadisnya sedang menangis. Air matanya keluar beberapa kali, matanya juga merah seperti bengkak habis menangis. Reyhan begitu sakit melihat Reina seperti ini, perlahan ia menghapus air mata itu.

Reina menatap Reyhan terkejut, bagaimana bisa dia beneran ada disini?

"Kelemahan gue ketika lo nangis, gue sakit liat lo nangis, please jangan gini" mohon Reyhan.

Reina hampir tak bisa berkata-kata saking tidak tahu harus bagaimana namun akhirnya ia sadar bahwa dihadapannya bukanlah sekedar halusinasi, Reina melepaskan kedua tangan Reyhan dari wajahnya dengan sedikit kasar.

"Sorry bukan..."

Reina berdiri dari duduknya, tanpa pamit ataupun berbicara Reina hendak pergi namun selalu saja pergerakannya ditahan oleh Reyhan.

"Gue anter" katanya sedangkan Reina masih diam seraya mencoba melepaskan tangannya.

"Reina" lanjut Reyhan.

"Ren"

"Reina, ma..."

"Lepasin, anginnya kenceng jadi aku harus pulang" ujar Reina sambil menatap lelaki dihadapannya.

REINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang