18 || Surat Panggilan

3.6K 568 97
                                    

Instagram : unianhar

"Zaky Muhammad?"

Siswa bertubuh jangkung akhirnya berdiri dari kursinya setelah beberapa kali mengeluh karena namanya yang paling terakhir dipanggil ketika absen atau menerima buku tugas yang dikumpul.

"Akhirnya ya Allah," syukurnya mengambil kertas yang pak Ramli ulurkan padanya, "Lama banget sih pak manggilnya?" Keluhnya, Zaky bosan namanya yang paling terakhir dipanggil.

"Mau gimana lagi nama kamu paling dibawah" balas pak Ramli guru Fisika di kelas mereka.

"Kok dibawah sih, pak?"

"Jangan tanya saya dong! Tanyain sama emak bapak kamu kenapa inisial kamu Z bukan A"

"Kalau A bukan Zaky namanya pak tapi Aky" celetuk Marco disambut gelak tawa dari teman-teman sekelasnya.

"Sekalian aja namanya Aki-aki" tambah Arman dideliki Zaky. Duo jantan itu memang suka menyeletuk kaya jangkrik.

"Uh si otong bisa ae!" Matteo mendorong kursi Arman dengan kakinya hingga Arman terhuyung kedepan. Arman ingin membalas tapi tidak bisa.

"Pak!" Arman mengangkat tangan ingin bertanya, "Kali ini Matteo dapat nilai berapa? Ngalahin Suri, nggak?" Arman memang tidak bisa membalas Matteo namun ia punya cara lain untuk membalasnya. Mempermalukan Matteo dengan membawa nama Suri. Kekeke Arman tertawa jahat seakan tanduk dikepalanya keluar menyebarkan kejahatan.

"Ya jelas ngalahin nilai kamu" skakmat pak Ramli, Arman diam mati kutu melihat lembar jawabannya dapat angka 50, seisi kelas menertawainya termasuk Matteo, Delo dan Marco yang mengejeknya meminta Arman mempelajari teori kaca spion sebelum berniat jahat.

"Asli si Arman ngeselin banget" Anya melepaskan tangannya dari dagu memalingkan wajah kedepan, "Kok Matt mau-mau aja temanan sama dia? Arman kan bego" tanyanya heran. Matteo pintar tapi karena bergaul bersama Arman aura kepintarannya meredup. Ibarat kata Arman hanya racun bagi Matteo.

"Bukan cuman Arman. Secara Matteo juga bego. Panteslah mereka temanan" sahut Suri melipat lembar jawabannya memasukkannya ke dalam tas.

Meja didepan kelas dipukul beberapa kali oleh pak Ramli meminta perhatian para siswa yang sempat riuh. "Bapak mau lihat yang dapat nilai 100 siapa?"

Reflek siswi yang berada dipojok kiri depan dan siswa yang berada dipojok kanan belakang berdiri. Semua teman kelas mereka menatap keduanya takjub, lagi-lagi Suri dan Matteo. Persaingan tidak pernah padam diantara mereka.

"95?"

Delozi berdiri sendiri.

"90?"

Dua orang siswa berdiri bersamaan.

"85?"

1 siswa berdiri.

"80?"

6 siswa berdiri.

"75?"

7 siswa berdiri

"70 kebawah siapa?"

Sontak hampur 20 siswa berdiri bersamaan. Pak Ramli menggeleng menatap mereka meremehkan. Pak Ramli memberi kode mereka untuk duduk seraya berdecak berkali-kali pindah posisi bersandar didepan meja sembari melipat kedua tangan didada. "Generasi-generasi seperti kalian mau jadi apa nantinya jika hanya mengandalkan nilai 70? Mau jadi apa?" Tanyanya prihatin.

"Kumat lagi dah tuh orang" rutuk Marco mengambil posisi nyaman di meja untuk tidur. Lebih baik tidur dari pada harus mendengarkan kalimat tidak berfaedah pak Ramli didepan.

RUMAH KITA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang