Instagram : unianhar
Pelatih Handoko berbalik meninggalkan puluhan karateka yang berdiri meletakkan tangan dibelakang, menunduk memberi hormat. Kembali mengangkat kepala tegak, Suri mendesah pelan menyeka keringatnya, mengepalkan tangan dan kembali membuka merileks otot-ototnya. Dari belakang punggungnya ditepuk oleh Talita yang menyengir mengajaknya duduk dipinggir lapangan, Suri duduk memeluk lututnya di samping Talita duduk bersilah.
"Suri,"
Tanpa mengeluarkan suara Suri menoleh pada Talita yang tiba-tiba menatap dirinya lekat, Suri mencuramkan alisnya menunggu Talita bersuara. "Lo ada masalah, kan?" Tebaknya, Suri tertegun menatap Talita yang melihat reaksinya yang tidak terduga. Padahal selama ini Suri orangnya susah ditebak, dalam keadaan apapun ia selalu bersikap tenang, sekali pun Talita tidak pernah melihatnya bereaksi memicu orang-orang mengetahui perasaannya tapi sekarang, Talita bisa mengetahuinya hanya dengan melihat sorot matanya yang gelisah.
Suri memalingkan wajah, diam tidak mengeluarkan suara sepatah kata pun. Tidak menyanggah atau membenarkan sebab ia sedang kalut. Talita mendesah kasar memandang kedepan melihat objeknya, bahkan disaat kabar mereka putus sudah tersebar tetap saja mereka terlihat masih saling mencintai. Mereka adalah objek yang Talita ingin singkirkan.
"Mereka nyebelin banget, kalau putus ya putus aja ngapain main kucing-kucingan segala" dumelnya cemberut, Suri melihat orang yang Talita maksud.
"Putus kan nggak harus saling benci, Ta"
Talita menoleh seraya berdecak, "Ya nggak harus main kejar-kejaran juga, kan?" Sinisnya, kedua gadis itu menatap keduanya. Adipati berlari kencang menjauhi jangkauan Allysa yang terus meneriakinya.
"Asal kan mereka nggak ganggu lo mending diam aja, nggak usah ngedumel toh mereka nikmatin"
"Tapi gue yang nggak nikmatin"
"Kalau sirik mah gini" Suri menggeleng pelan
"Nggak sirik! Cemburu doang" ralat Talita. Suri terkekeh membuat Talita cemberut. Suri menghela napas pelan bersandar menutup mata sekilas meredahkan rasa penatnya yang menyerang, Talita menoleh pada Suri, ikut bersandar menatap wajah temannya itu dari samping.
Wajah itu telihat lebih tirus, meski matanya tertutup dari gurat wajahnya ada kegundahan, kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terpancar di sana, gadis itu tampak memikul beban sangat berat sampai ia terlihat berada di ambang keputus asaan, antara ingin lanjut dalam rasa letih atau berhenti dan harus kehilangan apa yang ia perjuangkan selama ini.
"Lo tau nggak gunanya teman?" Tanya Talita tiba-tiba masih menatap Suri dari samping, mata Suri yang terpejam terbuka menatap kosong ke depan, Talita tersenyum tipis, "Selain orang yang bisa diajak gila-gilaan, gunanya juga buat berbagi cerita" paparnya.
Lama terdiam Suri akhirnya menoleh pada Talita, tersenyum tipis dengan mata sayunya, "Ta, gue boleh meluk lo, nggak?" Harapnya pelan, Talita mengangguk merentangkan tangan dengan senyum lebar ikhlas memberikan apa yang Suri mau, hanya pelukan dari seorang teman. Suri masuk ke dalam pelukan Talita meletakkan dagu dibahu temannya itu, menutup mata memperat pelukannya, "Gue capek" gumamnya lirih, "Gue mau berhenti. Tapi gue takut. Di saat gue berhenti itu berarti gue harus kehilangan keluarga gue" terangnya menutup mata. Talita diam mencerna ucapan Suri. Mengenai keluarga, mungkin saja Suri punya masalah serius bersama keluarganya, tapi apa?
****
"Asrama?"
Pria tua di depan Matteo mengangguk membenarkan jika Matteo harus masuk asrama untuk seleksi timnas U-18 di Cipanas, itu berarti Matteo harus meninggalkan keluarganya di Jakarta. Matteo masih diam, pikirannya tiba-tiba kosong. Meninggalkan sekolah mungkin Matteo masih bisa lakukan tapi meninggalkan keluarganya yang berada diambang kehancuran tidak mungkin Matteo lakukan, ini sungguh berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KITA (Tamat)
Teen Fiction(PART MASIH LENGKAP) Suri benci Matteo. Matteo benci Suri. Kedua kakak-beradik itu saling membenci. Mereka tidak seperti layaknya kakak-adik pada umumnya, setiap kali mereka bertemu akan ada suara teriakan yang terdengar, baik Suri maupun Matteo sam...