Instagram : unianharMotor Vespa yang melaju ditengah-tengah jalan kini banting stik ke pinggir jalan untuk berhenti, suaranya yang unik menyatu dengan suara bising kendaraan lain ditengah malam, sang pengendara berhenti mendadak setelah orang yang diboncengnya memukul punggungnya berkali-kali memintanya berhenti bagaikan anak perawan yang dibawa kabur.
"Iya! Iya! Ini lagi berhenti anjir!" Tukasnya menurunkan kedua kakinya dari motor mengelus penggung belakangnya seraya meringis perih. "Asli ya lo nggak kira-kira mukulnya, dikira bedug apa?"
Cowok di belakangnya memasukkan ponselnya disaku jaketnya turun dari jok belakang berdiri di samping sahabatnya itu, "Gue tadi minta berhenti tapi lo ngg...."
"Siapa yang berhenti kalau lo mintanya pas dijalan tadi? Lo udah berapa lama tinggal di Jakarta sampai nggak tau kendaraan nggak boleh berhenti di situ?!" Sungutnya.
Kaki Matteo menurunkan standar motor Arman menariknya turun, menggantikan posisinya duduk di depan membuat Arman cengo, ekspresi Matteo yang tampak khawatir membuat Arman mengurunkan niat bertanya. Cowok itu memilih duduk di jok belakang dengan tenang.
"Siapa yang suruh lo naik?" Tanya Matteo menoleh ke belakang, "Turun!" Perintahnya membuat Arman terbelalak tidak percaya, sebenarnya yang punya motor siapa?
Tanpa banyak tanya Arman turun, Matteo membuka dompetnya mengulurkan selembar uang pada Arman, "Gue minjem motor lo, lo naik taxi aja!" Serunya meletakkan uangnya kasar ditelapak tangan Arman yang masih dalam mode cengonya. Sebelum sahabatnya itu banyak tanya Matteo bergegas mengendarai motor vespa Arman meninggalkan cowok itu di pinggir jalan.
Selepas kepergian Matteo, Arman mengerjap menatap uang pemberian Matteo, mendesah kasar merutuk kesal, "Taxi mana mau dibayar 2 ribu." Dumelnya duduk di trotoar menunggu angkot.
Sedangkan dilain tempat Matteo melajukan motor Arman dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan di depannya sesekali melihat ke belakang dari kaca spion atau ke samping kanan-kirinya mencari celah agar cepat sampai di rumah sakit. Fokusnya hanya tertuju pada jalanan dan saudara kembarnya yang menangis tersedu-sedu membuatnya khawatir. Selama hidup 17 tahun bersamanya ia tidak pernah mendengar bahkan melihatnya menangis seperti itu.
Suara klakson rendah bahkan nyaring saling bersahutan, lampu jalan dan kendaraan di malam hari mengisi gelapnya malam, udara malam yang dingin seakan menusuk tubuhnya menembus organ dalamnya, hawa panas keluar dari hidungnya, bibirnya pucat dengan mata sayu berusaha fokus ke jalan, kepala pening dengan mata meredup membuyarkan fokusnya, Matteo yakin sebentar lagi demamnya semakin parah. Harusnya ia istirahat saat ini tetapi ia harus mengurus banyak hal termasuk Suri.
Mata bulat Matteo mengerjap tersadar saat selintas bayangan lampu berwarna merah menyala, ia memelankan laju motornya mengintip dari balik kaca spion melihat seluruh kendaraan searah dengannya berhenti. Sial, makinya dalam hati. Ia baru saja melanggar lalu lintas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KITA (Tamat)
Teen Fiction(PART MASIH LENGKAP) Suri benci Matteo. Matteo benci Suri. Kedua kakak-beradik itu saling membenci. Mereka tidak seperti layaknya kakak-adik pada umumnya, setiap kali mereka bertemu akan ada suara teriakan yang terdengar, baik Suri maupun Matteo sam...