Happy Reading....
Instagram : unianhar
Suasana kafe tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa meja yang terisi di sana, para pelayan sesekali mondar-mandir mencatat atau mengantar pesanan pelanggan. Alunan musik melow terdengar diseluruh sudut kafe menyentuh perasaan seorang gadis yang duduk di samping jendela menatap keluar. Mata bulatnya menyorot sendu keluar pada malam yang semakin larut, pikirannya berkelana meninggalkan raganya yang mematung hingga tidak sadar seseorang duduk di depannya.
Lama dalam posisi yang sama akhirnya ia bergeming, matanya melihat pantulan seseorang di kaca, duduk di depannya menatapnya lurus. Ia menghela napas panjang sebelum menoleh padanya.
Suri ingin meraung menangisi kejadian yang menimpanya. Adakah orang lain yang merasakan hal sama dengannya? Perpisahan orangtua membuatnya terpukul, mimpinya gagal ia raih dan sekarang, seakan perpisahan mereka bukan apa-apa mereka malah memisahkan anak-anaknya dengan orangtuanya yang lain.
Rasanya begitu lucu, tidak ada yang bisa ia salahkan selain takdir. Ingin menyalahkan orangtuanya tetapi mereka juga korban selama ini, menikah dan bertahan karena anak-anak sudah mereka lakukan. Suri ingin marah dan membenci mereka tapi mereka sama sepertinya yang juga ingin bahagia.
"Papa,"
Suri menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya, mendesau menghalau matanya yang memanas, entah berapa tetes air matanya keluar hari ini. Rasanya begitu berat. Leondaru tersenyum menatap putrinya merasa bersalah, meraih sebelah tangan putrinya yang terletak di atas meja dan menggenggamnya.
"Papa sayang Suri, nggak?" Tanyanya setelah beberapa saat menjeda kalimatnya.
Leondaru mengerutkan keningnya, sorot matanya berubah kalut mendengar pertanyaan putrinya, "Tentu, Nak. Papa sayang, kamu putri Papa. Darah daging Papa" sahutnya meremas kuat tangan putrinya.
Menatap papanya yang kalut dan buru-buru menjawabnya membuat Suri menunduk dengan senyum tipis, mengangguk sebelum mengangkat wajahnya menatap papanya secara langsung sebelum mereka benar-benar berpisah dalam waktu yang lama.
"Syukurlah," ucapnya tersenyum getir memperlihatkan deretan gigi putihnya, "Suri kira Papa nggak sayang."
Jauh sebelum papanya memutuskan berpisah dengan mamanya, hubungan mereka kurang cocok. Papanya yang lebih memperhatikan Matteo dan mendorong Matteo untuk menggantikan posisinya di sekolah sebagai juara umum. Suri yang jarang sekali diperhatikan merasa iri. Di saat Matteo mencari masalah dengannya tak jarang papanya membela Matteo secara tidak langsung, membunuh kelinci kesayangannya tanpa belas kasih meski ia memohon maaf dan lagi-lagi itu ulah Matteo. Suri berusaha maklum, memendam sakit hatinya sampai sekarang.
Hati Leondaru tercubit melihat senyuman pahit putrinya. "Maafin Papa. Papa belum bisa jadi Papa yang baik untukmu" sesalnya. Leondaru sadar selama ini ia selalu bersikap tidak adil pada putrinya. Tapi satu hal yang ia ketahui kalau kasih sayangnya pada kedua anaknya sama.
Suri mengangguk pelan, menatap papanya lekat, "Pa, boleh Suri nanya?"
"Silakan, Papa akan jawab."
"Kenapa Papa pilih Matteo? Kenapa bukan Suri?" Suri tidak iri pada Matteo. Suri hanya ingin tau alasan papanya kenapa melakukan itu padahal Suri juga anaknya, anak kandungnya. Ia tidak masalah kalau ikut mamanya. Dibandingkan papanya, mamanya lebih menyayanginya dan selalu ada di pihaknya. Seandainya ia disuruh memilih Suri akan tetap memilih mamanya.
"Kalau Papa pilih Suri bakal ikut Papa?" Tanya Leondaru serius.
Pertanyaan Leondaru membuat Suri terhenyak, matanya mengarah pada papanya yang menatapnya serius seakan menuntut jawaban. Suri tersentil.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KITA (Tamat)
Teen Fiction(PART MASIH LENGKAP) Suri benci Matteo. Matteo benci Suri. Kedua kakak-beradik itu saling membenci. Mereka tidak seperti layaknya kakak-adik pada umumnya, setiap kali mereka bertemu akan ada suara teriakan yang terdengar, baik Suri maupun Matteo sam...