22 || Berdamai Untuk Menyatu

3.9K 634 47
                                    

Mobil audi berwarna biru metalik itu terus melaju dengan kecepatan sedang membelai hujan yang begitu deras. Dua sosok berbeda kelamin didalam mobil hanya duduk anteng mendengarkan lagu dari sheila on 7 yang jadi pemecah keheningan diantara mereka, lagu berjudul Shepia itu terdengar syahdu membuat mereka larut dalam pikiran masing-masing.

Suri menempelkan kepalanya dikaca mobil menatap kosong keluar jendela yang dihempasi oleh hujan diluar sana, Zigi yang menyetir terus melirik gadis itu heran, ia ada disana tapi jiwanya jelas tidak bersamanya. Zigi menginjak pedal rem berhenti pada lampu merah.

Sebuah motor mendadak berhenti tepat disamping mobil Zigi berhasil mengagetkan Suri yang bersebelahannya dengannya, motor itu begitu dekat dengan pintu membuat Suri menjauh tanpa memalingkan wajah keluar sana.

"Motornya mirip sama pacar lo, kan?" Suri tersentak kaget menoleh pada Zigi disampingnya, Suri tidak mengerti maksudnya, "Akhir-akhir ini lo nggak kaya biasanya. Ada masalah sama dia?"

"Dia?" Ulang Suri masih tidak mengerti.

"Matteo maksud gue. Dia masih cowok lo, kan?" Zigi kembali menekan pedal gasnya setelah lampu didepannya berubah warna jadi hijau.

Suri tercengang menatap Zigi dari samping. Jadi sampai sekarang cowok itu masih menganggapnya pacaran sama Matteo? Mendadak Suri merasa bersalah sekaligus takut jika ia jujur maka Zigi akan mencapnya sebagai pembohong. Suri membasahi bibir bawahnya gugup, ia berpikir akan mengatakan yang sebenarnya kalau Matteo bukan pacarnya melainkan kakak kembarnya.

Suri menarik napas pelan dan menghembuskannya lebih pelan lagi, setelah merangkai kata-kata dalam kepalanya ia bertekad akan memberitahu kebenarannya.

"Kak,"

"Hm?

"Aku mau ngomong sesuatu"

"Ngomong apa?"

"Aku sama Matteo sebenarnya nggak....." Suri menjeda kalimatnya mengambil napas pelan, Zigi menoleh sekilas padanya bersamaan dengan ponselnya yang terletak didepan berbunyi, Zigi menjawabnya dengan sengaja memperbesar suaranya agar ia tidak terganggu menyetir.

"Gi, lo dimana?" Suara dari seberang langsung menyerobot tanpa membiarkan Zigi mengatakan kata halo atau iya.

"Di jalan, kenapa?" Jawab Zigi santai.

"Ih kok balik nggak bilang-bilang?!" Suara merajuk itu seketika membuat Suri geli.

"Emang kenapa?"

"Gue nungguin lo dari tadi tau!"

"Emang yang minta ditungguin siapa?"

"Hehehe nggak sih cuman pengen nungguin lo aja. Jadi gimana nih?"

"Ya lo balik kali, Sen."

"Caranya?"

"Gue pesanin grab lo tunggu aja disana! Udah, gue lagi nyetir" setelah mengatakan itu Zigi langsung mematikan sambungan telfon mereka, memperlambat laju mobilnya agar ia bisa memesan grab untuk Sena.

"Lo ngomong apa tadi? Lo sama Matteo sebenarnya nggak?" Zigi menoleh sekilas padanya, Suri tersenyum menggeleng meminta Zigi melupakannya, "Nggak bisa gitu dong! Masa ngomongnya sepotong-sepotong?" Zigi protes tidak terima, ia sudah terlanjur penasaran Suri mau bilang apa.

"Lupa"

"Suri," greget Zigi melotot pada Suri yang mengerucutkan bibir kesal. Suri langsung memalingkan wajah kesamping dengan melipat kedua tanga didepan.

"Suri," panggil Zigi pelan

"Hmm?"

"Lo udah pertimbangin kata-kata gue sebelumnya?"

RUMAH KITA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang