Part 41 || Line Up Tim

3.3K 592 60
                                    

Instagram : unianhar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Instagram : unianhar

Matahari terbenam digantikan oleh senja memperlihatkan warna merah-orangenya yang mempesona, diiringi dengan angin sore menyapa malu-malu bagi penikmatnya. Suri bergeming, menyelipkan anak rambutnya yang terkibas mengikuti arah angin dikala sore itu. Mata bulatnya menoleh pada sosok di sampingnya dengan mulut terkatup rapat, kedua bola matanya mengerling resah, mulutnya terbuka ingin bersuara tetapi ia kembali menutupnya rapat-rapat.

"Waktu itu gue mau dateng tap...."

"Gue tau," Sahutnya menyela menoleh padanya, "Keadaan lo gimana?" Tanyanya dengan tatapan jatuh pada kaki Matteo yang gips di atas kursi rodanya.

Matteo diam sejenak sebelum ikut melihat kakinya, meringis pelan memalingkan pandangannya, "Kata dokter bakal sembuh secepatnya" Ucapnya mengedarkan pandangannya kesetiap sudut rooftop.

Sore-sore seperti sekarang banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang di sana, baik itu keluarga pasien, dokter atau perawat yang menemani pasien menghirup udara sore, membantu menghilangkan rasa bosan pasien di dalam kamar inapnya.

Keduanya kembali dilingkupi keheningan, hanya ada suara angin dan suara orang di sekitar mereka yang mengisi keheningan diantara keduanya. Pandangan mereka tertuju pada seorang bocah laki-laki yang melintas di depan mereka, diikuti oleh kedua orangtuanya yang mengejar memintanya berhenti, sang papa menangkapnya lalu menggendongnya, dari pakaiannya memperjelas kalau anak itu juga pasien di sana.

Tanpa sadar keduanya tersenyum ikut merasakan kebahagian bocah kecil itu. Mereka pernah merasakannya tapi itu dulu. Dulu sekali bahkan mereka tidak ingat jelas kapan terakhir kali mereka sedekat itu.

"Mereka bahagia banget. Kayak kita dulu" Cetusnya tanpa sadar mengambil alih perhatian Matteo, menoleh sekilas padanya sebelum kembali memperhatikan keluarga bahagia itu.

"Benarkah?" Sahutnya ragu. Matteo memalingkan pandangannya pada Suri di sampingnya yang duduk dibangku panjang, "waktu itu lo mau ngomong apa?" Tanyanya tiba-tiba. Ia ingat jelas Suri mau membicarakan sesuatu yang penting. Suri membalas tatapan Matteo yang masih menatapnya menunggu jawaban.

Ada keresahan yang tampak jelas di mata Suri, mengerling beberapa kali seakan kebingungan tidak tau harus memulai dari mana. Berat untuk memulai namun terlalu sakit untuk dipendam maka dari itu ia memilih menyudahi.

"Kenapa?" Tanya Matteo masih menunggu Suri membuka mulut.

"Lo capek nggak, Matt?" Suri balik bertanya dengan tatapan meradang, ada kilitan emosi di dalam sorot matanya yang menular pada kakak kembarnya itu. "Gue capek. Gue pengen berhenti." Timpalnya menunduk menatap kedua tangannya yang terletak di atas pahanya, meremasnya kuat-kuat menyalurkan sakit dari dalam sana ssbagai pelampiasan.

"Gue tau lo juga capek, jadi ayo kita berhenti." Setelah mengatakan itu Suri mengulum bibirnya ke dalam berusaha untuk tidak menarik ucapannya tadi.

RUMAH KITA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang