19 || Kesialan Matteo-Arman

4.1K 596 61
                                    

Instagram : unianhar

Matteo tersentak kaget mendongak melihat Suri yang berdiri menatapnya nyalang, matanya memerah, kedua alis mengkerut, bibir tertekuk, dada naik turun menahan amarahnya yang ingin keluar, kedua tangannya terkepal disamping tubuhnya. Matteo diam masih membalas tatapan Suri biasa-biasa saja, ia mengambil kertas yang Suri gunakan untuk melempar dirinya dan melempar kertas itu ke tong sampah tak jauh darinya.

"Nggak sopan." Kata Matteo datar memalingkan wajahnya dari Suri kembali menatap televisi didepannya seraya memungut stick gamenya yang sempat terjatuh. Matteo tidak memperdulikan Suri yang masih berdiri memandanginya sengit, selama ia tidak melakukan apapun pantang baginya untuk takut.

Suri masih diam geram dengan sikap Matteo seolah ia tidak bersalah. Tanpa bertanya pada papanya siapa yang memberikan surat itu ia sudah bisa menebaknya siapa, tidak ada orang yang bisa melakukannya selain Matteo. Merasa diabaikan Suri berjalan mematikan televisi dan menggunting kabel stick dengan amarah yang tak bisa ia bendung, Matteo diam menyaksikan apa Suri lakukan pada barang miliknya.

Matteo menyeringai sinis membalas tatapan Suri tajam. Ia berdiri seraya melempar stick kearah lain lalu mendekati Suri yang tidak takut sama sekali dengan Matteo yang memerah padam.

"Sebelum nyalahin gue sebaiknya ngaca lebih dulu!" Matteo menunjuk kaca setinggi dirinya yang terletak disamping jendela kamarnya, barang kali Suri butuh untuk melihat dirinya baik-baik, semuanya tidak akan terjadi kalau bukan dia sendiri yang mencari masalah.

Niat Suri memang baik, menyuarakan pendapat dengan maksud membela teman-teman mereka merupakan tindakan yang benar tapi ia tidak tau kapan ia harus melakukannya. Mengkritik pedas seorang guru didepan kelas adalah tindakan yang tidak patut dilakukan oleh seorang siswa.

"Gue tau niat lo baik. Tapi lo juga harus ingat di sekolah ada kantor guru, tentunya lo pasti tau gunanya apa," telak Matteo berbalik ingin meninggalkan kamarnya. Tiba-tiba ia tidak bisa bernapas disana.

"Lo lakuin ini karena lo nggak bisa ngalahin gue, kan?"

Reflek kedua kaki Matteo berhenti mendengar ucapan Suri. Sekitar 5 meter darinya Suri mengubah posisinya menatap punggung Matteo sepenuhnya. Tidak ada alasan lain kenapa Matteo menyampaikan surat penggilan itu pada papa mereka tanpa memberitahunya terlebih dahulu selain ia ingin mengambil kesempatan untuk merebut simpati papanya.

Suri terkekeh meremehkan melipat kedua tangan didada, "Iya, cuman dengan cara ini lo bisa ngambil hati papa dan manfaatin kasus gue buat ngalahin gue di sekolah, bukan begitu Matteo?"

"Serah lo mau ngomong apa. Yang jelasnya lo sendiri yang buat lo ada diposisi ini. Oh, lo bener-benar bela teman-teman karena lo tulus atau pengen dapat simpati mereka?" Balas Matteo tak kalah tajam dari sebuah jarum.

"DIAM KALAU LO NGGAK TAU APAPA!"

"LO JUGA HARUS DIAM KALAU NGGAK TAU APAPA?!" Bentak Matteo keras berbalik menyentak lengan Suri menatapnya bengis, "Bukan berarti lo adik gue lo bisa seenaknya nuduh gue" geramnya mengeratkan rahang, matanya menyorot dingin dengan napas menderuh mengontrol dirinya untuk tidak lepas kendali, "Selagi gue diam mending lo diam juga agar semuanya beres. Ok?" Peringatnya melepaskan tangan Suri kasar bergegeas pergi dari sana. Matteo berjalan cepat menuruni tangga dengan wajah mengeruh. Suri menyebalkan. Bukankah dia keterlaluan?

****

Suara kursi ditarik mengambil alih perhatian Matteo, cowok itu mendongak melihat Delo duduk dihadapannya menoleh kearah panggung melihat siapa yang menyanyi diatas sana. Saat ini mereka berada disalah satu kafe yang sering mereka gunakan untuk menghabiskan waktu bersama. Matteo mengaduk-aduk kopinya menunggu Delo selesai memperhatikan penyanyi yang ada disana.

RUMAH KITA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang