[Jangan lupa tinggalkan jejak ya, teman-teman. Vote n comment. Aku tahu kalau kalian juga tahu caranya menghargai.]
“Buat gue mana?”
Minhee melirik malas pada gadis tinggi yang baru saja mendudukan diri di sampingnya di atas ranjangnya di dalam kamar. Si manis memilih untuk tidak menjawab sama sekali pertanyaan yang gadis itu ajukan dan tetap sibuk untuk membongkar kopernya. Ia lalu mengeluarkan dua paperbag dan diberikannya pada bocah berusia delapan tahun yang memang sejak tadi ada di kamarnya. Lalu, ia mengambil sebuah kantong kecil dari dalam tasnya dan memberikan pada bocah itu juga.
“Paperbag itu, yang coklat punya bunda, kamu yang putih. Terus yang di kantong kecil itu kasih ke bunda,” Minhee berucap pada bocah lelaki itu.
Bocah lelaki itu—Minho namanya—terlihat mengangguk kecil dengan mata yang memperhatikan apa yang ada di dalam kantong plastik yang terakhir Minhee berikan.
“Ini apa, kak?”
“Obat buat ayah, kasih aja ke bunda.”
Bocah itu mengangguk dua kali lalu berjalan keluar kamar.
“Min, buat gue?”
Gadis yang duduk di sampingnya itu kembali bersuara, membuat Minhee menoleh dan menatapnya malas, “gak ada.”
“Anjir masa sih? Lo jauh-jauh ke Bali tapi gak beli apa-apa buat gue? Lo kan dikasih duit banyak sama bunda.”
Minhee mendengus lalu mengalihkan tatapannya dari gadis itu dan kembali sibuk dengan kopernya, “duit banyak apa sih?”
“Ya duit banyak,” gadis itu menjawab cepat, “lo pikir gue gak tahu gitu kalo bunda transfer duit berjuta-juta buat lo pas lo mau ke sana.”
Minhee yang akan mengeluarkan salah satu bajunya dari dalam koper, meletakan baju itu dengan malas kembali ke sana. Detik berikutnya, ia menoleh dan menatap gadis itu dengan tatapan paling malas.
“Terus lo pikir gue ke sana pake apa? Sapu terbang? Jin, tiket pesawat lebih mahal dari UKT gue, emang lo pikir bayar pake apa? Terus selama di sana, gue gak makan gitu?”
“Tapi masa udah habis. Bohong banget kalo lo bilang duitnya udah habis. Buktinya, lo masih bisa beliin bunda sama Minho tuh.”
“Bukan gue yang beliin”
“Bohong!”
Gadis itu merengut, tapi Minhee sama sekali tidak peduli dengan apa yang ia lakukan.
“Ya terserah, gue gak minta lo buat percaya juga.”
Minhee mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Kini fokus lagi dengan pekerjaannya membongkar koper. Membuat gadis di sebelahnya itu mendengus keras sebelum beranjak dari duduknya. Gadis itu sudah akan keluar, tapi ia menendang koper milik Minhee dulu sebelum melangkah keluar dengan kaki yang dihentakan. Minhee yang melihatnya hanya mendengus kecil sebelum kembali sibuk dengan kopernya.
Lalu, di antara kegiatannya membereskan kopernya, ponselnya yang terletak begitu saja di atas kasur berdering panjang, menandakan adanya panggilan masuk di sana. Ketika ia meraih benda itu dan melihatnya, ternyata panggilan itu datang dari Minkyu. Ia tebak, lelaki Kim itu pasti bersama Junho. Wonjin sudah kembali ke Semarang dua hari yang lalu.
“Hm?” si manis bergumam saja begitu panggilan sudah ia jawab. Ia sengaja menyalakan speaker dan membiarkan benda persegi itu tergeletak begitu saja di sisi kopernya sedangkan dirinya kembali sibuk dengan kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] THE JOURNEY || HwangMini
Fiksi PenggemarBefore and After PKL Kang Minhee, Hwang Yunseong and their journey. bxb